blocknotinspire.blogspot.com berisi Kumpulan Business Ethics, Business Tips, Inspire Spirit, Leadership and Culture , Love and Life, Management HR, Motivasi Spirit, Smart Emotion, Success Story, Tips Keuangan, Tips Marketing dan Tips Sehat Semoga Bisa Menjadikan Anda lebih SUKSES dari hari kemarin.
Kunjungi Versi Mobile KLIK http://blocknotinspire.blogspot.com/?m=1 atau ( KLIK DISINI )

Asertif dalam Kerja

Assertive berasal dari bahasa Inggris, yang berarti tegas. Assertion= pernyataan yang tegas. Dalam kamus KBBI, tegas diartikan sebagai tentu dan pasti (tidak ragu-ragu lagi, tidak samar-samar lagi).
Di dunia kerja, kita menghadapi berbagai macam sifat manusia, yang harus dapat kita kelola. Tidak terkecuali, kita juga akan mengalami berbagai macam sifat atasan yang memimpin kita. Mengapa kita perlu bersikap assertive? Agar siapapun akan memahami sikap dan perilaku kita dengan jelas dan tanpa ragu-ragu. Sikap assertive ini tak hanya diperlukan kita sebagai bawahan, tetapi juga sebagai atasan perlu bersikap assertive agar anak buah tidak mengartikan hal yang lain.
Mengapa kita perlu bersikap assertive kepada setiap perintah atasan?

1. Atasan juga manusia
Atasan adalah manusia biasa, yang tak selalu ingat semua peraturan yang berlaku. Oleh karena itu adalah hal yang sangat wajar jika bawahan mengingatkan atasan, ada peraturan yang sudah tak berlaku, dan bahwa perintahnya tak dapat dilaksanakan karena akan melanggar peraturan yang ada. Yang perlu diingat, jangan hanya mengatakan “tidak” tapi berikan solusinya. Pelajari dulu apakah perintah tersebut masuk akal, apa tujuannya, dan jika memang tujuan untuk kepentingan perusahaan, maka sebagai bawahan kita wajib ikut mencari jalan keluar. Percayalah atasan akan sangat menghargai bawahan yang bersikap assertive, serta mencarikan jalan keluar atas permasalahan yang ada agar tetap sesuai peraturan yang berlaku.
2. Analisis apakah perintah atasan layak untuk dipatuhi
Sebagai pekerja di perusahaan, pisahkan; a) loyal kepada atasan, b) loyal kepada organisasi/perusahaan. Dalam hal menyikapi perintah atasan, maka perlu dipertimbangkan kedua hal tersebut. Kalau loyal pada atasan, padahal setiap saat atasan akan berganti, maka jika perintah atasan tidak sesuai kebijakan, hal ini akan jadi bumerang. Memang diperlukan kemampuan komunikasi yang baik, sehingga keberatan kita dapat dinyatakan secara halus namun tegas, sehingga tidak menyinggung perasaan atasan. Hal ini akan lebih mudah jika perintah atasan melalui disposisi (instruksi tertulis), karena bawahan mempunyai waktu untuk menyatakan pikiran dan analisisnya. Yang tetap diingat, adalah selalu mencari jalan keluarnya.
3. Pelajari sistem dan prosedur, peraturan yang berlaku, serta legalitas setiap perintah
Sebagai pekerja, kita wajib memahami setiap peraturan yang berlaku diperusahaan itu, maupun peraturan2 lain yang wajib ditaati sesuai undang-undang ataupun peraturan lain yang diterbitkan oleh pemerintah atau instansi yang berwenang.
4.Ada beberapa hal yang belum diatur secara khusus, namun secara bisnis layak dilakukan.
Secara umum diketahui, bahwa peraturan tentang hukum berjalan seperti deret hitung, sedangkan bisnis berjalan seperti deret ukur, sehingga sering tidak ketemu. Bagaimana dunia bisnis menyikapi hal ini? Padahal secara bisnis kegiatan layak dilakukan, karena menguntungkan perusahaan?
Sebagai contoh: pada tahun 1990 an, pemerintah belum menerbitkan peraturan tentang Commercial Paper (CP), namun karena kebutuhan bisnis banyak perusahaan yang menerbitkan CP dan meminta Bank untuk melakukan endorsement. Yang perlu diperhatikan adalah, bahwa jika bank telah meng endorse CP yang diterbitkan perusahaan (umumnya nasabah Bank tsb), artinya Bank telah ikut menyetujui dan menjamin, serta ikut bertanggung jawab sebesar nilai CP yang di endorse nya.
Bagaimana jalan keluarnya? Bank yang meng endorse CP perlu menambahkan aturan tertulis, apa-apa yang perlu diperhatikan dan langkah2/prosedur yang wajib dilakukan sehubungan dengan CP. Karena bank ikut bertanggung jawab, rekening kredit perusahaan diblog sebesar nilai CP tersebut, sehingga kalau terjadi sesuatu dikemudian hari, telah ada payung yang melindungi kepentingan Bank.
5. Ada beberapa hal yang telah diatur, namun penerapan dilapangan sulit
Peraturan Bank Indonesia (PBI) membolehkan Bank melakukan restrukturisasi kepada nasabah dengan cara equity participation, atau menempatkan salah satu pegawai Bank duduk dalam jajaran manajemen di perusahaan tersebut, pada umumnya sebagai Direktur Keuangan.
Dengan equity participation, Bank tidak memperoleh bunga ( karena Bank ikut sebagai pemilik perusahaan tersebut). Di satu sisi, pegawai Bank yang menjadi Direktur Keuangan pada perusahaan nasabah akan ikut tunduk pada aturan/ Undang-undang Perseroan Terbatas, sehingga kalau di perusahaan terjadi apa-apa, dia bisa ikut dituntut. Padahal sebagai pegawai Bank, tunduk pada Undang-undang Perbankan.
Dalam case ini, bawahan perlu membuat analisis pro’s dan con’s apabila perusahaan akan melakukan tindakan ini. Apapun keputusannya, telah memperhitungkan risiko yang ada. Dengan analisis yang akurat, maka akan memudahkan atasan untuk menjawab jika timbul pertanyaan dari instansi yang berwenang, mengapa Bank memilih atau tidak memilih menggunakan pola ini.
Pada dasarnya, jika bawahan mendapatkan instruksi tertulis atau perintah dari atasan, usahakan agar setiap tindakan telah dilakukan analisis sehingga tidak akan merugikan perusahaan atau diri kita sendiri di kemudian hari. Dengan latihan yang teratur, dan selalu membaca peraturan-peraturan yang berlaku, maka dengan mudah akan bisa memberikan masukan, dan atasan akan lebih menghargai bawahan yang bersikap seperti ini.
Sumber : www.jundul.wordpress.com


Twitter Delicious Facebook Digg Favorites More