Umar Bin Khattab, sosok pemimpin sederhana

Memberikan teladan yang bauik merupakan keharusan bagi seorang pemimpin yang menjadi panutan bagi rakyatnya. Seperti yang pernah dilakukan oleh Umar Bin Khattab, meskipun harta kekayaannya melimpah, namun gaya hidupnya sangat sederhana.


Dalam memandang harta, ia tak tergiur sedikitpun untuk mengambil hak orang lain. Jangankan korupsi, mengambil haknya sendiri saja ia enggan, ia menggunakan hartanya untuk keperluan umat dan dahwah. Tidur siangnya beralaskan tikar dan batu bata di bawah pohon kurma dan hampir tak pernah makan kenyang demi menjaga perasaan rakyatnya. Padahal, Umar Bin Khattab adalah seorang pemimpin yang sangat kaya.

Pernah suatu hari, Umar melakukan perjalanan dinas mengunjungi satu provinsi yang berada di bawah kekuasaannya. Gebenur menjamu Umar makan malam dengan jamuan yang istimewa, sebagaimana lazimnya perjamuan untuk kepala negara. Begitu duduk di depan meja hidangan, Umar kemudian bertanya kepada sang gebenur, “Apakah hidangan ini adalah makanan yang biasa dinikmati oleh seluruh rakyatmu?” Dengan gugup, sang gubenur menjawab, “Tentu tidak, wahai Amirul Mukminin. Ini adalah hidangan istimewa untuk menghormati baginda.” Umar lantas berdiri dan bersuara keras, “Demi Allah, saya ingin menjadi orang terakhir yang menikmatinya. Setelah seluruh rakyat dapat menikmati hidangan seperti ini, baru saya akan memakannya.” Itulah sifat Umar bin Khattab, seoran kepala negara yang zuhud.

Di lain kesempatan, pernah beberapa Sahabat diantaranya Ali, Utsman, Zubair dan Thalhah dalam suatu majelis membicarakan usulan agar tunjangan Khalifah Umar bin Khattab ditambah, karena sepertinya tunjangan itu terlalu kecil. Mereka sepakat untuk merundingkannya dengan Umar dan meminta kepadanya agar dia menaikan gaji serta tunjangannya.

Namun para sahabat mengurungkan niatnya, sebab mereka sama-sama mengetahui bahwa Umar bin Khattab adalah seorang yang amat keras dan mudah naik darah. Akhirnya, mereka bersepakat unttuk meminta bantuan Hafshah, salah seorang istri Nabi SAW, yang tidak lain adalah putri Khalifah Umar Bin Khattab.

Ummul Mukminin Hafshah kemudian menyampaikan usul tersebut kepada ayahnya, mendengar itu Umar Bin Khattab bukannya senang, ia malah tampak marah. Beliau berkata, “Siapa yang telah mengutusmu untuk mengajukan usulan itu. Seandainya aku tahu nama-nama mereka, aku akan memukul wajah-wajah mereka!” Khalifah Umar Bin Khattab kemudian berkata, “Sekarang, ceritakan kepadaku pakaian Nabi SAW yang paling  baik yang ada di rumahmu.” “Beliau memiliki sepasang pakian berwarna merah yang dipaki setiap hari Jumat dan ketika menerima tamu,” jawab Hafshah. Umar bertanya lagi, “Makanan apa yang paling lezat yang pernah dimakan oleh Rasululloh SAW dirumahmu?” “Roti yang terbuat dari tepung kasar yang dicelupkan ke dalam minyak.” jawab Hafshah. “Alas tidur apa yang paling baik yang pernah digunakan Rasululloh SAW dirumahmu?” tanya Umar lagi. “Sehelai kain, yang pada musim panas dilipat empat dan pada musim dingin dilipat dua; separuh untuk alas tidurnya dan separuh lagi untuk selimut,” jawab Hafshah lagi. Khalifah Umar Bin Khattab berkata, “Sekarang, pergilah. Katakan kepada mereka, Rasululloh SAW telah mencontohkan pola hidup sederhana, merasa cukup dengan apa yang ada demi meraih kebahagian akhirat. Aku tentu akan mengikuti teladan beliau....”

Demikianlah sikap Umar Bin Khattab ketika dihadapkan pada harta yang melimpah. Ia tetap dalam kesederhanaannya, ketika wafat Umar Bin Khattab meninggalkan ladang pertanian sebanyak 70.000 ladang, yang rata-rata hjarga ladangnya sebesar Rp. 160 juta dalam prediksi konversi ke dalam rupiah. Itu berarti, Umar meninggalkan warisan sebanyak Rp. 11,2 Triliun. Setiap tahun, rata-rata ladang pertanian saat itu bisa menghasilkan Rp 40 juta, berarti Umar mendapatkan pengahsilan Rp 2,8 Trililun setiap tahunnya atau 233 Miliar sebulannya.

Harta kekayaannya ia pergunakan untuk kepentingan dakwah dan umat. Tak sedikitpun ia menyombongkan diri dan mempergunakan untuk bermewah-mewahan dan berlebihan. Hingga menjelang akhir kepemimpinan Umar, Usman bin Affan pernah mengatakan, “Sesungguhnya sikapmu telah sangat memberatkan siapapun Khalifah penggantimu kelak.” (nda)

Sumber : Majalah Yatim Mandiri Edisi Mei 2012