Worklife balance adalah pola hidup yang seimbang antara pekerjaan dan kehidupan. Work-life balance sendiri sejatinya muncul karena adanya istilah gila kerja (work-holic) yang mengakibatkan ketidakseimbangan dalam kehidupan. Work holic berati bekerja tanpa mengenal waktu, dan tidak melakukan hal lain selain kerja dan istirahat. Bahkan dalam beberapa kasus, sambil istirahat pun masih melakukan pekerjaan.
Alih-alih menguntungkan, ternyata work holic tidak lebih menguntungkan dibanding dengan work-life balance baik bagi perusahaan maupun individu sendiri. Hal ini bisa terlihat dari sebuah hasil penelitian yang dilakukan Morgan Redwood di Inggris yang menyebutkan bahwa organisasi (perusahaan) yang mendorong karyawan untuk memiliki keseimbangan yang baik antara pekerjaan dan kehidupan (work-life balance) akan memperoleh pendapatan per tahun 20 persen lebih besar per karyawan daripada perusahaan yang tidak mendorong work-life balance.
Perusahaan yang sukses tentunya tak lepas dari hasil kinerja setiap karyawan yang ada. Maka, untuk mencapai hasil yang maksimal, berarti perusahaan tentunya tidak hanya mendorong karyawan untuk bekerja lebih keras dan cerdas, tetapi juga harus mendorong karyawan untuk memiliki work-life balance. Dengan adanya keseimbangan, maka perusahaan akan memiliki angka absensi yang lebih kecil, yang pada akhirnya kesejahteraan dan produktivitas kerja pun meningkat. Secara sederhannya seperti itu.
Selain itu, work-life balance memungkinkan kita menjadi manusia seutuhnya karena memungkinkan kita menjalankan tiga peran manusia yaitu sebagai, makhluk pribadi, makhluk sosial, dan mahkluk tuhan. Kita bekerja, kita bersosialisasi, kita berdoa kepada tuhan yang maha kuasa. Manusia yang menjalankan ketiga peran tersebut, akan menjalni kehidupannya dengan penuh senyuman.
Untuk menerapkan work-life balance dalam perusahaan ada beberapa hal yang bisa dilakukan:
1. Terapkan peraturan yang ketat mengenai waktu pulang kantor.
Banyak sekali kenyataan bahwa karyawan tinggal diam di kantor setelah jam kantor selesai, itu adalah sebuah pilihan dan bukan keharusan. Pilihan untuk mengobrol, merokok, menghindari macet, internet gratis, atau bahkan untuk menggunakan telepon gratis dan sebagainya. Sekali-kali dan jika memang diperlukan itu hal bagus dan positif, tetapi jika setiap hari begitu, maka ada sesuatu yang salah. Percayalah bahwa jam kerja kita sudah cukup untuk menyelesaikan semua pekerjaan kita di hari tersebut.
2. Libatkan karyawan dalam kegiatan-kegiatan Fun.
Tidak harus yang mahal, tetapi yang meriah dan melibatkan karyawan pun bisa dilakukan. Misalnya, kegiatan oleh raga, yatiu: senam pagi, basket, futsal, sepak bola, tenis meja dan sebagainya. Berdayakan ikatan karyawan atau kelompok hobi karyawan untuk mengkordinir kegiatan-kegiatannya. Pengalaman dibeberapa perusahaan, dengan pemberdayaan seperti itu, kegiatan dapat berjalan secara rutin. Sesekali (misalnya setahun sekali), bisa melakukan family day, gathering, atau out bound yang dananya relatif lebih besar.
3. Hadirkan life motivator, success motivator, ataupun motivator keagaamaan.
Jiwa kita senantiasa memerlukan makanan, dan salah satu makanan jiwa adalah pepatah. Life motivation, success motivation maupun motivasi keagaamaan hadir dalam mengisi kebutuhan tersebut. Tidak perlu berpikir untuk menghadirkan motivator kelas dunia, tampilkan tokoh perusahaan, tokoh setempat yang bisa kita jangkau.
Semoga sedikit tulisan ini bermanfaat.
Sumber : Ardian Sopa (Tulisan ini adalah "oleh-oleh" penulis mengikuti Leadership Forum yang dilaksanakan oleh Dunamis pada tanggal 19 Februari 2010 dari Pukul 19:00 - 21:00 di Klub Kelapa Gading jakarta. Tema acara tersebut adalah work-life balance)