Menjelang akhir tahun 1980-an, produksi kaos-kaos berkerah mulai gencar di pasaran. Berbagai merek dengan kualitas dan harga yang berbeda-beda muncul. Beberapa nama menjulang karena dianggap sebagai merek dagang impor. Karena laris, kaos berkerah itu sering kali jadi bahan pembajakan merek. Salah satu yang mengalami kejadian itu adalah baju bermerek Hammer.
Merek yang ternyata asli Indonesia itu adalah hasil kreasi pria kalem bernama Eddy Hartono. Di tangannya, saat merek yang lain mulai tenggelam, Hammer justru terus berkibar dan bahkan melakukan diversifikasi merek dengan memunculkan Nail. Bagaimana resep sukses pria yang juga menjadi Ketua Asosiasi Supplier Matahari Department Store itu?
"Saya senang membantu, siapapun saya bantu. Kompetitor juga saya bantu," sebutnya lugas, tanpa kesan dibuat-buat. Barangkali, pola pikir yang memandang pesaing justru sebagai kawan itulah yang meraih sukses sejati. Dan memang, dalam kesehariannya, tampak jika Eddy sangat memperhatikan semua orang, termasuk hal sepele seperti jatah pembalut bagi karyawatinya.
Tak heran, jika sebagian besar karyawannya selalu loyal pada Eddy. Maka, di tengah gempuran merek-merek asing yang terus bermunculan, Hammer mampu tetap eksis. Bahkan, karena prestasinya membesarkan Hammer, Presiden Direktur PT Warna
Mardika ini sempat menerima "Anugerah Produk AsliIndonesia - kategori Sandang" pada tahun 2008.
Mardika ini sempat menerima "Anugerah Produk Asli
Menurut putera kedua dari 6 bersaudara ini, sukses yang diperolehnya kini banyak dipengaruhi oleh mamanya. "Untuk mencukupi kebutuhan hidup keluarga, mama ikut mencari nafkah dengan berjualan di warung-warung desa, dengan menggunakan perahu." kisahnya menuturkan semangat sang mama yang jadi inspirasi hidup. "Mama saya sungguh luar biasa, ia bisa bikin macam-macam kue, dan berjualan sepanjang hari selama 20 jam lebih."
Eddy kecil memang terlahir dari keluarga sangat sederhana. Ia lahir dan dibesarkan di sebuah daerah terpencil di Kalimantan Barat. Masa kecil dilaluinya dengan penuh perjuangan. Untuk pergi ke sekolah saja, Eddy kecil mesti menempuh jarak yang cukup jauh. "Di daerah saya waktu itu belum ada sekolahan, makanya saya mesti sekolah di satu kabupaten yang harus melewati laut...." kenangnya.
Masa perjuangan itu rupanya mengkristal dalam prinsip hidup yang kini telah mengantarnya menggapai impian. Buah perjuangan masa kecil itu kemudian terpatri dalam semangat untuk mau bekerja keras dan bertekad kuat untuk sukses.
Selain itu, nilai wisdom sepertinya juga telah mendarah daging dalam sikap yang mengantarnya pada kesuksesan. Ia menuturkan, suatu ketika pabriknya yang dibangun di tahun 1987 dengan karyawan hingga 2000 orang, dua hari menjelang Natal tahun 1995 ludes terbakar! "Sebelum kebakaran itu, setiap kali melihat karyawan bubar dari pabrik, saya merasa sangat bahagia sekali, karena telah menghidupi begitu banyak orang. Pemikiran itulah yang membuat saya jadi semangat; saya harus sukses! Karena kalau tidak, kasihan semua karyawan. Prinsip saya kalau kita mikir orang (lain), pasti Tuhan akan mikir kita!"
Begitulah sosok Eddy yang berbisnis dengan hati. Selain itu, ada pula beberapa resep sukses yang menjadi landasan hidupnya. Landasan itu disebutnya sebagai: Eddy Hammer's Way.