Orangtuanya sebenarnya menginginkan anaknya sukses menempuh pendidikan hingga meraih gelar doktor. Namun Tony Hsieh malah "terjerumus" ke dunia internet.
Tony Hsieh, kelahiran 12 Desember 1973, adalah lulusan Harvard University bidang Computer Science tahun 1995.
Ia bukannya melanjutkan studi seperti harapan orangtuanya, tetapi memilih bekerja di Oracle, perusahaan software terbesar di dunia. Sayangnya, lima bulan setelah bekerja ia memutuskan keluar karena merasa tak cocok dengan suasana kerjanya.
Ia bukannya melanjutkan studi seperti harapan orangtuanya, tetapi memilih bekerja di Oracle, perusahaan software terbesar di dunia. Sayangnya, lima bulan setelah bekerja ia memutuskan keluar karena merasa tak cocok dengan suasana kerjanya.
Alih-alih mencari pekerjaan baru, Hsieh malah membuat website bertukar iklan banner bernama LinkExhange yang ia luncurkan pada Maret 1996. Ternyata sambutannya luar biasa. Dalam waktu tiga bulan jumlah partisipan sudah mencakup 20.000 peserta. Tahun 1998 website itu sudah memiliki 400.000 member dengan jumlah iklan banner sebanyak 5 juta.
Microsoft melihat perkembangan website itu dan kemudian merayu Hsieh untuk menjual LinkExchange kapadanya. LinkExchange pun dijual ke Microsoft senilai US$265 juta pada November 1998. Nilai akuisisi ini menggegerkan dunia dan nama Hsieh pun langsung melambung sebagai salah satu entrepreneur dot com yang sukses. Padahal saat itu usianya masih muda, 24 tahun.
Uang hasil penjualan website itu ia gunakan untuk mendirikan perusahaan modal ventura yang diberi nama Venture Frogs. Melalui perusahaan ini Hsieh menawarkan investasi pada pengusaha muda pemula (start-up) untuk mengembangkan usahanya. Sejumlah ide pun masuk ke meja kerjanya, termasuk salah satunya datang dari pemuda belia bernama Nick Swinmurn.
Proposal Swinmurn sebenarnya hampir diabaikannya. Saat itu pemuda kelahiran Inggris ini mengajukan proposal membuat toko online khusus sepatu dengan nama ShoeSite.com. Ide itu tak menarik hati Hsieh. "Mana mungkin orang mau membeli sepatu tanpa melihat wujud nyatanya," pikir Hsieh saat itu.
Namun ketika ia mendengar pasar ritel sepatu di Amerika Serikat mencapai US$40 miliar, ia pun terkaget. Akhirnya ia mau berinvestasi di bisnis Swinmurn namun nama ShoeSite.com diubah menjadi Zappos.com. Zappos diluncurkan pada tahun 1999 sebagai website khusus penjual sepatu. Saat itu Hsieh hanya bertindak sebagai investor, tak mau ikut dalam manajemen. Namun karena terbayang-bayang pasar yang besar, dua bulan kemudian ia memutuskan untuk ikut mengelola dan posisinya menjadi CEO. Setelah ditanganinya, Zappos menunjukkan perkembangan luar biasa. Setahun sejak pendiriannya pendapatannya mencapai US$1,6 juta.
Dengan kerja keras dan prinsip mengutamakan pelayanan pada konsumen bisnis Zappos terus meningkat. Pada tahun 2009 pendapatannya sudah mencapai US$1 miliar. Saat itulah, raksasa penjualan ritel online Amazon tertarik untuk membeli Zappos. Melalui negosiasi sengit, akhirnya Hsieh dan Swinmurn melepas Zappos ke Amazon dengan nilai akuisisi sebesar US$1,2 miliar atau sekitar Rp10,8 triliun. Meski begitu Hsieh masih dipertahankan sebagai CEO Zappos.
"Kami bertanya pada diri kami sendiri mau diapakan perusahaan ini (Zappos). Kami tak mau sekadar menjual sepatu. Kami ingin melayani pelanggan," tuturnya. Itulah kunci sukses Zappos: melayani konsumen/pelanggan. Ini mungkin kredo lama, namun terbukti tak banyak yang berhasil karena melayani konsumen/pelanggan ternyata bukan perkara gampang. Perlu komitmen, integritas, dan kerja keras.
Sumber : andriewongso.com