Nganggur Itu Pilihan, Bukan Sekedar Nasib

Sekitar 1 tahun lalu, seorang ibu curhat pada istri saya katanya tempat kerja suaminya gulung tikar. Karena perusahaannya kecil dan informal iapun tidak mendapat pesangon seperti biasanya orang kena PHK.

“Trus gimana? apa yang bisa kita bantu..?” kata saya ketika istri menyampaikannya pada saya. Sebenarnya saya juga sudah tahu kondisi ekonomi keluarga itu tetapi saya tidak mau menyarankan apa-apa selama yang bersangkutan tidak minta dibantu.
“Istrinya nanyakan kalau-kalau di kantor butuh pegawai, jadi officeboy pun tidak apa-apa, yang penting kerja dan ada pemasukkan”. Jawab istri saya. Mendengar itu saya membayangkan, bagaimana mungkin seorang kepala keluarga dengan satu anak bias dihidupi dengan gaji office boy, jika adapun pekerjaan, saya tidak berani menawarkannya.
Setelah dipikir matang-matang, saya menyarankan agar suaminya dagang sayuran saja. Kebetulan radius 100 meter dari rumahnya yang merupakan pemukiman padat tidak ada pedagang sayur kecuali pedagang keliling. Selain menawarkan akan meminjamkan modal yang dibutuhkan, sayapun menawarkan untuk meminjamkan sepeda motor untuk belanja sayurannya.
Kalkulasi saya, jika setiap hari setegahnya dari jumlah keluarga yang ada di sekitar itu (total sekitar 100 rumah) belanja sayur ke dia rata-rata 10ribu perhari, maka ia akan dapat omset 500 ribu sehari. Jika keuntungan diasumsikan 20%, ia akan mendapat untung 100 ribu sehari. Untung itu jauh lebih besar dari bekerja sebagai OB. Mereka juga bisa makan dari sisa barangnya yang tidak terjual.
Namun ketika gagasan itu saya sampaikan secara detil, suaminya ibu yang curhat itu Nampak tidak antusias. Ia bilang mau pikir-pikir dulu takut rugi karena ,menggunakan dana orang lain. Tapi kelihatannya ia tidak berminat dengan ide itu karena setelah beberapa minggu tidak member jawaban,
Ketika istrinya datang lagi dengan curhatan yang sama, saya menawarkan agar suaminya mengojek saja pakai motor saya. Kata saya, yang penting pagi-pagi mengantar dulu anak saya ke sekolah dan antar jemput saya stasiun yang jaranya 2 km pagi dan sore, ia boleh menggunakan motor saya untuk mengojek tanpa sewa. Sayapun menawarkan diri untuk mengenalkan dengan beberapa tukang ojek langganan saya. Lagi-lagi ia tidak mau dan maunya jadi pegawai saja, meskipun jadi OB bergaji rendah.
Karena sekarang jaman susah mencari pekerjaan, iapun menganggur dalam waktu yang panjang. Sementara itu, hidupnya menggantungkan pada pemberian saudara-saudaranya yang bekerja yang jumlahnya sangat terbatas……

Sumber : kompasiana.com