Alkisah, di sebuah kerajaan kecil ada seorang pemuda desa yang jujur dan idealis yang tengah menanjak karirnya. Setelah beberapa bulan mengabdi sebagai pegawai kerajaan, akhirnya ia dipromosikan sebagai pejabat pengawas keuangan. Karena kejujuran dan idealismenya itulah ia di anggap mampu mengawasi keuangan kerajaan yang dikorupsi oleh pejabat-pejabat lainnya. Tugas sehari-harinya mengawasi aliran pajak yang masuk ke kas kerajaan.
Sebagai pengawas keuangan kerajaan, pemuda itu menjadi tokoh terhormat dan disegani di antara pejabat-pejabat kerajaan lainnya. Hanya saja, pekerjaan itu memberinya beban dan target yang begitu berat. Ia harus mengatasi kebocoran keuangan dan menindak para pejabat korup. Akibatnya, dari beberapa bulan memangku posisinya itu, si pemuda sudah panen ancaman dan tekanan.
Merasa hidupnya selalu tertekan dan terancam, hatinya gundah dan mulai goyah. “Jabatanku terpandang, tetapi konsekuensinya sangat berat. Bagaimana cara bertahan disini tetapi tidak menanggung beban seberat sekarang?” tanyanya dalam hati. Setelah merenung namun tidak menemukan jawaban, ia teringat pada kakek bijak yang jadi tokoh panutan di desanya.
Singkat cerita, ia tiba di rumah sang kakek bijak dan menceritakan semua persoalannya. Setelah mendengar dengan seksama, kakek bijak memberi pemuda itu sebuah keranjang besar. “Ayo, panggul keranjang ini dan ikuti aku,” perintah si kakek. Sejenak, pemuda itu ragu-ragu. “Wah, aku ini pejabat penting kerajaan kok disuruh manggul keranjang? Apa maksud kakek ini?” gumamnya. Tapi akhirnya ia ikut saja perintah tadi.
Lalu, kakek bijak mengajak si pemuda berjalan menyusuri jalan-jalan pedesaan. “Nah, tugasmu sekarang adalah memunguti setiap batu yang kamu tenukann di tengah jalan, lalu masukan ke dalam keranjang yang kau gendong itu,” perintah si kakek bijak. Pemuda itu hendak menolak, tapi tak satupun kata terucap dari mulutnya. Akhirnya, ia hanya melirik saja. Setelah cukup jauh mereka berjalan, keranjang hampir dipenuhi batu-batuan. Nafas si peumda mulai tersengal-sengal dan jalannya terseok-seok karena kepayahan.
“Apa beban dipundakmu semakin berat?” kakek bijak bertanya.
“Yah... pastilah, Kek. Pundak saya mau copot rasanya,” jawab si pemuda.
Sesampai dibawah pohon rindang, si kakek bijak meminta pemuda itu beristirahat dan menaruh keranjangnya. “Dengarlah anak muda keranjang dan batu-batu sesungguhnya hampir sama seperti kehidupanmu saat ini. Saat kau baru lahir di dunia, kau sama seperti keranjang kosong tadi. Lalu dalam perjalanan hidupmu, kau pungut apapun yang kau inginkan dan memasukkannya ke dalam keranjang kehidupanmu. Apa saja yang kau pungut itu? Ya, masa remajamu, masa dewasamu, keluargamu, prestasimu, kesenanganmu, keinginanmu, pekerjaanmu, tanggung jawabmu, idealismemu, dan masalahmu. Semua itu ada harganya. Semakin jauh perjalananmu, semakin berat pula keranjang kehidupanmu,” jelas si kakek panjang lebar.
“Bagaimana supaya keranjangku bisa lebih ringan, Kek?” tanya si pemuda.
Bukannya menjawab, si kakek malah bertanya demikian: “Anak muda, maukah engkau benar-benar meninggalkan semua yang kau punyai saat ini, yaitu keluarga, prestasi, jabatan, dan idealismemu?”
Anak muda itu menggelengkan kepala. “Tentu saja tidak, Kek. Semua prestasi dan kesuksesan itu ku dapatkan dengan berjuang keras. Saya juga masih punya hasrat besar membersihkan kerajaan dari para koruptor,” jawab si pemuda.
“Nah, sepanjang kehidupan kita, yang namanya masalah, kesulitan, hambatan, dan tantangan pasti selalu ada. Tidak ada kehidupan tanpa itu semua. Setiap kali kita berhasil melewati suatu masalah kita pasti bertumbuh menjadi lebih matang. Lalu muncul ujian baru lagi, begitu seterusnya. Itulah kehidupan,” jelas si kakek bijak.
Pemuda itu manggut-manggut dan mulai mendapat gambaran. Si kakek melanjutkan, “Semakin besar prestasi kita, pasti semakin besar pula beban di pundak kita. Nasehatku, bila semua yang engkau peroleh tidak ingin kau lepaskan, terimalah konsekuensinya. Tetapi jangan anggap semua pencapaianmu itu sebagai beban semata. Anggaplah itu sebagai tanggung jawab yang membahagiakan. Maka, seberat apapun beban itu, kamu tidak akan begitu merasakannya lagi. Dan perlu kami ingat, setiap manusia berkewajiban tanggung jawabnya masing-masing. Tanggung jawab itu tidak dapat di alihkan ke pundak orang lain. Apakah kamu mengerti?”
Pembaca yang budiman.
Begitu pentingnya pengertian tentang tanggung jawab dalam kehidupan kita ini. Entah berperan sebagai ibu rumah tangga, kepala keluarga, sebagai anak, termasuk sebagai pejabat pemerintah, pimpinan perusahaan, pengusaha profesional, wiraswasta, pedagang, atau karyawan, kita tak bisa lari dari keranjang beban kehidupan. Semua peran yang kita jalani pasti memiliki fungsi dan tanggung jawabnya sendiri-sendiri. Jika kita mendapatkan peran, fungsi, maupun tugas tertentu dalam keluarga, organisasi, maupun masyarakat, kita harus siap dan berani mempertanggungjawabkannya dengan segala konsekuensi.
Dari puluhan tahun pengalaman saya sebagai pengusaha dan motivator, saya berani memastikan bahwa orang sukses adalah orang yang bertanggung jawab. Mereka berhasil karena selalu bertanggung jawab terhadap pekerjaan, profesi, dan keputusan-keputusan yang di ambil. Orang sukses mampu melihat tanggung jawab sebagai tantangan yang harus di hadapi. Mereka tidak pernah mengalihkan beban dan tanggung jawab pribadi kepada orang lain. Karena kemampuan melihat beban dan tanggung jawab sebagai peluang itulah maka orang sukses mendapat lebih banyak peluang dibanding orang lain.