Dikisahkan, di bawah sebuah pohon yang rindang, tampak sekelompok anak-anak sedang menyimak pelajaran yang diberikan oleh seorang guru. Uniknya, diantara anak-anak itu terlihat seorang kakek duduk bersama mereka, ikut menyimak pelajaran yang diberikan oleh sang guru. Kejadian aneh itu ternyata menarik perhatian seorang pemuda yang kebetulan melewati tempat tersebut. Seusai pelajaran, pemuda yang penasaran tadi menghampiri sang kakek. Bertanyalah dia kepada sang kakek: “Kek, apakah kakek seorang guru?”
“Bukan...,” jawab si kakek.
“Kalau bukan guru, mengapa kakek ikut duduk bersama anak-anak tadi?” Si pemuda tambah penasaran.
“Apa salahnya duduk dengan anak-anak itu? Ketahuilah, aku tadi sedang belajar bersama dengan anak-anak itu.”
“Lho, pelajaran itu tadi kan untuk anak-anak... bukan untuk orang tua seperti kakek. Memangnya berapa umur kakek, kok tidak malu belajar bersama dengan anak-anak itu?”
“Umurku tahun ini tepat sepuluh tahun...” jawab si kakek sambil tersenyum.
“Ah..., kakek bercanda! Kalau menurut pikiranku, paling-paling umur kakek sudah 70-an tahun...” si pemuda menebak sambil tetap penasaran.
“Ha ha ha, tebakanmu benar anak muda. Bila dihitung dari saat aku lahir hingga saat ini, umurku memang 70 tahun. Tetapi, 60 tahun yang telah kulewati janganlah dihitung. Yang benar-benar dapat dihitung adalah kehidupanku yang sepuluh tahun terakhir ini,” jawab si kakek penuh misteri.
Si pemuda pun makin dibuat bingung oleh penjelasan kakek tua tadi. “Mengapa masa 60 tahun itu tidak dihitung? Apa artinya?”
Sambil menghela napas panjang si kakek menjawab, “Sejak kecil sampai usia 20 tahun, seharusnya itulah waktu terbaik untuk belajar. Tapi aku gunakan waktu itu hanya untuk bermain dann bersantai-santai. Sebab, semua keinginan dann kebutuhanku disediakan berlimpah oleh orang tuaku. Lalu 20 tahun berikutnya waktu yang seharusnya untuk berjuang dan meniti karir, malah aku gunakan untuk berfoya-foya dan menghabiskan harta orang tuaku. Dan 20 tahun ketiga, waktu yang seharusnya untuk mengumpulkan tabungan masa pensiunku, malah ku gunakan untuk bertamasya tak karuan tujuannya. Semua harta yang tersisa kuhambur-hamburkan karena aku hanya mengejar kesenangan sesaat. Coba pikir, bukankah 60 tahun yang telah kulewati itu sia-sia belaka?”
“Bagaimana dengan sepuluh tahun terakhir?”
Dengan mata berkaca-kaca si kakek berkata, “Sepuluh tahun terakhir ini aku baru sadar, bahwa 60 tahun hidupku telah kulalui tanpa makna, tanpa tujuan, dan tanpa cita-cita... aku sudah bangkrut, jatuh miskin, sebatang kara, tidak punya teman yang bisa membantu, dan hanya hidup dari belas kasihan orang lain. Tetapi sejak kesadaran itu muncul, aku merasa seperti baru lahir kembali dan memutuskan untuk belajar hidup dari awal lagi.”
Setelah berhenti sejenak, si kakek meneruskan kata-katanya. “Anak muda... jangan meniru kehidupan seperti yang telah aku jalani. Karena, waktu adalah modal utama yang dimiliki setiap manusia. Pergunakanlah dengan sebaik-baiknya untuk belajar, berusaha, dan berkarir. Gunakan waktumu untuk tujuan yang mulia, maka kelak di hari tuamu kau akan merasa bahagia. Karena kehidupanmu bukan hanya berguna bagi dirimu sendiri, tetapi juga harus berarti bagi orang lain...
Pembaca yang budiman,
Kisah tadi sungguh menggambarkan sebuah perjalanan hidup yang sangat sia-sia dan tidak berguna. Ini merupakan pelajaran berharga bukan saja untuk anak-anak dan orang muda, tapi juga untuk kita semua. Jangan sampai kita menyia-nyiakan waktu selagi kita memilikinya apalagi saat kita berkemampuan penuh meraih segala sesuatu yang kita inginkan, yang terbaik bagi hidup kita. Waktu adalah modal utama dan kekayaan paling berharga yang dimiliki setiap orang. Maka tak salah jika ada ungkapan time is money. Atau, ungkapan yang lebih bernilai adalah time is life. Waktu adalah nyawa dan apa yang didapat dalam hidup itu ditentukan oleh sang waktu.
Semua orang memiliki waktu yang sama, 24 jam dalam sehari semalam. Meskipun demikian, apa yang didapat maupun dihasilkan oleh setiap individu tidaklah sama. Orang-orang tertentu bisa mendapatkan penghasilan puluhan hingga ratusan juta, sementara orang-orang lainnya hanya mendapatkan penghasilan belasan atau puluhan ribu belaka. Dalam jangka waktu yang sama, sejumlah orang dapat melakukan berbagai kegiatan strategis, tetapi orang-orang lainnya justru membunuh waktu dan melakukan hal tidak bermanfaat.
Modal waktu yang dimiliki semua orang sama jumlahnya, tetapi hasil yang didapat bisa berbeda. Mereka yang mengerjakan pekerjaan dengan efisien dan efektif, hasilnya pasti yang terbaik. Itulah makna kualitas hidup. Orang-orang yang memiliki kebiasaan hidup efektif biasanya mampu mendapatkan manfaat dann nilai tertinggi dari waktu yang dimilikinya. Merekalah orang-orang yang sukses alias the winner. Sebaliknya, orang-orang yang kebiasaan hidupnya tidak efektif, pasti hanya mendapatkan sedikit manfaat dari waktu yang dimilikinya. Merekalah orang-orang yang gagal alias the loser.
Mari manfaatkan waktu dengan melakukan banyak hal yang berguna untuk mendapatkan hasil terbaik. Buang semua kebiasaan-kebiasaan yang tidak bermanfaat dan jauhi sifat suka memboros-boroskan waktu dalam mengerjakan apapun. Jika kita mampu mengisi waktu dengan baik dan melakukan banyak hal bermanfaat, niscaya kita tidak akan pernah menyesali masa-masa yang pernah kita lewati, seperti kisah si kakek berusia sepuluh tahun tadi.