blocknotinspire.blogspot.com berisi Kumpulan Business Ethics, Business Tips, Inspire Spirit, Leadership and Culture , Love and Life, Management HR, Motivasi Spirit, Smart Emotion, Success Story, Tips Keuangan, Tips Marketing dan Tips Sehat Semoga Bisa Menjadikan Anda lebih SUKSES dari hari kemarin.
Kunjungi Versi Mobile KLIK http://blocknotinspire.blogspot.com/?m=1 atau ( KLIK DISINI )

Peluang Bisnis Di Sekitar

"Kita harus ada keberanian untuk jatuh - bangun." Purdi E. Chandra

Ada sebuah pertanyaan menarik dari seorang peserta “Entrepreneur University” angkatan ketiga saat mengikuti kuliah perdana pekan lalu. “Saya begitu banyak sekali ide bisnis, tapi nyatanya tak ada satu pun ide bisnis itu terealisir. Akibabnya, saya hanya sekadar kaya ide, tapi bisnis tak ada?”, tanya peserta yang kebetulan ibu-rumah tangga itu.


Berani Merantau

“Kita itu memang harus, punya keberanian merantau. Sebab, dengan keberanian merantau, kita akan lebih bisa percaya diri dan mandiri." Purdi E. Chandra.


Banyak entrepreneur yang sukses karena ia merantau. Orang Tegal sukses dengan warteg-nya di Jakarta. Begitu juga orang Wonogiri sukses menekuni usaha sebagai penjual bakso. Orang Wonosari sukses sebagai penjual bakmi dan minuman. Sementara orang Padang, sukses dengan bisnis masakan Padang-nya.

Bahkan, orang Cina pun banyak yang sukses ketika dia merantau keluar negeri. Dan, tak sedikit pula, orang Jawa yang sukses sebagai transmigran di Sumatera. Juga banyak orang dari luar Jawa yang sukses bisnisnya ketika merantau di Yogyakarta. Tapi banyak juga orang Yogya yang sukses menjadi pengusaha atau merintis kariernya, ketika merantau di Jakarta. Hal itu wajar terjadi, karena orang-orang tersebut memang punya keberanian merantau.


Bangkit Dari Keterpurukan

Pertanyaan: Saya memiliki gaji/penghasilan yang kecil, namun beban begitu berat, harus membiayai keluarga, orang tua, serta memiliki utang yang harus segera dibayar. Bagaimana saya keluar dari masalah ini?
Ini adalah pertanyaan rangkuman dari beberapa pertanyaan yang masuk kepada kami. Ada tiga penanya yang mengajukan pertanyaan senada diatas. Insya Allah akan saya jawab berdasarkan pengalaman dan ilmu yang saya miliki.
Saya yakin, banyak orang yang sedang atau pernah mengalami hal yang sama. Dalam kondisi yang terpuruk, merasa tidak berdaya, sementara tuntutan begitu tinggi. Jika kita tidak bisa menyikapinya dengan baik, kondisi seperti ini memang bisa mengganggu kondisi mental kita.
Sedih, bingung, dan marah sering menyelimuti saat-saat seperti ini. Terutama saat memikirkan orang-orang yang kita kasihi. Mereka kurang makan, kurang bersenang-senang, malah kesedihan yang mereka dapatkan. Ini pasti menyakitkan, bahkan lebih menyakitkan dibandingkan melihat kesengsaraan diri sendiri.


Percaya Diri Menghasilkan Lebih Banyak Uang

Percaya diri adalah modal yang sangat penting untuk membantu memudahkan kita mendapatkan uang lebih banyak. Percaya diri bukan hanya untuk mendapatkan pacar atau sekedar dianggap hebat. Percaya diri adalah faktor penting untuk meraih sukses, salah satunya mendapatkan uang.
Sejauh mana peran percaya diri dalam menghasilkan uang? Perannya sangat besar. Apa yang Anda miliki saat ini adalah sesuai tingkat percaya diri Anda selama ini. Jika Anda mampu meningkatkan kepercayaan diri, insya Allah, apa yang Anda miliki atau lakukan akan lebih baik.
OK, sekarang kita lihat, bagaimana dengan percaya diri kita bisa menghasilkan lebih banyak uang.
Pertama: orang yang percaya diri, karena menganggap diri mampu melakukan sesuatu, dia akan lebih banyak mencoba. Logikanya sederhana, lebih banyak mencoba artinya dia akan memiliki peluang berhasil lebih besar.


Syariah Marketing

Dalam perkembangan dunia syariah yang semakin dikenal di masyarakat, maka kehadiran buku Syariah Marketing menjadi pelengkap penting akan pengetahuan tentang syariah. Sebelumnya kita sudah mengenal bank syariah, ekonomi syariah, bisnis syariah, bahkan MLM syariah pun ada.
Sementara, pemasaran adalah bagian penting dari bisnis. Bisnis syariah tentu menuntut semua aspek dalam bisnis tersebut harus berlandaskan syariah mulai dari akuntansi syariah, manajemen sumber daya syariah, dan tentu saja pemasaran syariah. Untuk itulah saya tertarik dengan buku Marketing Syariah sebagai panduan untuk menjalankan bisnis saya.
Kenapa harus buku Marketing Syariah ini?


Dari Tidak Mungkin Menjadi Mungkin

Pernahkan Anda menganggap sesuatu yang tidak mungkin? Saya sedang berbicara sesuatu yang bisa dicapai dan dilakukan oleh manusia. Namun Anda melihatnya sesuatu yang tidak mungkin dilakukan oleh Anda. Padahal, sudah ada orang yang mampu melakukan atau meraihnya. Kenapa tidak mungkin bagi Anda? Bagaimana Anda bisa mengubahnya menjadi sesuatu yang mungkin bagi Anda? Temukan jawabannya.
Ada beberapa alasan yang sering mengubur kemungkinan peluang yang sebenarnya ada di hadapan kita.
Pertama: penyebab pertama ialah kesombongan. Bagaimana bisa? Seseorang yang sombong, merasa sudah tahu semuanya, tidak lagi perlu belajar, dan merasa diri sudah hebat, dia akan menjadi orang yang paling tertutup. Tertutup terhadap ilmu, keterampilan dan wawasan baru. Sehingga saat dia melihat sesuatu yang dia tidak bisa, maka menganggap bahwa itu adalah sesuatu yang “mutlak” tidak bisa dilakukan. Dia sendiri yang menjadi acuannya.


Hal Kecil Yang Mengubah Hidup Anda

Ada sebuah hal kecil, semua orang memiliki hal ini dan Anda bisa mengubah hidup Anda dengan ini. Termasuk Anda. Jika Anda menggunakannya dengan baik, maka hal kecil ini akan mengubah hidup Anda. Mengabaikan hal ini, artinya kita membiarkan diri terombang-ambing oleh arus kehidupan tanpa memiliki kendali apa yang ada di dalam diri sendiri.
Jika Anda mengabaikan hal ini, Anda akan mengabaikan hal lain. Termasuk mengabaikan hal penting dalam hidup Anda. Mengabaikan potensi yang Anda miliki. Mengabaikan orang lain yang Anda sayangi dan mengabaikan hal penting lainnya. Masalahnya, banyak orang yang mengabaikan hal ini. Jangan sampai Anda seperti mereka.
Apakah hal kecil itu? Hal kecil itu adalah perhatian.
Definisi perhatian menurut Wikipedia adalah


Ada Apa dengan The Secret?

Sampai sekarang, DVD maupun buku The Secret masih banyak dibicarakan. Buku-buku “me too” atau buku lain yang senada masih bermunculan. Ada apa dengan The Secret? Saya membeli bukunya, saya menonton Videonya. Dan saya mengambil hikmah dari The Secret. Isinya memang bagus dan menginspirasi. Pertanyaan, apakah isinya benar?
Dalam buku tersebut, disebutkan ada sebuah hukum yang di sebut dengan Law of Attraction. Suatu hukum yang menjelaskan bahwa pikiran kita bisa menarik apa yang kita pikirkan. Saya tidak menolak 100% konsep ini dan tidak juga menerima 100%, namun saya mengambil hikmah dari buku ini.
Seperti dijelaskan dalam ebook saya Beautiful Mind, bahwa hukum ketertarikan ini bisa dijelaskan dengan beberapa teori. Namun terlepas teori mana yang benar atau apakah konsep ini benar atau tidak, saat kita memikirkan tujuan kita, apalagi diiringi dengan emosi melalui visualisasi, tetap saja bermanfaat untuk meraih apa yang kita kita inginkan.


Berubah Itu Langkah Demi Langkah

Banyak orang yang ingin berubah. Namun dia merasakan begitu sulit berubah. Apa penyebabnya?
Anda pernah membaca artikel Bisakah Memakan Sepeda?
Saat pertanyaan ini diajukan kepada peserta pelatihan saya, jawabannya macam-macam. Banyak yang mengatakan tidak mungkin. Bagaimana bisa memakan sepeda? Mereka anggap saya hanya bercanda.
Padahal, orang yang memakan sepeda bukan fiktif bukan juga bercanda. Ini benar, adanya tercatat di Guiness Book of Record. Bahkan katanya, sudah terpecahkan oleh orang yang memakan Harley Davidson. Wow!
Bagaimana bisa? Inilah kuncinya. Ini adalah kunci yang bisa membuat perbedaan sangat mendasar. Pemahaman inilah yang menjadikan seseorang menjelma menjadi orang hebat atau tidak. Inilah rahasia berubah!


Satu Keterampilan Satu Waktu

Artikel ini terinspirasi saya saya memutar audio belajar bahasa Inggris dari Mr Teguh Handoko Susilo. Beliau menekankan bahwa kita hanya perlu menguasai satu keterampilan dalam satu kali belajar. Meski pun terlihat lambat, tetapi cara ini terbukti efektif untuk membangun keterampilan bahasa Inggris murid-murid beliau. Belajar bahasa Inggris yang awalnya terlihat begitu sulit, terasa begitu mudah dengan cara ini.
Apakah hanya diterapkan dalam belajar bahasa Inggris saja? Tentu saja tidak. Di pesantren, cara ini digunakan agar santri-santri menguasai bahasa Arab dengan baik. Selain itu, bisa diterapkan untuk mengembangan diri secara umum.
Mengapa metode ini begitu efektif? Yuk, kita bahas.


Waktu Berjalan Terus

Toni dan Dedi telah lama menganggur. Bekerja tidak, bisnis pun tidak. Pekerjaan mereka sehari-hari hanya mengobrol di pos ronda sambil main catur. Saat mereka sedang asik main catur, tiba-tiba ada seorang perempuan cantik lewat.
Toni langsung melihat perempuan itu dengan penuh kekaguman,
“Wow, cantik bener…. ” sambil terus melihatnya.
“Eh, jangan melihat terus, dosa tuch…” kata Dedi.
“Astaghfirullah”, kata Toni sambil langsung memalingkan wajah ke papan catur.

“Ton, kamu harus cepat menikah tuch… Usia kamu kan sebentar lagi sudah kepala tiga.” kata Dedi.
“Iya yah… biar mata saya tidak jelalatan lagi. Banyak dosa nich…” katanya sambil tersenyum.
“Ahamdulilah, kamu sadar. Takut dosa.” kata Dedi sambil tersenyum juga.
“Kamu sendiri?”, kata Toni balik menyerang.


Mempercepat Meraih Sukses

Ada pepatah yang mengatakan “biar lambat asal selamat”. Pepatah ini ada benarnya jika tidak ada pilihan lain. Misalnya jika kita cepat maka akan celaka, maka lambat menjadi pilihan.
Namun, pepatah ini banyak yang salah mengartikannya. Masih banyak orang yang menganggap bahwa cara cepat adalah cara yang negatif. Sehingga mereka menolak untuk melakukan cara cepat dan tetap menggunakan yang lambat.
Memang, ada sesuatu yang harus dilakukan dengan lambat. Begitu juga, banyak hal akan lebih baik jika dilakukan dengan cepat. Kita harus cerdas, mana yang harus dilakukan dengan cepat dan mana yang harus dilakukan dengan lambat.


Karena Nila Setitik Rusak Susu Sebelanga – Tidak Selamanya Berlaku

Mungkin Anda pernah membaca atau mendengar pepatah Karena nila setitik, rusak susu sebelanga, yang artinya: hanya karena kesalahan kecil yang nampak tiada artinya seluruh persoalan menjadi kacau dan berantakan. Contoh: kesalahan satu orang dalam sebuah tim dapat menjatuhkan kekompakan seluruh angota tim.
Namun, pepatah ini tidak selamanya berlaku. Jika kita menerapkan pepatah ini pada semua hal, justru akan merugikan kita. Kita perlu berpikir cerdas, tidak menyamaratakan semua masalah, atau mengambil mudahnya saja. Anda akan melewatkan banyak peluang untuk mendapatkan kebaikan jika menerapkan pepatah ini pada semua hal. Bagaimana bisa? Dan bagaimana memilahnya kapan berlaku atau kapan tidak?


Belajar Kepada Orang Sukses

Belajar kepada orang yang sudah terbukti berhasil adalah cara tercepat dalam meraih sukses, sebab kita tidak perlu melakukan coba-coba. Kita tidak perlu melakukan berbagai kesalahan yang dilakukan oleh orang lain, karena kita sudah mengetahuinya sejak awal. Maukah Anda belajar kepada orang yang sudah terbukti sukses?
Anthony Robbins mengatakan, “seandainya saya secara persis menduplikasikan tindakan-tindakan sesama, saya bisa memproduksi kualitas hasil-hasil yang sama dengan mereka. Saya percaya bahwa seandainya saya menabur, saya juga akan menuai.” Jadi, untuk sukses itu mudah, yaitu mencontoh orang yang sudah sukses.
Lalu bagaimana cara mencontoh orang yang sudah sukses? Bukankah banyak orang yang mencoba mencontoh orang sukses tetapi tetap saja masih gagal? Betul, sebab mencontohnya belumlah sempurna. Anda belum mencontoh “persis” seperti orang yang Anda contoh.
Seringkali, kita hanya mencontoh secara parsial. Biasanya kita hanya mencontoh tindakan apa saja yang perlu kita tiru dari orang sukses. Namun yang seringkali tidak kita perhatikan ialah “tindakan yang seperti apa?” Kita sudah melakukan tindakan seperti yang dilakukan oleh orang sukses, tetapi mungkin saja kita tidak benar-benar menyamai kualitas tindakan orang yang kita contoh.


Berani Mencoba Hal Baru

"Seandainya kita berani mencoba dan kita lebih tekun dan ulet, maka pasti yang namanya kegagalan itu tak akan pernah ada." Purdi E. Chandra.



Orang bukannya gagal, tetapi berhenti mencoba. Ungkapan ini sengaja saya kedepankan. Mengapa? Karena sesungguhnya seseorang untuk dapat meraih kesuksesan dalam karier atau bisnisnya, maka orang itu harus punya keberanian mencoba.


Berani Menghadapi Kegagalan

"Hanya orang yang berani gagal total, akan meraih keberhasilan total." John F Kennedy


Pernyataan John. F. Kennedy ini saya yakini kebenarannya. Itu bukan sekedar retorika, tetapi memang sudah terbukti dalam perjalanan hidup saya. Gagal total itulah awal karier bisnis saya.

Pada akhir 1981, saya merasa tak puas dengan pola kuliah yang membosankan. Saya nekad meninggalkan kehidupan kampus. Saat itu saya berpikir, bahwa gagal meraih gelar sarjana bukan berarti gagal dalam mengejar cita-cita lain. Di tahun 1982, saya kemudian mulai merintis bisnis bimbingan tes Primagama, yang belakangan berubah menjadi Lembaga Bimbingan Belajar Primagama.


Arifin Panigoro Selalu Berpikir Besar

Mungkin Anda sudah mendengar nama Arifin Panigoro sebagai politikus dan pebisnis sukses. Konon termasuk orang terkaya di Indonesia. Kali ini, saya tidak akan membicarakan aktivitas politiknya, namun bagaimana pak Arifin Panigoro sukses dalam bisnis. Satu rahasia yang bisa saya ambil dari perjalanan bisnisnya ialah “berpikir besar”.
Saat menjalani bisnis pemasangan pipa, perusahaannya selalu mendapatkan proyek yang kecil-kecil dengan alasan pengusaha lokal belum memiliki peralatan yang memadai. Namun pak Arifin Panigoro tidak menyerah dan tidak berhenti sampai disana. Sementara, sebagian besar orang akan mengatakan sudah takdir orang lokal untuk mendapatkan proyek kecil, namun dia tidak.


Berani Untuk Sukses

"Seberapa besar rejeki yang kita inginkan, itu sama dengan seberapa besar kita
berani mengambil resiko.
" Purdi E. Chandra.



Hanya segelintir entrepreneur yang dapat mencapai tangga sukses teratas tanpa perjuangan dan pengorbanan. Resepnya, antara lain, kalau melakukan kesalahan, mereka melupakannya dan terus bekerja, hingga akhirnya mencapai kesuksesan. Menurut saya, kita sebagai entrepreneur harus selalu berani berpikiran sukses dan berani mengembangkan kepercayaan diri.


Otak Kanan Itu Semakin Penting

"Sudah saatnya kita mengandalkan otak kanan, meski sebelumnya guru kita lebih
banyak mengajarkan otak kiri." Purdi E. Chandra.


Otak kanan memang makin menjadi penting saat ini. Bukan karena kita “sirik”dengan otak kiri, tetapi karena betul-betul dirasakan kebutuhannya, khususnya oleh entrepreneur. Terlebih lagi, karena dalam ilmu manajemen yang selama ini ada, yang lebih didasarkan logika dan rasional, ternyata tidak selamanya mampu mengatasi setiap persoalan bisnis.


Dan, mengapa harus otak kanan ? Oleh karena, di otak kanan itulah sarat dengan hal-hal yang sifatnya eksperimental, divergen, bukan penilaian, metaforilal, subyektif, non verbal, intuitif, diffuse, holistik, dan reseptif. Sementara kita sadar, bahwa otak kiri cenderung bersikap obyektif , presisi, aktif, logikal , verbal, penilaian, linier, konvergen, dan numerikal. Padahal, jika kita mampu memberdayakan otak kanan, maka ada kecendrungan akan mampu menyelesaikan setiap masalah dalam bisnis, bila dibandingkan kalau kita dengan hanya mengandalkan otak kiri.


Kecerdasan Financial vs Kecerdasan Intelektul

Masih ingatkah anda akan nasehat popular yang dulu sering dinasehatkan oleh orang tua atau guru di sekolah? “Belajarlah yang pintar nak biar nanti kamu gampang cari pekerjaan supaya bisa hidup enak dan sukses” Sebagian besar kita masih beranggapan bahwa nasihat itu benar dan penting. Bagaimana dengan anda?
Sayapun pada awalnya berpendapat sama, tapi perjalanan dan pengalaman saya membuktikan bahwa sebagian besar orang yang pintar (cerdas secara intelektual) malah bekerja pada orang yang bodoh (tidak cerdas secara intelektual, tetapi cerdas secara financial). Saya sendiri pernah menyelesaikan pendidikan S2 di UGM, tapi pada awal kerja saya, malah bekerja pada perusahaan yang direkturnya malah hanya lulusan SMU, dan semua karyawannya adalah sarjana kecuali OB. nah lho… benar kan kata saya.


Kecerdasan Emosional Entrepreneur

Mengedepankan kecerdasan emosi kita dalam bisnis itu adalah hal yang mutlak. Mengapa kecerdasan emosional seorang entrepreneur juga saya ungkap dalam buku ini? Itu karena, saya sendiri ikut merasakan, bahwa kesuksesan bisnis memang sangat berkait langsung dengan kecerdasan emosi entrepreneur. Maka, tak ada salahnya kalau faktor kecerdasan emosional itu perlu kita kedepankan. Bahkan, itu mutlak kita miliki. Hal itu, saya pikir juga merupakan langkah tepat di dalam setiap kita ingin meraih keberhasilan bisnis, juga dalam kehidupan sehari-hari.
Orang yang pertama mengenalkan kecerdasan emosional adalah Daniel Goleman. Dalam bukunya “Emotional Intelligence” atau EQ, ia mengungkapkan, bahwa ada 5 wilayah kecerdasan emosi yaitu: mengenali emosi diri, mengelola emosi, memotivasi diri sendiri, mengenal emosi orang lain, dan membina hubungan. Artinya, jika kita memang mampu memahami, dan melaksanakan kelima wilayah utama kecerdasan emosi tersebut, maka semua perjalanan bisnis apapun yang kita lakukan akan lebih berpeluang berjalan mulus.


Politik Kantor

Pada sebuah acara makan siang seorang teman mengeluhkan suasana kantornya, sebuah perusahaan multinasional, yang sarat dengan kegiatan ‘berpolitik’. Di tempat kerjanya, berkembang ‘klik-klikan” makan siang ataupun jemputan yang kemudian menjadi hubungan tertutup, yang sangat erat satu sama lain, di mana mereka berbagi gossip dan fakta, menunjukkan sikap subjektif dalam melihat masalah dan bahkan mempengaruhi penunjukan dan pemilihan anggota tim. Teman saya yang lain kemudian berkomentar, “Yaaah.., kalau sudah ada lebih dari dua orang karyawan dalam satu tim, sudah pastilah ada ‘politik’-nya”.

Politik kantor yang sering ditangapi orang dengan sikap “alergik”, pada kenyataannya tidak pernah punah, bahkan merupakan realita. Kita sering tidak bersimpati dengan seseorang yang “sok bener” terutama di depan atasan, bahkan tega “menyingkirkan” semua orang yang dianggap tidak benar, apalagi membahayakan kedudukannya. Ada juga individu yang tidak kita sukai karena ia pandai sekali memanfaatkan “power”, dan bisa membuat ketergantungan atasan, atau perusahaan kepadanya, sehingga pada “timing” yang tepat, ia bisa unjuk gigi alias bermain dengan “bargaining power”-nya.


Berpikir Kritis

Dengan maraknya milis dan forum diskusi yang berkomentar mengenai berbagai gejala, ada satu hal yang semakin berkembang yaitu sikap kritis individu. Ini tentu ada hubungannya dengan pendidikan dan sistem informasi yang semakin mudah di akses, sehingga siapa saja, asal mau, bisa mempertanyakan situasi, keputusan dan segala macam pernyataan dan fenomena yang ada. Bukan saja pertanyaan, ungkapan perasaan, ketidaksesuaian pendapat, bahkan tuntutan juga terdengar, terbaca dan terlihat. Simak saja wacana mengenai Arus Minyak Nasional, yang melibatkan protes mahasiswa, DPR, partai, badan eksekutif dan masyarakat banyak. Pertanda apakah ini? Selain demokrasi, kita bisa beranggapan bahwa generasi muda, yang akan menghadapi abad selanjutnya, sudah mempunyai daya pikir yang lebih “advanced”: “Good” thinking is an important element of life success in the information age” demikian Thomas & Smoot, 1994.


Ciptakan WOW



Banyak hal yang membuat para  wisatawan asing masih merasakan “WOW” bila mengunjungi pulau Bali. Orangnya, kulturnya, keramahannya, keseniannya dan masih banyak lagi.   Ekspresi  itu masih sering saya dengar dari teman teman saya, terutama yang pertama kali berkunjung ke pulau dewata tersebut. . Penghayatan  “wow” ini  menimbulkan antusiasme, rasa senang, gairah untuk mengenal lebih jauh dan “bersahabat” dengan tempat, lembaga atau negara yang sedang dikunjungi.
Dalam pelatihan “service excellence” saya senang mengajak para peserta untuk  berlatih menciptakan “wow” ini yang sering disebut oleh para pakar servis sebagai “moments of truth”. Para peserta biasanya  melakukannya dengan gembira. Kami membayangkan  memasuki sebuah gedung besar dengan “lobby” yang  anggun, elegan dan luas mengejutkan sehingga membangkitkan “moments of truth” dan secara otomatis membuat kita mengucapkan  “wow”.  Ketika ditanya  kapan “wow” terakhir diberikan kepada ‘orang terdekat’, biasanya peserta malu-malu dan sulit memberi contoh tindakannya. Sulitkah menciptakan “wow”? 


Karir

Pada sebuah workshop dalam suatu perusahaan, saat peserta diminta menyatakan pendapatnya atas pernyataan: “Atasan adalah penentu karir”, serta merta terlihat respons yang sangat berbeda antara kelompok ‘top manajemen’ dan kelompok ‘manajemen menengah. Para pimpinan merasa bahwa mereka tidak bertanggung jawab atas karir bawahan, sementara yang dipimpin merasa bahwa karir mereka ditentukan atasan. Jelas-jelas para atasan menganut faham bahwa ambisi, kompetensi bawahan ada di tangan bawahan sendiri sementara  bawahan masih bersikap “kumaha juragan wae” .
Persepsi di mana manajemen karir, baik penunjukkan, pengangkatan, dan penilaian datangnya dari ’atas’, memang ada dan masih bisa kita temukan sampai sekarang, terutama di organisasi yang birokratis, seperti organisasi pemerintah atau ketentaraan.  Sementara dalam bisnis, dengan berkembangkan praktik yang kompetitif dan semakin nyatanya eksodus akibat pasar kerja global, banyak kita lihat terjadi pergeseran pada hubungan ketenagakerjaan. Metafora seperti “karir itu berbentuk tangga atau piramid”, sudah berganti dengan  paradigma baru seperti “jeruk bisa makan jeruk”, “wolak walik ing jaman”; atasan bisa jadi bawahan. Tangga karir yang semakin berkurang anak tangganya, bahkan kadang hilang karena dihilangkannya satu divisi besar dalam organisasi, sudah semakin menggejala.


Organisasi Pembelajar

Sebuah perusahaan yang sukses, namun kegiatan manajemennya dipandang terlalu ’praktis’, menyelenggarakan program bisnis dan manajemen untuk karyawan, yang dilakukan ekstra di malam hari seusai aktivitas kantor. Salah satu peminat program tersebut, dalam acara ’kick-off’ program, menanyakan pada saya mengenai ’agenda’ top manajemen dalam mengadakan program ini. Ternyata, bagi beberapa karyawan di perusahaan yang sudah mencantumkan ’learning organization’ dalam falsafah perusahaannya selama hampir 10 tahun, program yang beragenda untuk ’memintarkan’ karyawan ini, masih dipandang aneh.
Di tengah dunia yang kini menjadi begitu kompetitif dan terus berubah, di mana akses informasi menjadi sangat berlimpah dan terbuka, kita semua makin sadar bahwa hanya individu dan organisasi yang senantiasa belajar-lah yang bisa survive. Namun, sekedar menambah kelas training atau mengirimkan sejumlah karyawan untuk sekolah, nyata-nyata tidak semata lantas membuat organisasi menjadi ’learning organization’. Sebuah lembaga pemerintah bergengsi, yang secara terprogram membiayai karyawannya untuk meningkatkan gelar pendidikan ke jenjang S2, bahkan sangat lumrah sampai ke jenjang PhD, dan sangat rajin mengirimkan para ahlinya ke luar negeri, tetap belum dapat digolongkan sebagai ’learning organization’ karena budaya belajarnya tidak kelihatan dari luar, maupun tidak terasa di dalam.


Menerobos Masa Depan

Seorang tokoh yang mencalonkan diri menjadi presiden menyapa saya dan bertanya mengenai komentar saya mengenai fakta bahwa ia mencalonkan diri sebagai presiden. Saya betul-betul membutuhkan waktu untuk mencerna apa dan bagaimana kriteria seorang presiden, sampai saya akhirnya berkomentar menyatakan kekaguman saya pada keberanian dan kesiapannya. Ia tentunya sudah merencanakan terobosan-terobosan, inovasi dan solusi bagi keadaan negara yang sangat kompleks dan besar ini.
Kita sadari bersama bahwa selain krisis energi di tengah kekayaaan sumberdaya yang belum termanfaatkan seperti air, angin, laut, kita sudah menghadapi masalah-masalah seperti emisi karbon yang harus di stop, sementara konsumsi mobil meningkat terus. Biaya pengobatan pun kini sudah tidak terkendalikan mahalnya dan tidak bisa di tanggung oleh kebanyakan orang lagi. Masalah kemiskinan yang  diduga sudah mencapai titik nadir, tetapi tetep anjlok lebih dalam dan lebih dalam lagi. Belum lagi bicara terorisme yang selain membunuh orang juga mematikan bisnis dan kesejahteraan rakyat, seperti kejadian di Bali. Pe-er para pemimpin tentunya tidak berpolitik saja, tetapi juga melakukan hal-hal ‘back to basic’, program-program ‘fusion’, atau bahkan membuat ‘quantum leap’, banting stir, tidak sekedar mereplikasi upaya yang ada tanpa perbaikan, sementara juga membuat proses yang ada berjalan lancar tanpa hambatan. Mungkin tepatnya, pemimpin perlu punya kompetensi super istimewa, seperti memperbaiki mobil dalam keadaan sedang berjalan.


Komitmen

Tanda bahwa sebuah organisasi sudah mulai tidak efektif adalah kalau karyawannya sudah tidak lagi ingin kompak satu sama lain. Seorang eksekutif HRD menceritakan betapa karyawannya masih harus ditakut-takuti dengan absensi kehadiran, agar mau terlibat dalam kegiatan ataupun meeting yang tidak langsung berdampak ke pekerjaan, seperti donasi, fun activities, atau meeting bipartite. Memang, para karyawan tidak sampai saling memukul, baik dari belakang maupun depan, tidak saling menghina ataupun tidak menyatakan tidak percaya satu sama lain. Secara kasat mata, hubungan interpersonal kelihatan harmonis. Namun, bila perlu adanya koordinasi, katakanlah, crash program, pembenahan kantor ataupun program yang sifatnya non-kritikal tetapi perlu dikeroyok rame-rame, barulah terlihat bahwa komunikasi dan koordinasi seolah sulit sekali diatur dan diimplementasikan ke dalam kegiatan yang terarah. Disinilah sesungguhnya kita bisa menyaksikan ketidakefektifan sebuah organisasi.


Berjiwa Pemenang

Tanpa menggunakan alat ukur yang reliabel, kita semua bisa membedakan ‘rasa’ di dalam dada kita saat melihat foto atlet Indonesia di halaman muka Kompas memamerkan medalinya dari Ajang Olimpiade, dibandingkan dengan melihat foto model koruptor yang sedang dalam proses ‘didandani’. Rasa yang ’melambung’ bila masuk dalam situasi ‘pemenang’ dan sebaliknya rasa ‘terpukul’ dalam situasi ‘pecundang’ sangat mudah kita bedakan.
Saat situasi ‘pecundang’ lebih sering kita alami, rasa pahit yang bertubi-tubi bisa tergantikan dengan rasa terpuruk, pesimis, bahkan bila tidak hati-hati bisa mengakar menjadi sikap apatis dan cuek terhadap situasi sekitar. Dalam situasi negara yang sulit begini, baik kondisi moral maupun material, mau tidak mau media massa memberitakan realita yang membuat kita sulit menepuk dada kemenangan. Lebih kecut lagi, bila kita sedang tidak beruntung, dan bertemu dengan individu berbangsa lain, yang dengan sinis membeberkan kelemahan bangsa kita, seperti kesenjangan antara kaya dan miskin, konsumerisme orang-orang berduit, lemahnya solidaritas dan korupsi yang merajalela. Menghadapi situasi ini, berat rasanya bisa ‘merasa menang’, mengangkat dagu dan tetap bersemangat pemenang. Pertanyaannya, haruskah kita merasa terpuruk terus, dan menunggu terus sampai keadaan Negara dan ekonomi  lebih baik, lebih bersih dan lebih makmur?


Kok Bisa

Mengamati Oscar Pistorius, si 'Blade Runner', juara paraolimpik atau olimpiade untuk penyandang cacad dalam nomor lari 100m, 200m dan 400 m, yang berjuang untuk dapat melawan atlit berkaki normal di Olimpiade Beijing, tentunya kita akan berkata, “Kok bisa, ya?” Ia yang kakinya sudah diamputasi sejak usia 1 tahun, tidak berhenti untuk melakukan hal-hal hebat yang mengundang kekaguman. Banyak hal-hal hebat lain yang terjadi di sekitar kita, yang kita ketahui dari bacaan, tontotan di media massa ataupun kita alami sendiri. Tanpa disadari, melihat hal-hal yang menakjubkan, kita sering ditempatkan pada posisi penonton. Bengong. 

Kehebatan yang kita amati tersebut bisa berdampak dalam berbagai tingkatan dalam kehidupan kita. Bisa saja secara rasional, kita membahasnya, bahkan sampai detil, mengenai apa dan mengapa individu ’hebat’ bisa melakukan hal-hal itu. Kita juga bisa secara lebih dalam, merefleksikan ke dalam diri kita dan menjawab pertanyaan “so what”, bagaimana dengan diri kita? Tentunya yang terbaik adalah bila kita langsung membuat action plan kecil, lalu ‘meniru’ sikap, cara atau kebiasaannya, sehingga kita mendapatkan manfaat dari hasil pengamatan tersebut alias berubah.


Kita Memang Beda

Kalau ada dua orang berhadapan, saling menatap, dan kemudian salah satu mengambil kesimpulan: ”Kita beda”, maka menurut pendapat saya, justru mereka sebetulnya sudah menemukan kesamaan. Di sinilah persepsi mengenai perbedaan dan persamaan akan terasa keindahannya, karena masing-masing individu yang berhadapan itu sudah “menemukan dirinya”, keunikannya, dan bahkan “value adding”-nya, sebagai manusia yang utuh. Itulah sebabnya kita memang perlu berbangga dengan semboyan negara kita, Bhinneka Tunggal Ika; kesamaan dalam perbedaan, yang sampai-sampai oleh DJ Romy, cucu Soekarno juga dijadikan tema album terbarunya: “Unity in diversity”.


Power

Kalau kita seolah merasa “jijik”  atau “bergidik” melihat gejala “bullying”, alias  senior menekan junior, baik di kantor maupun di dunia sekolahan, kita perlu melakukan  “surfing” di dalam benak kita seputar pengalaman sehari-hari yang kita amati. Di dunia paling intelek , misalnya di dunia kedokteran senioritas profesi sangat diamalkan. Tentunya hal ini sangat dimengerti karena si junior memang harus “angkat topi” pada para senior yang sudah banyak makan asam garam dan perlu betul-betul di “benchmark”. Di dunia pendidikan, pembedaan antara seorang profesor dan junior juga jelas dan ini termasuk semua perlakuan dan perilaku sehari-hari, baik dari jatah mengajar sampai kepada kekuatan didengar di dalam rapat, misalnya. 


Profesional

Seorang teman saya betah bekerja untuk sebuah perusahaan keluarga selama 20 tahun. Kita kenal bahwa perusahaan keluarga sering mempunyai kebijakan yang “ajaib” berdasarkan filosofi dan prinsip keluarga, atau bahkan lebih sulit lagi, berdasarkan mood-nya owner perusahaan. Ketika ditanya, apa yang bisa membuatnya bertahan di lingkungan “family business” begitu, dia menjawab santai: “Profesional aja...”. Saat digali lebih jauh, apa maksud istilah profesional, ia menjawab: ”Semua yang saya lakukan, baik pemecahan masalah, penilaian, pengambilan keputusan, tetap saya dasarkan pada kaidah profesi saya, kode etik, keahlian terkini, dan integritas yang kuat”.
 Pertanyaan seputar definisi atau ukuran yang tepat dari “being professional” banyak sekali beredar. Di seminar - seminar, seringkali saya perlu bernafas dalam sebelum mendeskripsikan profesionalitas dengan tepat, karena sulitnya mencari dasar penilaian profesional atau tidak.


Kontrol Diri

Semua orang pasti setuju dengan “magic”-nya puasa di bulan Ramadhan. Kekuatan niat yang begitu besar menjadikan kita yang tadinya tidak kuat menahan haus dan lapar di hari biasa, di bulan Ramadhan bisa melakukannya tanpa merasa berat. Bahkan, dengan puasa penyakit malah sembuh, badan terasa lebih ringan. Latihan kesabaran, kegigihan dan keuletan ini memang benar-benar memberi kesempatan pada diri kita sendiri untuk lebih banyak bertakwa, lebih bisa mengelola diri sendiri dan tentunya “naik kelas” sebagai manusia. Suatu latihan yang sangat berharga untuk individu yang memang ingin mematangkan jiwanya!


Sense of Urgency

Seorang manajer mengeluh bahwa walaupun pencapaian target bagiannya hampir selalu tercapai, merasa bahwa teman-teman di bagiannya kurang berinisiatif untuk mengejar target baru dan kurang kreatif dalam mencari tantangan baru. Bahkan, ada yang berkomentar mengenai dirinya sebagai orang yang tidak pernah puas dan pesimis. “Sebenarnya yang saya inginkan adalah anak buah bisa merasakan sense of urgency, sehingga mereka lebih siap dengan perubahan pasar dan realitas kompetisi. Dalam perasaan nyaman begini, mana mungkin mereka mengidentifikasi dan mendiskusikan potensi krisis  sekaligus kesempatan-kesempatan besar?”


Kekuatan Bersyukur

Dikisahkan, ada seorang pemuda mendatangi pamannya yang berhasil menjadi pengusaha sukses. Dia ingin tahu, apa rahasia di balik sukses pamannya menjalankan beragam bisnis yang dimilikinya. Pamannya memang terhitung sangat mumpuni dalam berbagai bidang usaha. Ia di antaranya menjadi pemilik beberapa gerai berlisensi, distributor besar besi baja, pengusaha ekspor impor produk retail. Ia bahkan juga sukses menjadi seorang investor saham yang sangat piawai dan memiliki berbagai investasi yang menjanjikan.

"Paman, bolehkah aku bertanya?"

Sang paman pun tersenyum kepada keponakannya, "Apa yang bisa Paman tahu, pasti akan Paman jawab semua pertanyaanmu."


Gema Kehidupan

Alkisah, seorang ayah untuk pertama kalinya mengajak anaknya yang berumur sepuluh tahun pergi berlibur ke daerah pegunungan. Tempat yang dituju itu ternyata sangat indah, berhawa sejuk, dan membawa suasana yang hening dan tentram. Banyak pohon menjulang tinggi diantara bukit-bukit dan pegunungan. Ayah dan anak itu berjalan-jalan menikmati eloknya pemandangan. Saking senangnya, sesekali bocah kecil itu melompat-lompat dan berlari-lari kecil kesana kemari. 
Suatu ketika, karena kurang hati-hati saat berlari-lari, anak itu tergelincir jatuh. “Aduuuuuh...!” teriaknya kesakitan. Dan sesaat hampir bersamaan, jelas terdengar suara “Aduuuuh...” berulang-ulang di sisi pegunungan. Anak itu terheran-heran. Penasaran dan ingin tahu dari mana asal teriakan yang menirukan suaranya, si anak berteriak lagi dengan suara lebih keras.


Kasih Ibu Tiada Tara

Alkisah di sebuah desa, ada seorang ibu yang sudah tua, hidup berdua dengan anak satu-satunya. Suaminya sudah lama meninggal karena sakit. Sang ibu sering meratapi nasibnya memikirkan anaknya yang mempunyai tabiat sangat buruk yaitu suka mencuri, berjudi, mabuk, dan melakukan tindakan-tindakan negatif lainnya. Ia selalu berdoa memohon, "Tuhan, tolong sadarkan anak yang kusayangi ini, supaya tidak berbuat dosa lagi. Aku sudah tua dan ingin menyaksikan dia bertobat sebelum aku mati." Tetapi, si anak semakin larut dengan perbuatan jahatnya. 

Suatu hari, dia dibawa kehadapan raja untuk diadili setelah tertangkap lagi saat mencuri dan melakukan kekerasan di rumah penduduk desa. Perbuatan jahat yang telah dilakukan berkali-kali, membawanya dijatuhi hukuman pancung. Diumumkan ke seluruh desa, hukuman akan dilakukan di depan rakyat desa keesokan harinya, tepat pada saat lonceng berdentang menandakan pukul enam pagi.


Tuhan Juga Tahu

Alkisah, ada seorang pelukis yang sangat terkenal karena lukisannya yang indah, halus, teliti, detail, dan seindah objek apapun yang dilukisnya. Raja sangat menyukai dan mengagumi karya-karya si pelukis. Sebagai tanda penghormatan, penghargaan, dan keinginan untuk mengabadikan karya seni seorang seniman besar yang pernah ada di negeri itu, raja membuatkan sebuah monumen besar yang nantinya di atas monumen itu terpampang lukisan yang akan dikerjakan oleh si pelukis. 


Twitter Delicious Facebook Digg Favorites More