Alkisah, seorang ayah untuk pertama kalinya mengajak anaknya yang berumur sepuluh tahun pergi berlibur ke daerah pegunungan. Tempat yang dituju itu ternyata sangat indah, berhawa sejuk, dan membawa suasana yang hening dan tentram. Banyak pohon menjulang tinggi diantara bukit-bukit dan pegunungan. Ayah dan anak itu berjalan-jalan menikmati eloknya pemandangan. Saking senangnya, sesekali bocah kecil itu melompat-lompat dan berlari-lari kecil kesana kemari.
Suatu ketika, karena kurang hati-hati saat berlari-lari, anak itu tergelincir jatuh. “Aduuuuuh...!” teriaknya kesakitan. Dan sesaat hampir bersamaan, jelas terdengar suara “Aduuuuh...” berulang-ulang di sisi pegunungan. Anak itu terheran-heran. Penasaran dan ingin tahu dari mana asal teriakan yang menirukan suaranya, si anak berteriak lagi dengan suara lebih keras.
“Hai... siapa kamuuuu...?”
Sesaat kemudian, ia menerima jawaban yang hampir sama kerasnya, “Hai... siapa kamuuuu...?”
Setelah itu, suasana kembali hening dan hanya desau angin yang terdengar. Anak kecil itu makin gusar karena hanya mendengar suaranya ditirukan, teapi tidak melihat orang yang menirukan suaranya. Lalu dengan marah sekali ia berteriak sekeras-kerasnya, “Pengecut kamu...!”
Dan, sesaat kemudian ia pun langsung menerima jawaban yang sama nadanya, “Pengecut kamu...!”
Dengan pandangan yang heran bercampur kesal, anak itu menatap ayahnya. “Ayah, siapa orang yang iseng menirukan teriakan-teriakan ku tadi? Mengapa semua teriakan ku dia tiru persis sama?” tanya anak itu.
Ayahnya tersenyum bijak dan berkata, “Anakku, perhatian baik-baik...” Kemudian, sang ayah berteriak dengan keras sekali ke arah pegunungan, “Kamu hebat...!” Terdengar jawaban bunyi yang sama kerasnya dan berulang, “Kamu hebat...!”
Melihat roman muka anaknya yang masih keheranan, lelaki itu kembali berteriak keras-keras. “Kamu luar biasa...!” Dan sama seperti teriakan-teriakan sebelumnya yang diikuti dengan suara yang persis sama. “Kamu luar biasa..!”
Anak itu tetap saja keheranan sambil terus memandangi ayahnya. Tampak sekali ia tak sadar menunggu penjelasan ayahnya. Sang ayah pun berkata, “Wajar saja kau heran, anakku. Ini pengalaman pertamamu berada di tempat yang berbukit-bukit dan bergunung-gunung. Orang menyebut suara yang memantul balik tadi sebagai gema. Itulah pantulan suara.”
Sang ayah melanjutkan penjelasannya, “Sama dengan gema tadi, anakku. Kehidupan ini juga akan selalu memantulkan kembali apapun yang kita berikan kepadanya. Maksudnya, apapun yang telah engkau pikirkan, katakan, dan lakukan, maka akan seperti itu pula hasil yang kau dapat. Jika setiap saat engkau berfikir positif,mengucapkan kata-kata bijak, selalu berbuat kebaikan, rajin belajar dan berdisiplin, maka hidup akan menggemakan begitu banyak kebaikan ke dalam hidupmu. Kau akan beroleh penghomatan karena kecakapan berpikirmu, beroleh penghargaan karena kepandaianmu berbicara, beroleh kasih dan pertolongan dari sesama karena kebaikanmu, dan dengan demikian kau akan mendapatkan kehidupan yang sukses. Apakah kau mengerti?”
Dan, si anak pun menganggu-anggukkan kepalanya.
Pembaca yang budiman.
Kisah diatas mengandung kebijakan yang mendalam dan berharga bagi kita. Kebijakan terdalam dari kisah tadi menyatakan bahwa hidup kita adalah cerminan dari apa yang kita pikirkan, kita ucapkan, dan kita lakukan. Jika kita selalu berpikir negatif, penuh kekhawatiran, dan kecurigaan, maka kehidupan akan memberi reaksi yang sama negatifnya pada kita. Lingkungan atau orang-orang disekitar kita pun akan terbawa atau ikut terpengaruh untuk menjadi berperilaku negatif, penuh kecurigaan, dan tidak mau percaya kepada kita kita. Dampaknya, kehidupan kita bisa dirusak oleh sebab-sebab yang kita munculkan sendiri.
Sebaliknya, jika kita senantiasa memiliki hati yang penuh kasih, berpikir positif, mengucapkan kata-kata yang positif pula, serta berperilaku baik kepada siapa saja, maka kehidupan akan memberikan reaksi yang sama positifnya. Hidup kita pun akan dikelilingi oleh orang-orang yang penuh kasih, berpikiran positif, dan tentu saja banyak kebaikan akan mendatangi kita.
Prinsip diatas sejalan dengan kata mutiara mandarin yang bisa diartikan hidup akan memberikan kembali apa saja yang telah kita berikan. Dalam kehidupan ini, kesuksesan hari ini tidak tercipta oleh karena kebetulan atau keberuntungan semata. Setiap keberhasilan dalam bidang apapun, pastilah terwujud karena akumulasi dari usaha-usaha yang pernah kita lakukan sebelumnya. Begitulah makna gema dalam kehidupan kita; apa yang kita beri itulah yang akan kita dapatkan!
Maka baik buruknya kehidupan seseorang sesungguhnya berada dalam kendali hati, pikiran, ucapan, dan perbuatan orang itu sendiri. Bahwa lingkungan atau orang lain berpengaruh pada kehidupan kita itu benar. Tetapi, kehidupan kita sama sekali tidak untuk menentukan pilihan.
Jadi pesannya jelas sekali, mari kita penuhi hidup ini dengan banyak hal positif. Dan jika kita ingin lebih berhasil, maka kita harus berani memberi yang terbaik dari yang kita miliki. Sebab, memberi yang terbaik akan mendapatkan yang terbaik. (Andrie Wongso)