Mencetak Uang sebanyak-banyaknya untuk membayar hutang, ternyata tak semudah itu. PERURI ( Percetakan uang RI ) tidak bisa sembarang mencetak uang, harus ada jaminan emas agar tidak terjadi inflansi. Bagaimana sejarahnya?
Uang yang kita kenal telah mengalami perjalanan panjang menuju bentuknya sekarang. Pada mulanya, masyarakat belum mengenal pertukaran karena setiap orang berusaha memenuhi semua kebutuhannya sendiri. Manusia berburu atau mencari buah-buahan untuk konsumsi jika lapar, membuat pakaiannya sendiri dari bahan yang sederhana. Singkatnya, apa yang diperoleh itulah yang dimanfaatkan.
Kenyataannya barang yang diperoleh ternyata tidak dapat memenuhi semua kebutuhan. Maka untuk memperoleh barang yang tidak dapat diperoleh sendiri, dilakukan proses barter, menukar barang dengan barang. Namun cara ini memilki keterbatasan. Misalnya saja, kesulitan untuk menemukan orang yang memiliki barang yang diinginkan dan mau menukarkan barang yang dimilikinya. Juga kesulitan untuk memperoleh barang yang dapat dipertukarkan satu sama lainnya dengan nilai pertukaran yang seimbang atau hampir sama nilainya.
Untuk mengatasinya, mulailah timbul pikiran-pikiran untuk menggunakan benda-benda tertentu untuk digunakan sebagai alat ukur. Benda-benda yang ditetapkan awalnya yang dapat diterima oleh umum atau yang memiliki nilai yang tinggi. Atau benda yang merupakan kebutuhan primer. Misalnya, garam yang oleh orang Romawi digunakan sebagai alat ukur atau alat pembayaran upah. Pengaruh orang Romawi tersebut masih terlihat sampai sekarang. Orang Inggris menyebut upah sebagai salary yang berasal dari bahasa Altin salarium yang artinya garam.
Lalu mulai dikenal uang logam yang berbahan dasar emas dan perak. Namun timbul kesulitan ketika perkembangan tukar-menuka yang harus dilayani dengan uang logam bertambah sementara jumlah logam mulia emas dan perak sangat terbatas. Penggunaan uang logam juga sulit dilakukan untuk transakasi dalam jumlah besar sehingga diciptakanlah uang kertas. Pada perkembangan selanjutnya, masyarakat tidak lagi menggunakan emas secara langsung sebagai alat pertukaran. Sebagai gantinya, mereka menjadikan kertas bukti tersebut sebagai alat tukar.
Jadi Rupiah yang beredar saat ini bukanlah semata-mata kertas atau logam yang dibentuk menjadi mata uang. Rupiah juga memerlukan jaminan yang riil. Jadi untuk setiap rupiah yang resmi beredar ada sejumlah barang berharga yang biasanya emas sebagai bentuk riilnya, yang di simpan oleh Bank Indonesia (BI). Jumlah uang yuang beredar dalam masyarakat berubah-ubah dari waktu ke waktu. Perubahan tersebut dipengaruhi oleh faktor-faktor Tingkat Pertumbahan Ekonomi, Tingkat Pengeluaran Pemerintah, Tingkat Kredit, Jumlah Uang Baru, Kecepatan Peredaran Uang, Pembelian Obligasi Pemerintah oleh Bank Indonesia, Tingkat Suku Bunga, Jumlah Cadangan Minimum, Kebijaksanaan Pemerintah, Tingkat Harga Barang hingga Pendapatan Masyarakat.
Rasio antara uang yang dicetak dan jumlah uang yang beredar adalah salah satu cara menentukan nilai suatu uang. Oleh karena itu bila uang yang beredar ditambah tapi jaminannya tidak ditambah maka nilai uang akan turun atau inflasi. Inilah sebab mengapa ada peraturan mengenai pencetakan uang. Tidak sembarangan mencetak jumlah uang.
Sumber : Elshita Edisi 6 / Juli 2010