Ketika Claire Brown yang menjadi eksekutif periklanan itu dipindahkan ke kantor perusahaannya di London, anak perempuannya Jane yang berumur 14 tahun sangat gembira. Tapi setelah beberapa minggu bersekolah di Inggris, kegairahan gadis Amerika ini berubah menjadi kesedihan. Ia melaporkan bahwa teman-teman sekolahnya tidak menyukai orang-orang Amerika. Mereka suka meniru-niru aksen New York-nya untuk mempermainkannya. Bahkan ia merasa guru-gurunya sekali pun memperlakukannya sebagai orang asing yang tidak diinginkan.
Mula-mula Claire menanggapi hal itu dengan sangat emosional, “Saya berpikir untuk pergi ke sekolah itu dan meminta mereka menghentikan tindakan kejam tersebut,” katanya ketika mengenang peristiwa itu. “Saya ngotot hendak mengirim Jane ke sekolah lain, atau memberikan pelajaran bercakap-cakap agar suaranya lebih beraksen Inggris. Tapi kemudian saya berpikir tentang bagaimana saya menangani persoalan semacam itu di perusahaan periklanan tempat saya bekerja. Bila kita memiliki sebuah produk yang bagus tapi juga memiliki kekurangan yang nyata – misalnya, obat kumur yang manjur, tapi rasanya tidak enak di mulut – kita sama-sekali tidak boleh menutup-nutupi kekurangan itu. Sebaliknya, kita justru harus melebihkannya, dan menyatakannya sebagai sesuatu yang istimewa. Dengan demikian, kita dapat mengubah hal yang minus menjadi plus.”
Lalu bagaimanakah prinsip ini dapat diterapkan pada persoalan yang dihadapi Jane?
“Ya,” kata Claire menjelaskan, “Di sini ada seorang anak asli Amerika. Ia mengenakan pakaian wol tebal khas Inggris dan berusaha untuk berbaur dengan anak-anak Inggris. Tentu saja hal ini tidak jalan. Cara untuk menarik perhatian anak-anak Inggris yang memusuhinya itu hanya dengan menjadi seamerika mungkin. Demikianlah, Jane mengenakan kembali pakaian seragam New York nya – rok jean, jaket denim dengan kancing-kancing baju dari batu permata imitasi., T-shirt dengan gambar katak dan tulisan KISS ME dari huruf-huruf berukuran enam inci. Kemudian anak perempuan itu pun menjadi tertarik karenanya. Bahkan Jane telah menjadi bagian dari kelompok mereka, hingga ketika anak-anak sekolahnya memanggilnya dengan sebutan Yank, maka sebutan itu sudah tidak lagi merupakan ejekan, tapi justru telah menjadi semacam salam penghormatan.”
Dalam perjalanan hidup ini, sebagian besar kita tentu sudah mengembangkan suatu cara tertentu dalam mengatasi berbagai kesulitan – baik dengan coba-coba, dengan analisis yang cermat, dengan intuisi, dsb. Namun tidak banyak dari kita yang mengetahui bahwa kini telah tersedia serangkaian teknik baku dalam memecahkan persoalan. Padahal rangkaian teknik semacam ini – seperti yang digunakan oleh ibu Jane – sebenarnya telah dikembangkan oleh para ahli ilmu jiwa dan para ahli manajemen, baik di bidang bisnis maupun industri. Apabila anda menguasai teknik-teknik ini maka dalam menghadapi persoalan, baik di rumah maupun di tempat kerja, maka nantinya anda pun dapat memecahkannya secara jauh lebih mudah.
Inilah enam teknik utama, diantara rangkaian treknik-teknik tersebutu.
Pembalikan. Edward de Bono, direktur Cognitive Research Trust di Cambridge, Inggris, melukiskan teknik ini dengan persoalan ambulans yang, ketika sedang meluncur cepat di jalanan pedesaan yang sempit, terhalang oleh kawanan domba itu, pastilah ambulans akan lamban jalannya, dan bahkan ada kemungkinan akan membahayakan kawanan domba. Dalam hal ini, anda dapat membalikkan persoalan. Bukannya ambulans yang harus melewati kawanan domba, tapi buatlah kawanan domba dan giringlah mereka sampai berada di belakang ambulans.
“Ya,” kata Claire menjelaskan, “Di sini ada seorang anak asli Amerika. Ia mengenakan pakaian wol tebal khas Inggris dan berusaha untuk berbaur dengan anak-anak Inggris. Tentu saja hal ini tidak jalan. Cara untuk menarik perhatian anak-anak Inggris yang memusuhinya itu hanya dengan menjadi seamerika mungkin. Demikianlah, Jane mengenakan kembali pakaian seragam New York nya – rok jean, jaket denim dengan kancing-kancing baju dari batu permata imitasi., T-shirt dengan gambar katak dan tulisan KISS ME dari huruf-huruf berukuran enam inci. Kemudian anak perempuan itu pun menjadi tertarik karenanya. Bahkan Jane telah menjadi bagian dari kelompok mereka, hingga ketika anak-anak sekolahnya memanggilnya dengan sebutan Yank, maka sebutan itu sudah tidak lagi merupakan ejekan, tapi justru telah menjadi semacam salam penghormatan.”
Dalam perjalanan hidup ini, sebagian besar kita tentu sudah mengembangkan suatu cara tertentu dalam mengatasi berbagai kesulitan – baik dengan coba-coba, dengan analisis yang cermat, dengan intuisi, dsb. Namun tidak banyak dari kita yang mengetahui bahwa kini telah tersedia serangkaian teknik baku dalam memecahkan persoalan. Padahal rangkaian teknik semacam ini – seperti yang digunakan oleh ibu Jane – sebenarnya telah dikembangkan oleh para ahli ilmu jiwa dan para ahli manajemen, baik di bidang bisnis maupun industri. Apabila anda menguasai teknik-teknik ini maka dalam menghadapi persoalan, baik di rumah maupun di tempat kerja, maka nantinya anda pun dapat memecahkannya secara jauh lebih mudah.
Inilah enam teknik utama, diantara rangkaian treknik-teknik tersebutu.
Pembalikan. Edward de Bono, direktur Cognitive Research Trust di Cambridge, Inggris, melukiskan teknik ini dengan persoalan ambulans yang, ketika sedang meluncur cepat di jalanan pedesaan yang sempit, terhalang oleh kawanan domba itu, pastilah ambulans akan lamban jalannya, dan bahkan ada kemungkinan akan membahayakan kawanan domba. Dalam hal ini, anda dapat membalikkan persoalan. Bukannya ambulans yang harus melewati kawanan domba, tapi buatlah kawanan domba dan giringlah mereka sampai berada di belakang ambulans.
Keuntungan pembalikan ini sebagai teknik pemecahan persoalan bahwa ia membebaskan anda dari cara-cara lama dalam memandang suatu persoalan. Contoh bagus dapat kita lihat pada kasus seorang salesman mobil bekas yang merasa muak pada pekerjaanya sendiri itu karena kadang-kadang ia harus menjual mobil-mobil yang meragukan kepada para pembeli yang bodoh. Ia ingin sekali keluar dari pekerjaan itu. Tetapi sayangnya, yang ia ketahui hanyalah masalah mobil saja. Demikianlah, ia kemudian menggunakan teknik pembalikan ini. Ia memulai usaha pelayanan mencari dan memeriksa mobil bekas. Dengan biaya yang tidak terlalu tinggi, ia membantu para calon pembeli untuk mencari mobil tersebut, baik pada saat sekarang maupun di saat yang akan datang, beserta perkiraan ongkos reparasinya. Ternyata usahanya itu sukses, hingga ia menjadi jauh lebih bahagia daripada ketika ia masih menjadi salesman.
Pendefinisian kembali. Pemecahan terhadap suatu persoalan kerap kali tergantung pada bagaimana ia dirumuskan. Apabila anda mendefinisikannya secara sempit (“Bagaimana caranya saya dapat mendesain sebuah perangkap tikus yang lebih baik?”), maka anda pun akan menemukan jawaban yang sempit dan terbatas. Tetapi apabila anda mendefinisikannya secara luas (“Bagaimana caranya saya dapat menghindarkan diri dari tikus?”), maka anda pun akan melihat kemungkinan yang lebih luas. Contoh lain, misalkan sebuah keluarga yang dapat mengemudi. Selama mereka mempersoalkan, “Bagaimana caranya kita membuat mobil ini sehingga dapat memenuhi kebutuhan kita tanpa menggunakan mobil ini sehingga dapat dipakai oleh setiap orang yang memrlukannya?” maka mereka pun pasti akan selalu berada dalam kesulitan. Oleh karena itu, yang mereka persoalkan seharusnya adalah, “Bagaimana caranya kita dapat memenuhi kebutuhan kita tanpa menggunakan mobil ini?” Ayah kemungkinan dapat ikut mobil teman-temannya secara bergantian, hingga tidak perlu memakai mobil sendiri setiap hari. Ibu kemungkinan dapat berbelanja hanya sekali seminggu. Anak-anak kemungkinan dapat menggunakan sepeda. Kelompok Belajar Bahasa Prancis kemungkinan dapat diselenggarakan di rumah keluarga sekali-sekali, dan bukannya di sekolah.
Perencanaan hasil. Teknik ini, yang diciptakan oleh Center of Constructive Change (CCC) di Durham, N. H., didasarkan pada keyakinan bahwa apa yang nampaknya seperti sebuah persoalan itu dalam kenyataannya akan dapat terpecahkan sendiri apabila, alih-alih memandang pribadi dan cara, anda lebih dahulu merencanakan hasil yang diharapkan dan kemudian barulah mengerjakan pelaksanaannya,. Dalam hal ini, jawaban CCC untuk, “Bagaiamana caranya suami istri dapat sepakat tentang apa-apa yang harus dilakukan dengan uang pengembalian pajak pendapatan mereka?” bukanlah dimulai dengan keinginan suami untuk memiliki sebuah gergaji mesin, impian istri untuk pergi berlibur, atau serangkaian tuntutan dari anak-anak untuk mendapatkan sebuah pesawat stereo yang baru. Tetapi sebagai gantinya, yang dipersoalkan haruslah: “Apakah yang diinginkan oleh keluarga ini lima atau sepuluh tahun mendatang? Tindakan apakah harus diambil minggu ini, atau bulan depan, atau tahun yang akan datang, untuk mencapai hasil yang diinginkan tersebut?”
Apabila semua anggota keluarga sepakat, setelah melalui musyawarah, bahwa akhirnya mereka menginginkan suatu kehidupan yang memungkinkan setiap anggota keluarga bebas mengembangkan dan menikmati bakat mereka masing-masing, maka uang pengembalian pajak penghasilan tersebut kemungkinan yang paling baik justru digunakan untuk membeli sebuah cello untuk anak yang berbakat musik, atau kemungkinan disisihkan untuk membantu ibu melanjutkan kuliah. Atau, apabila keluarga itu sangat menginginkan sebuah pasanggrahan di luar kota, maka uang tersebut dapat saja disimpan di bank untuk membayar uang muka pembelian tanahnya. Begitu tujuan telah ditetapkan bersama, maka persoalan sudah berada dalam proses pemecahan.
Mengubah kebiasaan. Seorang wanita muda yang suaminya bekerja di pabrik elektronik merasa sudah tidak tahan lagi ketika suaminya dipindahkan ke shift kerja dari jam 4 petang sampai tengah malam, hingga setiap hari anak-anaknya hampir-hampir tidak pernah melihat ayahnya. Kemudian ia bertanya kepada dirinya sendiri, “Siapa bilang bahwa makan bersama hanya dapat dilakukan pada saat makan malam saja?” Demikianlah selanjutnya ia mengubah kebiasaannya dalam menyusun kembali jadwal, hingga seluruh anggota keluarga dapat makan bersama dengan hidangan istimewa setiap sarapan pagi. (“Kalau orang-orang dapat makan daging atau sosis untuk sarapan pagi,” katanya dengan bersungguh-sungguh, “mengapa pula kita makan hamburger?”). Kebiasaan yang baru ini ternyata dapat mengurangi acara masaknya, dapat memberikan kesempatan kepada anak-anak untuk berada bersama dengan ayahnya, dan dapat melepas pergi seluruh anggota keluarga dalam keadaan perut terisi di pagi hari.
Menggali ide. Dengan teknik pemecahan persoalan kelompok yang terkenal ini, anda cukup mengumpulkan seluruh anggota keluarga, atau seluruh anggota kelompok apapun itu, untuk mendengar apa yang menjadi persoalan, dan kemudian setiap orang diminta untuk menyampaikan ide apapun yang mereka milki guna memcahkan persoalan tsb. Untuk itu ada empat aturan permainan : 1) Kecaman atau penilaian apapun tidak boleh diungkapkan dalam sidang ini. Komentar seperti, “Hal itu lucu” dan sebagainya hanyalah akan mengurangi kegairahan, hingga masing-masing pihak malahan akan cenderung untuk mempertahankan pendapatnya sendiri dan bukannya menghasilkan ide yang baru. 2) Para peserta sidang harus didorong mengemukakan ide-ide segila mungkin. Oleh karena lebih mudah melembutkan ide daripada mencari ide. 3) Tekanan yang diberikan haruslah pada jumlah ide yang dikemukakan, dan bukan pada mutunya. Makin banyak ide yang dikemukakan berarti akan makin besar pula kemungkinan untuk munculnya ide-ide yang baik. 4) Para peserta sidang harus didesak untuk saling menyempurnakan atau saling mengubah ide daripada peserta lainnya. Ide gila-gilaan dari seorang anak berumur tujuh tahun kemungkinan dapat mengandung benih pemecahan praktis yang cemerlang.
Misalnya, berikut ini adalah ide yang didapatkan oleh sebuah keluarga tentang bagaimana cara mengurangi biaya makan setelah melalui sidang selama sepuluh menit: Hapus saja makanan untuk pencuci mulut itu.
oleh : Fredelle Maynard