Perlukah kita mengajarkan pada anak tentang nilai uang? Mungkin banyak yang bilang nggak perlu, karena, toh, masih kecil. Tetapi sebetulnya, sejak kecil pun anak sudah harus diajari tentang nilai uang. Dengan begitu, kelak ia akan bisa menghargai usaha keras yang harus dilakukan untuk mendapatkan uang, sekaligus mengatur keuangan.
Sudah menjadi kewajiban orang tua untuk mengajarkan masalah uang kepada anak-anaknya. Tetapi, kenyataan yang terjadi selama ini adalah, banyak orang tua yang tidak menganggap masalah uang sebagai sesuatu yang cukup penting untuk diajarkan kepada anak secara khusus. Contohnya, seorang anak usia 6 sampai 9 tahun bertanya pada orangtuanya tentang apa yang mereka lakukan sehingga bisa mendapatkan uang setiap bulannya, atau "Darimana, sih, Papa dan Mama dapat uang, kok, aku bisa dapat uang saku setiap hari?." Apa jawaban orangtua? "Kamu nggak perlu tahu urusan orangtua. Pokoknya, kamu harus rajin belajar."
Nah, jawaban seperti ini tentu tak baik dan harus dihindari. Pasalnya, anak akan berpikir bahwa selama ini orangtuanya selalu mendapatkan uang dengan mudah dan tanpa bekerja. Dengan begitu, ia akan selalu minta uang kepada orangtua tanpa memikirkan bagaimana orangtuanya bersusah payah dan bekerja keras untuk bisa mendapatkan uang. Akibatnya jelas, anak tidak akan menghargai nilai uang, karena ia menganggap orang tuanya adalah sebuah pohon uang, sehingga 'buah' di pohon itu (yang berupa uang) bisa dipetik setiap saat.
KENALKAN DENGAN UANG
KENALKAN DENGAN UANG
Jadi, jangan sepelekan masalah satu ini. Kini, saatnya Anda mengajarkan nilai uang kepada buah hati Anda. Bagaimana memulainya? Mudah sekali. Pertama-tama, kenalkan anak dengan uang. Ketika Anda memanggil seorang tukang jualan di depan rumah, berikan uang pembayarannya kepada anak dan suruh dia yang membayar tukang jualan itu. Di supermarket atau restoran, Anda bisa meminta si kecil membayarkan uang belanjaan kepada kasir. Tentu saja semua itu harus tetap dalam pengawasan Anda. Semakin besar nilai uang yang Anda titipkan, semakin ketat pula pengawasan yang harus Anda lakukan.
Efek yang timbul disini adalah bahwa anak mulai dibiasakan untuk memegang uang, dan ia sudah mulai menganggap bahwa uang yang dia pegang itu memiliki 'nilai'. Ini karena ia melihat di depan matanya sendiri bahwa uang yang dia pegang dipakai untuk membayar sesuatu.
Pertanyaan berikutnya, kapan waktu terbaik memperkenalkan si kecil dengan uang? Waktu yang paling tepat sebetulnya adalah ketika ia berusia 3-5 tahun. Ini karena ia sudah mulai bersekolah, terutama pada usia 4 tahun.
Nah, ketika anak mulai terbiasa memegang uang, tiba waktunya bagi Anda untuk mengajarkan tentang besar kecilnya nilai uang. Tidak perlu semuanya. Mungkin bisa dimulai dari uang seratus sampai seribu rupiah. Lalu pelan-pelan kenalkan lima, sepuluh ribu, sampai duapuluh ribu rupiah. Disini, Anda juga sekaligus mengajarkan matematika secara sangat sederhana. Jadi, sebetulnya Anda mengajarkan dua hal, uang dan matematika sederhana.
Setelah itu, yang harus Anda lakukan adalah:
1. ATUR JUMLAH UANG SAKUNYA
1. ATUR JUMLAH UANG SAKUNYA
Ada saatnya dimana Anda akan memberikan uang saku kepada anak. Pemberian uang saku ini berbeda-beda, baik jumlah maupun kapan uang saku itu mulai diberikan untuk pertama kalinya. Bila anak selalu didampingi pengasuh, mungkin saja uang sakunya dipegang oleh sang pengasuh. Tetapi, pasti ada saatnya dimana anak akan lepas dari pengasuhnya, dan di situlah seharusnya ia sudah mulai memegang uang saku secara rutin. Jadi, waktu yang paling tepat untuk mulai memberikan uang saku adalah ketika anak sudah mulai ditinggal 'sendiri' di sekolahnya.
Dengan memberikan uang saku secara secara rutin ketika ia ditinggal sendiri di sekolah, mau tidak mau akan timbul perasaan mandiri pada diri anak. Artinya, si kecil akan bisa menentukan sendiri, apa yang akan dia beli dan apa yang tidak akan dia beli di sekolahnya pada hari itu. Bila anak masih duduk di bangku TK atau SD, frekuensi pemberian yang paling tepat adalah harian. Ini karena anak sekecil itu biasanya belum 'bisa' memegang uang dalam jumlah besar. Dengan memberikannya secara harian, ia akan berpikir bagaimana membelanjakan uang sakunya untuk hari itu saja.
Baru ketika anak sudah masuk ke jenjang SMP, Anda bisa mulai memberikan uang saku secara mingguan, kemudian bulanan ketika ia masuk SMU dan kuliah.
2. AJAK ANAK BEKERJA
2. AJAK ANAK BEKERJA
Perlu dibedakan bahwa bekerja tidak harus selalu dilakukan untuk mendapatkan uang. Ada pekerjaan-pekerjaan yang sebaiknya ia lakukan di rumah dimana ia tidak akan mendapatkan uang, seperti membantu mencuci piring atau menyapu lantai rumah. Tanamkan kepada dirinya bahwa bila ia tidak mencuci piring, maka ia tidak bisa makan lagi karena tidak ada lagi piring yang bersih. Atau bila ia tidak menyapu lantai, maka rumah yang ia tinggali akan kotor, dan seterusnya.
Tetapi, ada juga pekerjaan yang bisa dilakukan untuk mendapatkan uang. Anda bisa coba mengajak anak untuk mengumpulkan koran-koran bekas, dan menjualnya kepada tukang koran bekas yang lewat di depan rumah. Atau, Anda bisa ajak ia untuk mengumpulkan barang-barang rombengan dan menjualnya ke tukang loak.
Setelah itu, biarkan anak yang menerima uang hasil penjualan itu untuk menambah uang sakunya. Hanya perlu diingat, pekerjaan seperti ini harus dilakukan dengan bimbingan Anda. Artinya, anak akan melakukannya pertama-tama bila Anda mengajaknya terlebih dahulu. Maksud dari pelajaran seperti ini jelas, yakni di pikiran anak akan tertanam bahwa untuk bisa mendapatkan uang, seseorang harus bekerja.
Khusus untuk pekerjaan yang bisa mendatangkan uang, Anda harus memancingnya agar anak mau melakukannya. Caranya adalah dengan mengatur uang saku rutin yang Anda berikan. Tak usah terlalu besar, karena anak tidak akan lagi berpikir untuk coba menambah uang saku yang ia miliki. Tetapi juga jangan memberikan uang saku yang terlalu kecil, karena nanti anak akan terlalu banyak 'bekerja' dan bisa-bisa melupakan belajarnya.
3. AJAR ANAK MENABUNG
3. AJAR ANAK MENABUNG
Jangan lupa untuk mengajarkan anak menabung. Beritahu apa manfaatnya bila ia rutin menabung setiap hari. Dengan menabung, ia tidak akan boros dan kelak bisa memiliki banyak uang yang bisa dipakai untuk persediaan apabila diperlukan, atau dipakai untuk membeli sesuatu yang memang sudah lama ia idam-idamkan.
Bagaimana cara agar si kecil mau menabung? Belikan ia sebuah celengan. Kalau perlu, carikan celengan yang bentuknya menarik, agar bisa menarik perhatiannya setiap saat. Beritahukan padanya agar rajin memasukkan uang ke celengannya.
Sebagai contoh, beri anak uang saku sebesar Rp 1500 tiap hari. Jangan lebih. Dari sini, ajarkan ia agar selalu menyisakan uangnya setiap pulang sekolah sebesar - mungkin - Rp 100 per hari. Jadi, ia tidak akan berbelanja sebesar lebih dari Rp 1400 per hari. Lalu, apa yang terjadi bila anak hanya mengeluarkan uang Rp 1000 hari itu? Sisanya yang Rp 400 bisa ia pakai untuk menambah uang sakunya besok, atau ia tabungkan juga.
Tetapi, bagaimana kalau ia tidak bisa menabung juga? Mungkin saja uangnya selalu habis ia belanjakan hari itu. Bila demikian, maka cara yang paling ampuh adalah 'memaksa' anak untuk menabung. Caranya adalah 'memaksanya' menabung sebelum dia pergi ke sekolah, bukan setelah ia pulang sekolah dimana uangnya sudah habis ia belanjakan. Dengan begitu, bila uang sakunya Rp 1500 per hari, berikan satu uang kertas pecahan seribu dan lima koin pecahan seratus.
Nah, sebelum ia pergi ke sekolah, ingatkan dia, "Hari ini sudah nabung belum?" Maka, ia akan memasukkan pecahan Rp 100 ke dalam celengan itu sebelum pergi ke sekolah. Jadi, Anda sudah mengajarkan bahwa konsep menabung adalah bukan menjadi prioritas paling akhir (setelah dia pulang sekolah dimana uangnya mungkin sudah habis), tetapi menjadi prioritas yang pertama (sebelum ia pergi membelanjakan uang sakunya).
4. AJAK ANAK MEMBUAT ANGGARAN SEDERHANA
4. AJAK ANAK MEMBUAT ANGGARAN SEDERHANA
Jika anak sudah mulai bisa berhitung (melakukan fungsi matematika seperti penambahan atau pengurangan), maka Anda bisa mengajaknya untuk merencanakan jumlah pemasukan dan pengeluarannya. Beri tahu bahwa semua uang yang dia dapat, entah itu dari uang saku, pekerjaan, atau pemberian, harus selalu diatur dan direncanakan penggunaannya. Beri tahu bahwa dengan memiliki anggaran sederhana seperti itu, ia tidak akan kehabisan uang bila mau menjalankan anggaran yang sudah ia buat sendiri. Contoh anggaran sederhana untuk anak bisa Anda lihat di bawah ini:
Pemasukan:
Uang Saku : Rp 1500
Pekerjaan Sampingan : Rp 1000
Pemberian: -
Jumlah Pemasukan : Rp 2500
Uang Saku : Rp 1500
Pekerjaan Sampingan : Rp 1000
Pemberian: -
Jumlah Pemasukan : Rp 2500
Pengeluaran:
Setoran ke celengan : Rp 100
Jajan di sekolah : Rp 500
Transportasi : Rp 500
Lain-lain : Rp 500
Jumlah pengeluaran : Rp 1600
Setoran ke celengan : Rp 100
Jajan di sekolah : Rp 500
Transportasi : Rp 500
Lain-lain : Rp 500
Jumlah pengeluaran : Rp 1600
Sisa : Rp 900
Jangan lupa, beritahu anak bahwa sisa uang sebesar Rp 900 yang ia miliki, bisa ia gunakan untuk esok hari, atau ia tambahkan ke dalam celengannya.
5. AJAR ANAK MENYUMBANG DAN BERBUAT BAIK
5. AJAR ANAK MENYUMBANG DAN BERBUAT BAIK
Satu hal lagi yang harus Anda ajarkan pada anak adalah pentingnya menyumbang dan berbuat baik pada orang lain. Pelajaran ini pasti sudah ia dapatkan di sekolah, tetapi belum sering dipraktekkan dalam kehidupan sehari-harinya. Nah, bila ia mempraktekkannya secara rutin, maka kelak ia tidak akan menjadi individu yang egois dan hanya mengejar uang saja dalam hidupnya.
Bagaimana mempraktekkan hal ini? Coba ajarkan anak untuk melakukan hal-hal dibawah ini:
- Ajak anak untuk ikut bergotong royong di lingkungan Anda atau sekolahnya, jika lingkungan tempat Anda tinggal atau lingkungan sekolahnya mengadakan semacam kerja bakti. Juga, ajak anak untuk ikut menyumbangkan kue dan makanan pada acara-acara seperti itu.
- Anda sebaiknya tidak memonopoli sumbangan kue dan makanan tersebut, tetapi ajak anak untuk berpikir, kue atau makanan apa yang akan ia sumbangkan. Lalu, biarkan ia yang mengatur sendiri kue dan makanan tersebut. Atau, bila itu sebuah kerja gotong royong dalam lingkungan, ajak anak berpikir, tugas apa yang harus ia lakukan agar bisa ikut berpartisipasi dalam kerja gotong royong itu?
- Bila di lingkungan tersebut mengadakan acara pengumpulan dana, ajak anak untuk ikut menyumbang. Anda bisa saja memakai uang Anda terlebih dulu untuk kemudian ia setorkan ke situ. Tetapi lama kelamaan, coba lihat apakah anak mau menyisihkan sedikit dari apa yang ia miliki (dari uang sakunya, mungkin) untuk disumbangkan. Bila ia mau melakukannya, efeknya kelak saat ia besar akan sangat bagus.
- Ajak anak untuk menyumbangkan pakaian atau mainan yang sudah tidak dipakainya (tetapi masih baik) untuk disumbangkan ke anak-anak lain yang tidak seberuntung dia.
Nah, jika ini semua Anda lakukan, jangan heran jika kelak buah hati Anda akan tumbuh menjadi seorang yang pandai. Mencari dan mengatur keuangan, sekaligus menyisihkan sebagian uangnya untuk kebaikan.
Oleh: Safir Senduk
Dikutip dari Tabloid NOVA No. 655/XIII