Alkisah, di sebuah keluarga yang sederhana, tinggallah seorang janda dengan dua orang anak. Si ibu ini harus bekerja keras menghidupi dan membiayai sekolah kedua anaknya. Ia berharap supaya kedua anaknya menjadi orang sukses dimasa mendatang. Sayangnya, si bungsu tumbuh kemampuan otak di bawah rata-rata. Ia tidak cemas seperti kakaknya sehingga tumbuh menjadi anak pemalu, penyendiri, penakut, dan sering di ejek teman-teman sekolahnya.
Sementara, akibat beban hidup yang berat, si ibu sering melampiaskan kemarahannya kepada si bungsu. Akibat ejekan teman-teman dan juga kata-kata kasar ibunya, si bungsu pun semakin kecil hatinya. “Benar apa yang mereka katakan selama ini. Aku ini memang bodoh, goblok, tolol, bego...! Bisanya hanya menyusahkan dan memalukan ibuku sendiri!” keluhnya.
Si bungsu terus kecewa dengan dirinya sendiri. Setiap pagi ia menatap bayangan wajahnya di cermin, lalu menyapa lirih... “Selamat pagi, Bego...! Si bego sedang mencuci muka... Si tolol sedang menyikat gigi... Si bodoh lagi mandi... Si goblok berangkat sekolah...” Begitulah si bungsu selalu mengawali hari-harinya. Tanpa henti ia menjadikan ejekan teman-teman dan ucapan kasar ibunya sebagai menu sarapan pagi.
Tahun berlalu, si bungsu pun tumbuh menjadi seorang pemuda. Sekalipun begitu, sebutan-sebutan yang menghina dulu masih di sandangnya. Suatu hari negara mewajibkan semua pemuda yang sudah cukup umur menjalani wajib militer. Si bungsu pun di kenai kewajiban itu dan harus mengikuti berbagai macam ujian. Ketika hasil ujian hendak di umumkan, ia sudah pesimis duluan. “Ah...aku si tolol, aku pasti gagal ujian lagi!” ucapnya dalam hati.
Lalu tibalah giliran si bungsu menghadap Dewan Penguji untuk mengetahui hasil ujiannya. Sambil menundukkan kepala, ia memasuki ruang Dewan Penguji. Tidak di sangka-sangka, hasil ujiannya mendapat nilai tertinggi. “Anda luar biasa! Anda sungguh pemuda yang hebat dan berbakat,” kata salah satu anggota Dewan Penguji. Mendapat pujian seperti itu, si bungsu seolah tidak mempercayai telinganya sendiri. Ia termangu-mangu dan tak bisa berkata sepatah pun. Matanya berkaca-kaca karena kata-kata pujian itu sungguh-sungguh mempengaruhi jiwa dan mentalnya.
Pujian itu terus bergema di hatinya dan menumbuhkan motivasi yang luar biasa. Ia seolah menemukan sisi baru dalam dirinya, yang selama ini terpendam dan tidak pernah dia sadari. Sejak saat itu, tertanam dalam diri si bungsu bahwa dirinya adalah manusia istimewa. “Aku orang hebat... Aku orang berbakat... Aku orang luar biasa... Orang hebat sedang mencuci muka. Si hebat sedang menyikat gigi. Pemuda berbakat ini lagi mandi...” Itulah sugesti baru tang diuapkannya setiap kali ia memulai hari-harinya.
Dan kepercayaan diri yang meningkat luar biasa itu akhirnya menghantarkan si bungsu ke puncak tangga kesuksesan. Dua puluh tahun kemudian, setelah selesai wajib militer ia berhasil menjadi pengusaha sukses, disegani, dan menerima banyak penghargaan.
Pembaca yang budiman.
Tepat sekali ungkapan yang menyatakan anda adalah apa yang anda pikirkan. Pola pikir dan keyakinan adalah kekuatan di belakang sistem sukses yang ada di dalam diri kita. Apapun yang kita bayangkan dan kita yakini terus-menerus dalam benak ini, pada akhirnya akan terwujud dalam kenyataan. Maka dari itu, kalau kita selalu berkata, “Mana mungkin aku bisa sukses...?”, “Aku sulit berhasil...!”, sia-sia aku mencoba, paling gagal lagi...!”, maka kecenderungan sikap mental seperti ini pasti akan terwujud di alam nyata, yaitu berupa kegagalan.
Sebaliknya, kalau kita berkata pada diri sendiri, “Aku pasti bisa sukses!”, “Aku pasti dapat...!”, “Aku pasti mampu...!”, maka besar kemungkinan kita pun akan termotivasi, berusaha lebih keras dengan berbagai cara, sehingga akhirnya kesuksesan itu bisa diraih persis seperti yang kita yakini dan kita pikirkan. Bahkan tak jarang hasilnya jauh lebih hebat dan mencengangkan, dibanding yang kita perkirakan sebelumnya. Inilah keajaiban hukum-hukum pikiran. Keyakinan menjadikan apa saja yang kita pikirkan menjadi terwujud di alam nyata.
Potensi terbaik kita kadang terpendam semata karena kita tidak menyadari keberadaannya. Terhalangnya potensi diri sering kali ditimbulkan oleh sebab dari dalam. Misalnya dari bagaimana cara kita berpikir, mengenali, memahami, dan menghargai diri sendiri. Jika tidak mampu mengenali kelebihan diri dengan baik, bisa jadi kita malah meyakini sesuatu yang salah, seperti contoh cerita di atas. Akibatnya, kita jadi rendah diri sehingga potensi kita terhalang dan tidak memberikan manfaat maksimal. Kita menjadi “miskin” hanya karena kita tidak tahu bagaimana memanfaatkan “kekayaan” kita.