Siapa yang tidak kenal dengan Putera Sampoerna? Ya, Putera sempat mencengangkan publik dengan langkahnya melepaskan seluruh saham Sampoerna Group ke Philip Morris Internasional beberapa tahun silam. Berbagai kisah mengiringi keputusan kontroversialnya. Tapi, setelah sekian lama, terbukti bahwa langkah yang ditempuhnya sudah dipikirkan dengan matang. Buktinya, walau sudah melepaskan saham Sampoerna, Putera justru kian sukses. Pria kelahiran Schimdam, Belanda, 13 Oktober 1947 bertenger di urutan kelima pengusaha terkaya di Indonesia versi GLOBE Magazine 2008 dengan total kekayaan US$ 2.42 miliar.
Sebelum memimpin PT. HM Sampoerna, generasi ketiga Sampoerna ini lebih dulu berkiprah di sebuah perusahaan kelapa sawit milik pengusaha Malaysia. Kala itu, dia bermukim di Singapura bersama istrinya Katie, warga Amerika Serikat keturunan Tionghoa. Dia mulai bergabung dalam operasional PT. HM Sampoerna pada 1980. Enam tahun kemudian Putera menjabat sebagai CEO menggantikan Aga Sampoerna, sang ayah.
Setelah ayahnya meninggal pada tahun 1994, Putera semakin aktif menggenjot perusahaan. Putera mengelola perusahaan keluarga ini secara profesional dengan dukungan manajer profesional. Putera dikenal luwes dalam menjalankan roda perusahaannya. Ia tidak hanya lihai dalam melakukan inovasi produk inti perusahaan yakni rokok, namun juga jeli melihat peluang bisnis di segmen usaha lain.
Putera di antaranya berhasil mengekspansi bisnis seperti supermarket dengan mengakuisi Alfa dan mendirikan Bank Sampoerna pada tahun 1980-an. Sayang, bisnis perbankannya ini jeblok. Namun, satu inovasi yang paling diingat orang sampai saat ini adalah gebrakan Putera meluncurkan A Mild, rokok rendah nikotin pertama di Indonesia. Inilah yang menunjukkan Putera sebagai seorang pebisnis visioner yang mampu menjangkau pasar masa depan. Sensasinya membuat rokok rendah nikotin akhirnya diikuti oleh banyak perusahaan rokok lain.
Tetapi, sensasi paling mengagetkan dari kiprah Putera Sampoerna adalah adalah keputusan menjual seluruh saham keluarga Sampoerna di PT HM Sampoerna Tbk sebanyak 40 % ke Philip Morris Internasional pada bulan Maret 2005. Inilah keputusan yang dianggap merubah sejarah perusahaan keluarga yang dirintis kakeknya. Padahal saat itu, perusahaan rokok Sampoerna sedang dalam posisi yang sangat baik yaitu menguasai 19,4 % pasar rokok di Indonesia dengan laba bersih Rp15 triliun. Putera berani melepas zona nyamannya di bisnis rokok untuk menjemput pasar masa depan dengan mengubah langkah bisnisnya dari rokok ke argoindustri dan infrastruktur. Apakah langkahnya kali ini mampu tetap membuatnya jadi pengusaha sukses di Indonesia? Kita tunggu saja kiprahnya.
Putera Sampoerna, generasi ketiga keluarga Sampoerna ini memang seorang pebisnis yang sangat visioner. Dengan kelihaian melihat pangsa pasar membuat Sampoerna bertengger menjadi perusahaan rokok yang sangat besar di Indonesia. Keputusan sensasionalnya membuat dirinya justru semakin berkibar di jajaran pengusaha besar Indonesia. Langkah mengubah haluan dari ‘zona nyaman' untuk mencari terobosan ke depan patut dijadikan contoh, bahwa keputusan berani kadang perlu diambil untuk mencapai tingkat sukses berikutnya. (Team AndrieWongso.com)