Ketika Budaya Korupsi Dinilai Menguntungkan

Bisnis di Indo enak masih bisa nyogok kata teman saya beberapa tahun lalu. Teman2 saya yg pulang ke Indonesia for good pun menyatakan hal yg sama. Alasannya di negara tempat saya tinggal, Australia, ongkos memulai usaha sangat tinggi seperti sewa tempat, gaji pegawai beserta tunjangan2 yg harus dipenuhi sesuai hukum ketenaga kerjaan dan ditambah pajak.
Tentu saja tidak semua teman saya yg balik ke Indonesia untuk berbisnis berpikir seperti itu, tapi mereka menyadari kalau aturan tak tertulis jauh lebih penting daripada aturan tertulis dan tidak ada istilah ‘benar atau salah’ dalam berbisnis di Indo.
Ada  yang tidak tahan dan akhirnya balik lagi kesini. Dia membantu pamannya di usaha ekspor impor setelah lulus kuliah, setelah 1 tahun lamanya memutuskan balik lagi ke Sydney. Alasannya: “Susah tidur, hati gak tenang, banyangin aja udah jelas2 salah gak sesuai hitam diatas putih masih dikerjain belom lagi urusan ama orang2 bea cukai ,gue liat dengan mata kepala sendiri orang2 korupsi karena bisa bukan karena kejepit keadaan ekonomi”.

Dari obrolan teman2,  tidak sedikit yg ‘tidak keberatan’ dengan budaya korupsi. “Udahlah loe pikir gini aja, loe bayar extra kan biar semuanya lancar buat buka usaha nah usaha loe itu buka lapangan kerja buat org lain jadi loe jg berjasa.” Ada lagi yg berpendapat keuntungan extra berkat pelicin yg saya sebut sebelumnya bisa disumbang ke tempat amal atau tempat  ibadah untuk cuci dosa. Memangnya Tuhan juga bisa disogok..
Kalau budaya korupsi menguntungkan semua pihak:  si penyogok (usaha lebih mulus karena sudah pakai pelicin) dan yg di sogok (penghasilan tambahan) dan masyarakat luas (buka lapangan kerja baru, sumbangan amal dari si penyogok dan di sogok ) lalu apa yg salah dengan budaya korupsi?(*)
(*)Sebelum dituduh munafik, perlu saya akui bahwa saya sendiri jg bagian dr budaya korupsi. SIM saya dapat dari jasa calo. Saya ditertawai teman waktu saya bilang ingin ikut test mengemudi. Dia bilang saya hanya buang2 waktu saja, si bapak petugas akan mencari2 kesalahan saya dan ujung2nya minta duit.
1. Mobilitas sosial rendah. Yg kaya tetap menjadi kaya dan dapat mempengaruhi hukum2 untuk menguntungkan mereka. Sementara yg miskin dan menengah namun berbakat sulit untuk naik ketangga sosial yg lebih tinggi karena dibutuhkan uang untuk menghasilkan uang (sogokan). Idealnya setiap orang memiliki kesempatan yg sama untuk maju meskipun terlahir dengan latar belakang sosial dan ekonomi yg berbeda2.
2. Budaya ‘Get Rich Quick’. Budaya yg mau serba instan tanpa usaha menjadikan org malas bekerja.
3. Indonesia menjadi sasaran empuk untuk dijajah secara ekonomi karena perusahaan asing tahu asal ada uang semua lancar. Perusahaan2 rokok asing yg menjamur salah satu contohnya (karena di negara maju sudah byk aturan & kampanye yg mempersulit penjualan rokok), mana mereka peduli kalau generasi muda Indonesia sakit2an karena produk mereka dan pejabat2 terhormat kita pun tidak berbuat banyak (karena sudah dibayar?).
Singkatnya terlepas apakah anda si penyogok, di sogok atau masyarakat umum yg langsung maupun tidak langsung bersentuhan dengan budaya korupsi sadarilah bahwa suka tidak suka kita bagian dari ini semua dan ini terserah kita untuk bilang SAY NO TO CORRUPTION.
Harapan saya dimasa depan tidak ada lagi yg berpendapat berbisnis di Indonesia enak karena orgnya masih di sogok seaka2n Indonesia adalah prostitute yg bersedia membuka selangkangan kaki pada siapapun yg mau membayar.


Sumber :kompasiana.com