Jika terjadi sesuatu pada anak – anak kita, maka
kitalah yang bertanggungjawab atasnya. Banyak sekali cerita anak – anak yang
tumbuh melenceng dari apa yang kita harapkan. Bahkan ada orangtua yang tidak
tahu sama sekali perkembangan anaknya sudah sampai sejauh mana dengan alas an
terlalu sibuk bekerja untuk keluarga.
Ilustrasi di bawah ini mungkin bisa memberikan
pencerahan kepada kita sebagai orangtua, bahwa menyediakan sedikit waktu untuk
berkomunikasi dan memberikan perhatian akan memberikan rasa bahagia bagi kedua
belah pihak.
Dikisahkan ada seorang anak remaja berusia 18
tahunan. Kedua orangtuanya sibuk bekerja sehingga mereka jarang bertemu. Anak
itu punya banyak sekali kegiatan seperti menjadi anggota OSIS, masuk tim basket
dan sepakbola, sampai bergabung dalam sebuah band.
Suatu hari sepulang latihan basket, anak itu mengalami
kecelakaan. Motornya terpeleset, badannya terpental dan membentur trotoar.
Walau begitu baik motor dan tubuh anak itu tidak mengalami kerusakan yang
berarti. Anak itu hanya mengalami luka memar saja. Saat pulang ke rumah sang
Ibu menanyakan kondisinya yang tidak biasanya. Anak itu hanya menjawab tidak
apa – apa. Namun sebagai seorang Ibu secara naluriah beliau langsung mengambil
obat oles dan mengobati luka memar anaknya. Tiga bulan setelah kecelakaan itu
sang Ibu sering melihat anaknya meringis kesakitan diselingi demam. Kalau
ditanyai sang Ibu, jawabnya selalu sama – ‘ngga apa – apa kok Bu, paling cuma
masuk angin karena kecapean. Minum obat warung juga sembuh kok’.
Suatu hari sang Ayah melihat anaknya itu terduduk
lesu. Diperhatikannya secara seksama sekujur tubuh anaknya, maka terlihatlah
warna kuning di semua kulitnya dan suhu tubuhnya pun meninggi. Tak perlu
menunggu lama maka dibawalah anak itu ke rumah sakit. Pihak rumah sakit
mendiagnosa anak itu terkena penyakit liver diiringi dengan membesarnya ginjal
dan penyebaran sel kanker stadium akhir. Mendengar hal itu kedua orangtua anak
itupun mengupayakan pengobatan ke luar negeri. Namun rupanya memang sudah tidak
ada harapan bagi anak itu.
Di saat - saat terakhir hidupnya, anak itu meminta
maaf kepada kedua orangtuanya yang sedang bersedih. Anak itu merasa di hidupnya
yang singkat ini ternyata hanya mendatangkan kesedihan saja. Anak itu merasa
belum sempat berbakti pada kedua orangtuanya, karenanya anak itu meminta kedua
orangtuanya mendoakannya agar segala dosanya diampuni Tuhan.
Anak itu pun pergi meninggalkan kedua orangtuanya
dan mereka pun harus mengikhlaskan kepergian putra mereka. Ada penyesalan
mendalam dengan kepergian anaknya itu. Seandainya dulu mereka dapat
berkomunikasi dengan baik, menyediakan waktu untuk anak mereka dan membangun
kebersamaan maka penyakit anak itu pasti akan diketahui sejak dini sehingga
bisa diupayakan pengobatan lebih awal.
Sebagai orangtua terkadang kita memang diperbudak
pekerjaan. Padahal anak – anak kita lebih memerlukan kita. Kurangnya perhatian
membuat anak mencari pelarian ke hal – hal lain seperti narkoba, pergaulan
bebas, main game tak terbatas hingga banyak kasus lain yang seharusnya bisa
dicegah.
Maka itu bagaimanapun sibuknya, kita harus bisa
menyediakan waktu bersama – sama dengan anak kita dan memelihara komunikasi
antar anggota keluarga dengan efektif. Dengan perhatian dan komunikasi
secukupnya kita mampu membangun dan memelihara keluarga penuh sukacita dan
berbahagia.
Sumber :
ceritadanwarta.com