blocknotinspire.blogspot.com berisi Kumpulan Business Ethics, Business Tips, Inspire Spirit, Leadership and Culture , Love and Life, Management HR, Motivasi Spirit, Smart Emotion, Success Story, Tips Keuangan, Tips Marketing dan Tips Sehat Semoga Bisa Menjadikan Anda lebih SUKSES dari hari kemarin.
Kunjungi Versi Mobile KLIK http://blocknotinspire.blogspot.com/?m=1 atau ( KLIK DISINI )

Bakti Seorang Cucu

Dikisahkan, seorang nenek tua renta tinggal di sebuah rumah bersama seorang anak perempuan, menantu, dan seorang cucu laki-laki. Mereka tinggal di tempat terpencil di pinggir hutan, hidup dalam penderitaan dan kemiskinan. Sejak suaminya meninggal, seorang diri si nenek harus bekerja keras menghidupi anak perempuannya yang masih kecil. Hari demi hari, kehidupan nenek dan anak sematang wayangnya tidak berangsur-angsur membaik. Bahkan ketika anak perempuannya di peristri oleh seorang tukang kayu. Mereka tetap hidup dalam kemiskinan.

Karena pekerjaan sangat berat harus di jalani sejak muda, rontoklah daya tahan tubuh si nenek. Di usia tua, kondisi fisiknya menjadi sangat lemah, otaknya nyaris pikun, dan ia sering sakit-sakitan. Melihat keadaan si nenek yang hidup segan mati tak mau, si anak dan menantu jadi gundah hatinya. Mereka seperti anak kecil. Dan entah sampai kapan pekerjaan membosankan itu harus mereka lakukan. Lalu timbul niatan jahat di benak keduanya, yaitu menyingkirkan si nenek supaya mereka segera lepas dari beban.
Suatu pagi, anak dan menantu dengan ramah mengajak si nenek berjalan-jalan ke tengah hutan. Alasannya, udara segar di hutan perlu untuk kesehatan si nenek. Melihat keramahan anak dan menantunya, si nenek yang setengah pikun menurut saja. Lalu si anak perempuan menggandeng ibunya menuju hutan, sementara si menantu berjalan di belakang sambil memanggul sebuah kurungan bambu. Rupanya, kejadian yang tidak biasa itu mengundang kecurigaan si cucu. Dengan perasaan penuh tanda tanya, diam-diam si cucu mengikuti ketiganya dari kejauhan.
Sesampainya di tengah hutan, si nenek langsung di masukkan ke dalam kurungan bambu. Setelah yakin semua sudah di siapkan sesuai rencana, anak dan menantu meninggalkan si nenek begitu saja di hutan. Dari tempat persembunyiannya, si cucu terus mengawasi kejadian itu. Begitu ayah dan ibunya pergi, dengan air mata berlinang si cucu segera membebaskan neneknya. Ia membawa si nenek ke tempat yang lebih aman dan kemudian bergegas pulang sambil menyeret kurungan bambu.
Sore harinya, sesampai di rumah ia perlihatkan kepada kedua orangtuanya kurungan bambu yang sudah kosong dan tergores disana-sini. Si anak berkata kepada orangtuanya, “Ayah, ibu... saya temukan kurungan bambu ini di tengah hutan...” Demi mengetahui kurungan itu telah kosong, mereka saling memandang dan menarik napas lega. Dalam bayangan mereka, si nenek sudah tewas di mangsa oleh binatang buas.
Kemudian, sambil berpura-pura tidak tahu kejadian sebenarnya si ayah bertanya, “Lalu, untuk apa kurungan seperti itu kamu bawa pulang?”
Si anak menatap tajam ayahnya. “Ayah... Saya akan simpan kurungan ini. Suatu hari nanti apabila ayah atau ibu telah tua renta dan sakit-sakitan seperti nenek, saya akan masukkan ayah dan ibu ke dalam kurungan ini, dan saya tinggal di hutan supaya di mangsa binatang buas. Sama seperti yang ayah dan ibu lakukan terhadap nenek tadi...”
Mendengar ucapan anaknya tadi, suami istri itu terkejut bukan main. Mereka merasa malu karena justru anaknyalah yang mengajarkan kepada mereka tentang bagaimana menghargai kasih orangtua dan tanggung jawab sebagai anak. Mereka mengaku bersalah dan menyesali perbuatannya, serta memohon supaya anaknya tidak melakukan kejahatan serupa. Mereka juga berjanji akan memperlakukan si nenek dengan sebaik-baiknya. Sejak peristiwa itu, kehidupan keluarga itu berubah drastis. Si nenek mendapat perlakuan baik, anak dan menantunya juga hormat kepadanya, sementara si cucu tumbuh menjadi anak yang pandai dan berbudi baik.

Pembaca yang budiman.
Sebuah kata mutiara menyatakan; hidup adalah sebuah tanggung jawab. Dengan kata lain, di dalam hidup kita ini ada tanggung jawab kepada Tuhan, orangtua, keluarga, diri kita sendiri, terhadap sesama, negara, dan alam sekitar. Jika kita hidup hanya untuk memikirkan kepentingan dan keuntungan diri sendiri, sementara kita mengabaikan tanggung jawab, apalagi membuat pihak lain menderita, maka bisa di pastikan hidup kita akan kesepian dan menderita.
Kita semua memiliki hak dan tanggung jawab yang sama, dan keduanya harus berlangsung seimbang. Dalam kehidupan sosial kemasyarakatan misalnya, tak mungkin hanya menuntut hak tetapi melupakan kewajiban. Sebaliknya, tak mungkin pula hanya memenuhi kewajiban tanpa melupakan hak. Ketidakseimbangan antara keduanya selalu mendatangkan konflik, penderitaan, kerugian, dan kesengsaraan. Prinsip ini berlaku juga dalam berbagai aspek kehidupan, baik dalam aspek hubungan keluarga, dalam lapangan pekerjaan, hubungan sosial, organisasi kemasyarakatan, kenegaraan, dll.
Dalam contoh dongeng di atas di gambarkan, betapa seorang anak hanya mau mendapatkan haknya saja, yaitu hak untuk mendapat penghidupan, perlindungan, dan perawatan sewaktu belum dewasa. Tetapi setelah dewasa, si anak lupa dengan kewajibannya membalas budi kepada orangtua yang telah bersusah payah membesarkannya.
Sesungguhnya, sejelek apapun rupa maupun sifat orangtua kita, mereka tetap layak dan harus dihormati. Seburuk apapun kondisi mereka, kita harus melayaninya dengan tulus.
Mungkin zaman telah berubah dan semakin banyak orangtua yang merasa tidak membutuhkan uluran tangan anak-anaknya. Mereka tidak mau menggantungkan diri kepada anak, tidak mau membenani si anak, atau merasa mampu hidup layak atas tabungan dan jerih payah sendiri.
Tetapi, nilai moral bahwa seorang anak wajib memuliakan orangtuanya pada saat mereka tua, tetap tidak boleh dihilangkan. Ajaran budi pekerti ini pantas untuk dipegang teguh dan ditularkan kepada anak cucu kita.


Twitter Delicious Facebook Digg Favorites More