Dikisahkan, di tepi sebuah hutan, tampak dua lelaki muda sedang berlari pontang-panting sambil berteriak-teriak minta tolong. Rupanya mereka sedang dikejar-kejar oleh seekor serigala besar yang liar dan kelaparan. Kebetulan, teriakan mereka di dengar oleh seorang pemburu yang berada tidak jauh dari tempat itu. Si pemburu bergegas datang dengan senapan berburu siap di tangan. Setelah mendapatkan posisi yang tepat, si pemburu langsung menembakkan senapannya. Dor... dor...! Dua tembakan beruntun tepat mengenai sasaran dan langsung merobohkan serigala itu.
Kedua laki-laki muda pun bersyukur sekali setelah selamat dari maut. Masih dengan tubuh gemetaran dan berlinang air mata, keduanya mendekati si pemburu dan memperkenalkan diri. “Terima kasih Bapak telah menolong kami. Jika tidak ada Bapak, mungkin kami berdua sudah di mangsa oleh serigala buas tadi...” Setelah saling berkenalan, ketiganya sepakat untuk menjadikan serigala yang tewas sebagai santap malam bersama. Segeralah mereka bertiga membuat api untuk menghangatkan diri sekaligus memanggang daging serigala.
Sambil menyantap daging serigala bakar itulah, kedua laki-laki muda tadi menceritakan asal-usul dan pekerjaan mereka. Ternyata, laki-laki muda yang satu adalah seorang pedagang beras dan minyak. Sedangkan laki-laki muda satunya lagi bekerja sebagai penjual senapan. Hari itu, mereka baru saja menyelesaiakan jual beli barang dagangan di sebuah desa di seberang hutan. Setelah puas berbincang dan saling bertukar cerita, mereka sepakat untuk bertemu kembali tiga bulan kemudian di tempat itu.
“Sebagai tanda terima kasih, saya akan segerobak beras dan minyak goreng untuk mencukupi kebutuhan keluarga Bapak selama tiga bulan,” janji si pedagang beras. Si penjual senapan tidak mau kalah. “Karena Bapak sudah menyelamatkan nyawa saya, saya akan bawakan hadiah berupa senapan terbaru beserta seribu butir peluru.”Sambil menyantap daging serigala bakar itulah, kedua laki-laki muda tadi menceritakan asal-usul dan pekerjaan mereka. Ternyata, laki-laki muda yang satu adalah seorang pedagang beras dan minyak. Sedangkan laki-laki muda satunya lagi bekerja sebagai penjual senapan. Hari itu, mereka baru saja menyelesaiakan jual beli barang dagangan di sebuah desa di seberang hutan. Setelah puas berbincang dan saling bertukar cerita, mereka sepakat untuk bertemu kembali tiga bulan kemudian di tempat itu.
Esok harinya, mereka bertiga berpisah dengan perasaan puas di hati masing-masing. Kedua laki-laki muda itu meneruskan perjalanannya, sementara si pemburu pulang ke rumah sambil membawa sisa daging serigala. Setibanya di rumah, dengan bersemangat ia menceritakan kisah kepahlawanannya kepada istri dan anaknya. “Istriku, mulai saat ini, kamu tidak perlu lagi bekerja susah payah. Karena tak lama lagi, pemuda yang ku selamatkan nyawanya itu akan datang menemuiku dengan membawa segerobak beras dan minyak. Senapan tua ku ini pun sudah saatnya di musnahkan, karena aku akan mendapat ganti senapan baru beserta seribu peluru dari pemuda yang satunya lagi. Nasib baik sedang berpihak kepada kita. Kini tiba waktunya untuk bersantai dan beristirahat panjang dari kerja keras.
Singkat cerita, tiga bulan berlalu sudah,tapi pemuda itu tidak datang juga di tempat yang sudah di sepakati. Hingga bulan keempat berlalu, barulah si pedagang beras tergopoh-gopoh datang membawa segerobak beras dan minyak. “Maaf,saya datang terlambat sebulan. Desa saya tertimpa musibah banjir sehingga panen gagal. Ini beras dan minyak yang saya janjikan dulu,” kata si pedagang beras. Si pemburu langsung tertunduk lesu setelah memandangi si pedagang beras dan gerobaknya yang berisi bahan-bahan makanan. Belum sempat mengucapkan sepatah kata pun, tiba-tiba muncul si penjual senapan beserta barang bawaannya.
“Maafkan saya datang terlambat. Di
Si pemburu masih terduduk lesu dan sekali-sekali mengusap air matanya. Tubuhnya kurus kerontang dan napasnya tersengal-sengal. “Terima kasih, kalian akhirnya datang juga,” katanya pelan sekali. “Tetapi semua pemberian ini percuma saja. Pemberian kalian tidak akan bisa menghidupkan lagi anak dan istriku. Ketahuilah... berbulan-bulan kami menunggu hantaran barang kalian sambil menahan lapar. Akhirnya anak istriku tak tahan dan mati kelaparan...” Usai mengatakan cerita yang menyayat hati itu, si pemburu menghembuskan napas yang terakhir. Kedua pemuda itu pun menangis pilu menyesali keterlambatan mereka sehingga menyebabkan terjadinya peristiwa tragis tersebut.
Orang yang bergantung seperti itu berarti menyerahkan naisbnya pada kendali atau sesuatu berada di luar dirinya. Orang seperti itu pilihan hidupnya sangat terbatas. Jika ada kejadian-kejadian yang tidak biasa atau masalah-masalah yang lebih berat, ia tidak akan mampu mengatasinya. Lebih sering terjadi, dia akan menjadi korban dari situasi ketergantungan yang dipeliharanya itu.
Oleh sebab itu, akan jauh lebih baik jika kita menempuh cara dan sikap hidup yang mandiri. Kemandirian harud disertai dengan kerja keras, keberanian, keyakinan, dan kepercayaan diri yang tinggi. Bersikap mandiri tidak berarti menolak bekerjasama dengan orang lain. Justru kemandirian merupakan modal awal dalam bekerjasama secara saling menguntungkan dengan pihak lain.
Selama niat dan upaya kita berlandaskan kebenaran dan kejujuran, niscaya usah kita diridhoi oleh Yang Maha Kuasa.