Orang kanan tidak suka berdebat. Karena pola pikirnya other centric, mencari pola, dan mencari kesamaan. Orang kiri, sebaliknya, keranjingan berdebat. Maklum saja, pola pikirnya self-centric. Sebab itulah, saya lebih suka dianggap salah, kalah, atau bodoh sekalipun, daripada berdebat. Menurut saya, “Lebih baik adu manfaat daripada adu debat.”
Lagi pula, guru saya berpesan, “Mereka yang suka berteriak-teriak itu (maksudnya, suka berdebat) lazimnya belum bisa berbuat apa-apa. Bisanya cuma teriak-teriak saja. Bisanya cuma memutarbalikkan kata-kata saja.” Kalau sudah kepepet, si pendebat malah ‘menyerang’ si individu, bukan pesannya. Tentu saja, dibungkus dengan dalih ‘kritik yang membangun’ dan ‘mengingatkan dalam kebenaran.’
Nah, ini menurut temen saya, Kang Zen:
- Pemain bergerak, penonton cuma bisa berteriak
- Pemain memberi contoh, penonton mencemooh
- Pemain beraksi, penonton mencaci
- Pemain menjalankan taktik, penonton mengkritik
- Pemain menciptakan sejarah, penonton menyebarkan fitnah
Akhirnya, sampaikan apa yang perlu disampaikan. Beri nasihat. Beri input. Tapi tidak perlu berdebat-debat, apalagi sampai memaksakan pendapat. Gimana menurut Anda? Hm?
Oleh : D. Agus Goenawan