Di tengah-tengah perhitungan ekonomi yang sangat mengedepankan angka, dunia ini semakin ramai dihuni orang-orang "gendeng" yang keluar dari matematika atau financial economy.
Cara pandang mereka kadang sulit dipahami secara akademis,namun di tangan mereka itulah perubahan menjadi kenyataan. Di Blue Bird misalnya, kalau hitung-hitungan rasio keuangan dipakai,hampir pasti mereka tidak jadi memasang alat GPS pada setiap mobil taksi yang mereka operasikan. Selain harganya sangat mahal, logika kita selalu mengatakan lebih baik tunda dulu sampai harganya turun. Tetapi mereka tidak menghiraukan logika itu dan memilih "hidup" di masa depan ketimbang hidup enak pada hari ini.
Di Indofood, Franky Welirang berkeputusan memasuki negaranegara yang sedang terlibat konflik, meski investor-investor lain menghindarinya. "Kami belajar dari negeri sendiri yang kata orang harus dihindari saat reformasi, ternyata tidak ada masalah. Malah bagus," ujarnya.
Entrepreneurial Mindset
Blue Bird kini berada di deretan paling depan dengan 17.000 armada taksi. Indofood kini beroperasi di 143 negara dengan omzet kurang lebih Rp40 triliun. Sementara itu negeri ini masih harus ribut untuk membangun jembatan Selat Sunda yang akan menelan biaya Rp117 triliun. Di mata orang-orang "gendeng", biaya Rp117 triliun bukanlah constraint, tetapi di mata para pemikir birokratis, rupiah sebesar itu terlalu besar. It is a constraint rather than an opportunity.
Dengan anggaran Rp117 triliun mereka melihat potensi besar yang tidak tampak dalam perhitungan ekonomi dengan basis hari ini.Tetapi di mata orang-orang biasa, Rp117 triliun itu terlalu mahal,lebih baik dipakai untuk ratusan kegiatan biasa, yang kecil-kecil, asalkan banyak.
Orang-orang "gendeng" itu memang sulit dipahami karena mereka melihat peluang jauh ke depan. Dan Anda sulit melihatnya. Income stream itu begitu indah di depan, asalkan ia besar, spektakuler, dan attractive. Sebaliknya, yang lain melihat cost stream-nya terlalu besar dan menyesakkan dada. Orang-orang "gendeng" yang saya sebut tadi bukannya tidak berhitung atau mengalkulasi risiko.
Mereka sangat berhitung.Tetapi risiko bagi mereka bukanlah sesuatu yang harus dihindari, melainkan dapat dijinakkan. Caranya bermacam-macam. Dengan uang hanya sebesar Rp5 triliun mereka bisa membangun jembatan senilai Rp117 triliun, lalu menjualnya seharga Rp200 triliun setelah jembatannya jadi, dan potensi ekonomi di sekitarnya dipoles dan dikembangkan.
Itulah sebabnya mereka disebut street smart,atau smart investor. Mereka mempunyai entrepreneurial mindset yang tajam mengendus peluang dan merealisasikannya. Mereka punya kesabaran menunggu sampai saat itu tiba,dan mengambil aksi-aksi strategis. Semua yang mereka bangun disusun bertahap, dari bawah ke atas.Mereka kawal dengan penuh kesungguhan.
Bold Marketing
Marketing yang dibangun orang-orang "gendeng" ini saya sebut bold marketing seperti huruf hitam yang tampak menonjol pada keyboard komputer Anda.Ya, bold, bukan italic (i). Huruf-huruf bold tampil menonjol dan seperti itu pulalah produk dan promosi yang mereka buat. Dari produknya yang dibangun saja kita segera melihat sesuatu yang spektakuler, menonjol, dan berbeda.
Bukan asal jadi, sekadar ada. Mereka mengajak Anda melompat ke sebuah peradaban baru seperti menyaksikan sesuatu yang tiba-tiba besar di depan mata. Anda pun terkejut. Dari keterkejutan itu sebuah peristiwa promosi yang bersifat volunteer (sukarela) mengalir penuh kekaguman. Bold marketing tidak memerlukan iklan, tetapi produknya sudah sarat dengan muatan-muatan promosi yang bergerak secara otomatis. Saya kira bold marketingbukanlah sesuatu yang baru dalam peradaban manusia, sebab itulah yang dilakukan tokoh-tokoh sejarah dalam membesarkan kejayaan kerajaannya.
Itulah yang berada di belakang munculnya Coliseum (Roma), Menara Gyza, Rockefeller Center, Gedung Opera Sidney, Menara CNN, dan tentu saja Candi Borobudur. Teknik-teknik bold marketing belakangan marak dipakai dalam bisnis properti, entertainment (termasuk industri film), automotif, pendidikan, sampai pariwisata. Semua itu dibuat bukan dengan memenuhi keinginan pasar seperti layaknya traditional marketing, melainkan mereka mendikte pasar.Mereka bukan "memenuhi" selera pasar, melainkan menciptakan gap. Pepatah lama mengatakan, "Orang-orang biasa akan mengambil langkah biasa.Hanya orangorang luar biasa yang berani mengambil langkah besar, langkah bold."
Orang-orang luar biasa itu adalah orang-orang "gendeng" yang berpikir terbalik. Orang-orang "gendeng" itu dalam terminologi bisnis kita sebut entrepreneur atau intrapreneur. Mereka bukan karyawan biasa yang mencari ketenangan hidup, posisi jabatan atau fasilitas perusahaan. Yang mereka cari adalah kenikmatan berkarya. Mereka inilah yang menciptakan dunia baru. (*)
Rhenald Kasali
Ketua Program MM UI
Sumber : okezone.com
Cara pandang mereka kadang sulit dipahami secara akademis,namun di tangan mereka itulah perubahan menjadi kenyataan. Di Blue Bird misalnya, kalau hitung-hitungan rasio keuangan dipakai,hampir pasti mereka tidak jadi memasang alat GPS pada setiap mobil taksi yang mereka operasikan. Selain harganya sangat mahal, logika kita selalu mengatakan lebih baik tunda dulu sampai harganya turun. Tetapi mereka tidak menghiraukan logika itu dan memilih "hidup" di masa depan ketimbang hidup enak pada hari ini.
Di Indofood, Franky Welirang berkeputusan memasuki negaranegara yang sedang terlibat konflik, meski investor-investor lain menghindarinya. "Kami belajar dari negeri sendiri yang kata orang harus dihindari saat reformasi, ternyata tidak ada masalah. Malah bagus," ujarnya.
Entrepreneurial Mindset
Blue Bird kini berada di deretan paling depan dengan 17.000 armada taksi. Indofood kini beroperasi di 143 negara dengan omzet kurang lebih Rp40 triliun. Sementara itu negeri ini masih harus ribut untuk membangun jembatan Selat Sunda yang akan menelan biaya Rp117 triliun. Di mata orang-orang "gendeng", biaya Rp117 triliun bukanlah constraint, tetapi di mata para pemikir birokratis, rupiah sebesar itu terlalu besar. It is a constraint rather than an opportunity.
Dengan anggaran Rp117 triliun mereka melihat potensi besar yang tidak tampak dalam perhitungan ekonomi dengan basis hari ini.Tetapi di mata orang-orang biasa, Rp117 triliun itu terlalu mahal,lebih baik dipakai untuk ratusan kegiatan biasa, yang kecil-kecil, asalkan banyak.
Orang-orang "gendeng" itu memang sulit dipahami karena mereka melihat peluang jauh ke depan. Dan Anda sulit melihatnya. Income stream itu begitu indah di depan, asalkan ia besar, spektakuler, dan attractive. Sebaliknya, yang lain melihat cost stream-nya terlalu besar dan menyesakkan dada. Orang-orang "gendeng" yang saya sebut tadi bukannya tidak berhitung atau mengalkulasi risiko.
Mereka sangat berhitung.Tetapi risiko bagi mereka bukanlah sesuatu yang harus dihindari, melainkan dapat dijinakkan. Caranya bermacam-macam. Dengan uang hanya sebesar Rp5 triliun mereka bisa membangun jembatan senilai Rp117 triliun, lalu menjualnya seharga Rp200 triliun setelah jembatannya jadi, dan potensi ekonomi di sekitarnya dipoles dan dikembangkan.
Itulah sebabnya mereka disebut street smart,atau smart investor. Mereka mempunyai entrepreneurial mindset yang tajam mengendus peluang dan merealisasikannya. Mereka punya kesabaran menunggu sampai saat itu tiba,dan mengambil aksi-aksi strategis. Semua yang mereka bangun disusun bertahap, dari bawah ke atas.Mereka kawal dengan penuh kesungguhan.
Bold Marketing
Marketing yang dibangun orang-orang "gendeng" ini saya sebut bold marketing seperti huruf hitam yang tampak menonjol pada keyboard komputer Anda.Ya, bold, bukan italic (i). Huruf-huruf bold tampil menonjol dan seperti itu pulalah produk dan promosi yang mereka buat. Dari produknya yang dibangun saja kita segera melihat sesuatu yang spektakuler, menonjol, dan berbeda.
Bukan asal jadi, sekadar ada. Mereka mengajak Anda melompat ke sebuah peradaban baru seperti menyaksikan sesuatu yang tiba-tiba besar di depan mata. Anda pun terkejut. Dari keterkejutan itu sebuah peristiwa promosi yang bersifat volunteer (sukarela) mengalir penuh kekaguman. Bold marketing tidak memerlukan iklan, tetapi produknya sudah sarat dengan muatan-muatan promosi yang bergerak secara otomatis. Saya kira bold marketingbukanlah sesuatu yang baru dalam peradaban manusia, sebab itulah yang dilakukan tokoh-tokoh sejarah dalam membesarkan kejayaan kerajaannya.
Itulah yang berada di belakang munculnya Coliseum (Roma), Menara Gyza, Rockefeller Center, Gedung Opera Sidney, Menara CNN, dan tentu saja Candi Borobudur. Teknik-teknik bold marketing belakangan marak dipakai dalam bisnis properti, entertainment (termasuk industri film), automotif, pendidikan, sampai pariwisata. Semua itu dibuat bukan dengan memenuhi keinginan pasar seperti layaknya traditional marketing, melainkan mereka mendikte pasar.Mereka bukan "memenuhi" selera pasar, melainkan menciptakan gap. Pepatah lama mengatakan, "Orang-orang biasa akan mengambil langkah biasa.Hanya orangorang luar biasa yang berani mengambil langkah besar, langkah bold."
Orang-orang luar biasa itu adalah orang-orang "gendeng" yang berpikir terbalik. Orang-orang "gendeng" itu dalam terminologi bisnis kita sebut entrepreneur atau intrapreneur. Mereka bukan karyawan biasa yang mencari ketenangan hidup, posisi jabatan atau fasilitas perusahaan. Yang mereka cari adalah kenikmatan berkarya. Mereka inilah yang menciptakan dunia baru. (*)
Rhenald Kasali
Ketua Program MM UI
Sumber : okezone.com