Selamat hari raya Imlek, bagi anda yang merayakannya. Semoga berkah semesta berpihak kepada kita pada tahun kerbau ini. Semoga kedamaian dan kebahagiaan menjadi milik semua orang dimuka bumi ini. Amin...
Teringat sio Kerbau, saya jadi ingat pembicaraan dengan seorang manajer cabang sebuah perusahaan distribusi makanan yang kebetulan bersama saya menjadi peserta workshop mengenai kepemimpinan belasan tahun yang lalu. Setiap kali mengingat sio-sio dalam kalender Cina, saya jadi selalu teringat kepadanya.
Sidang pembaca yang terhormat, ijinkan saya tidak menyebut nama si manajer dan mohon untuk sedikit bijaksana dalam membaca tulisan saya ini karena jika salah memahaminya, tulisan ini bisa menjadi tidak baik untuk anda.
Dalam pembicaraan itu, si manajer menggambarkan bahwa memimpin itu seperti dunia kartun, dimana kita hidup dalam animasi dengan sekelompok binatang piaraan. Ada Kerbau, Sapi, Monyet, Ayam, Anjing dan sebagainya lagi. Untuk mendapat manfaat yang maksimal dari kumpulan binatang itu, si pemimpim harus faham cara berkomunikasi dan bekerja dengan karakter masing-masing piaraannya.
Semakin banyak karakter-karakter yang berbeda dalam team kerja kita, semakin baik dan positif untuk perkembangan kinerja kelompok kita. Sebuah kelompok yang berfariasi akan lebih dinamis dan cepat maju. Berlawanan dengan kelompok dengan komposisi karakter yang cenderung sama, biasanya kelompok itu akan berjalan pelan atau bakan tidak jalan sama sekali.
Si manajer menggambarkan bahwa ada pekerja yang berkarakter kerbau, ia akan sangggup bekerja keras tanpa menghitung waktu, tapi jangan pernah suruh ia untuk berfikir. Lalu, ada juga pekerja yang berkarakter monyet, begitu lincah dan suka mencuri, berikan pekerjaan-pekerjaan yang bergerak, pindah-pindah tempat dan banyak fariasi pekerjaan, tapi ingat, jangan terlalu percaya kepadanya.
Coba bayangkan, jika kita hanya memiliki sekelompok kerbau saja yang hanya bisa bekerja tanpa kapasitas berfikir, menganalisa, mengevaluasi dan merencanakan. Jelas pekerjaan akan menjadi sangat sulit bagi kita. Mereka memudahkan kita disatu sisi tetapi memberatkan kita pada sisi yang lain.
Multi karakter
Memiliki anggota dengan banyak karakter akan memudahkan pekerjaan kita, walaupun dengan konsekuensi logis yang lebih dinamis. Kita perlu karakter pemikir, perencana, pengevaluasi dan pelaksana. Kita perlu pelaksana yang patuh kepada aturan dan pelaksana yang bisa mewarnai pekerjaannya dengan kreatifitas yang tinggi.
Kita perlu karakter-karakter yang bisa mengingatkan kita ketika ada sesuatu yang tidak beres. Kita perlu ada karakter yang menghidupkan suasana dengan kelucuannya.
Multi karakter bisa menjadi anugerah jika si pemimpin paham bahwa multi karakter akan membawa dinamisme yang positif bagi sebuah kelompok. Tentu saja konsekuensi logisnya adalah bahwa si pemimpin juga harus lebih tangguh dan mampu mengendalikan berbagai karakter yang berbeda itu.
Pemimpin yang tidak sabar, tidak berani, tidak berwawasan jauh dan tidak bijaksana pasti tidak akan sanggup memimpin kelompok orang dengan berbagai karakter bawaannya.
Saya jadi ingat sebuah film di TVRI jaman dahulu dengan judul The A Team, sebuah kelompok nyentrik yang di pimpin seorang Hanibal. Ini sebuah kelompok yang selalu mampu memenangkan segala konflik. Kelompok The A Team itu terdiri dari beberapa orang yang memiliki karkater sangat berbeda satu dengan yang lainnya. Tetapi justru dari perbedaan itulah kelompok ini bisa maju dan berjaya.
Menggonggong
Salah satu karakter yang akan muncul dalam dinamika kelompok adalah perilaku suka ’menggonggong’. Karakter ini mucul dengan berbagai kritikan. Ada yang tajam dan progresif, ada yang sekedar omelan tak jelas, ada juga yang berupa hujatan mematikan. Jika salah mendengar, kita akan menjadi sebal dan marah akan gonggongan orang ini.
Tetapi ingat, pada umumnya karakter ini ada untuk memberikan isyarat akan adanya marabahaya yang mengancam. Harus disadari bahwa kita bukan manusia yang sempurna, kita masih memerlukan pihak lain untuk memperingatkan kita dari salah dan alpa yang kita perbuat.
Tanpa ada pihak yang memberikan peringatan dan masukan positif, bisa jadi kita akan menapakkan kaki semakin tinggi hanya untuk jatuh di kemudian hari. Sebuah kejatuhan yang menyakitkan.
Dengan demikian, kita juga layak memelihara karakter-karakter penggonggong. Memanfaatkan sebaik-baiknya dan menyadari kekurangannya sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari dirinya.
Jangan berharap banyak
Namanya saja tukang nggonggong, jelas kita tidak bisa berharap banyak darinya. Cukuplah dia bisa mengibaskan ekornya saat kita datang dan bisa menggonggong saat ada situasi yang tidak baik. Itu saja! Tidak lebih.
Makna filosofisnya adalah bahwa ”penggonggong” biasanya memiliki keterbatasan juga seperti semua mahluk lainnya. Artinya, jangan berharap banyak dengan ”penggonggong”. Ia dilahirkan untuk lebih bayak menggonggong daripada pekerjaan yang lainnya. Ia tak sekuat kerbau, tak selincah monyet, tak searif burung hantu dan selicik kancil. Ia hanya penggonggong.
Kasih sayang
Perbedaan adalah karunia. Perbedaan adalah modal dasar yang sangat baik untuk maju. Perbedaan adalah kenyataan yang patut disyukuri. Syukur atas perbedaan tidak akan terwujud jika tidak ada rasa saling hormat atas perbedaan itu.
Perbedaan yang diterima dengan hati lapang akan memberikan warna dan kekayaan yang berlimpah. Hanya hati yang lapang penuh kasih sayang yang akan mampu menerima dan mendayagunakan perbedaan.
Artinya, diperlukan kasih sayang yang tulus untuk bisa menerima karakter-karakter yang berbeda dari setiap komponen kelompok. Kasih sayang akan menghadirkan rasa hormat. Selanjutnya rasa hormat itulah yang akan memacu rasa saling menghargai. Pada ujungnya, perbedaan tidak lagi menjadi objek pandang tetapi menjadi basis potensi yang luar biasa.
Manajer cabang yang sekarang menjadi manajer nasional di perusahaan multinasional itu mengakhiri obrolan kami dengan mengatakan, ”Ngurus mereka itu gampang, apalagi jenis penggonggong, jangankan daging, tulang sajapun ia sudah senang” lalu, ”Sesekali ajak dia main, lempar bola tennis sejauh-jauhnya dan dia akan senang mengambilnya lagi untuk anda, sebuah permainan bodoh, tetapi sangat disukainya!”
Teringat sio Kerbau, saya jadi ingat pembicaraan dengan seorang manajer cabang sebuah perusahaan distribusi makanan yang kebetulan bersama saya menjadi peserta workshop mengenai kepemimpinan belasan tahun yang lalu. Setiap kali mengingat sio-sio dalam kalender Cina, saya jadi selalu teringat kepadanya.
Sidang pembaca yang terhormat, ijinkan saya tidak menyebut nama si manajer dan mohon untuk sedikit bijaksana dalam membaca tulisan saya ini karena jika salah memahaminya, tulisan ini bisa menjadi tidak baik untuk anda.
Dalam pembicaraan itu, si manajer menggambarkan bahwa memimpin itu seperti dunia kartun, dimana kita hidup dalam animasi dengan sekelompok binatang piaraan. Ada Kerbau, Sapi, Monyet, Ayam, Anjing dan sebagainya lagi. Untuk mendapat manfaat yang maksimal dari kumpulan binatang itu, si pemimpim harus faham cara berkomunikasi dan bekerja dengan karakter masing-masing piaraannya.
Semakin banyak karakter-karakter yang berbeda dalam team kerja kita, semakin baik dan positif untuk perkembangan kinerja kelompok kita. Sebuah kelompok yang berfariasi akan lebih dinamis dan cepat maju. Berlawanan dengan kelompok dengan komposisi karakter yang cenderung sama, biasanya kelompok itu akan berjalan pelan atau bakan tidak jalan sama sekali.
Si manajer menggambarkan bahwa ada pekerja yang berkarakter kerbau, ia akan sangggup bekerja keras tanpa menghitung waktu, tapi jangan pernah suruh ia untuk berfikir. Lalu, ada juga pekerja yang berkarakter monyet, begitu lincah dan suka mencuri, berikan pekerjaan-pekerjaan yang bergerak, pindah-pindah tempat dan banyak fariasi pekerjaan, tapi ingat, jangan terlalu percaya kepadanya.
Coba bayangkan, jika kita hanya memiliki sekelompok kerbau saja yang hanya bisa bekerja tanpa kapasitas berfikir, menganalisa, mengevaluasi dan merencanakan. Jelas pekerjaan akan menjadi sangat sulit bagi kita. Mereka memudahkan kita disatu sisi tetapi memberatkan kita pada sisi yang lain.
Multi karakter
Memiliki anggota dengan banyak karakter akan memudahkan pekerjaan kita, walaupun dengan konsekuensi logis yang lebih dinamis. Kita perlu karakter pemikir, perencana, pengevaluasi dan pelaksana. Kita perlu pelaksana yang patuh kepada aturan dan pelaksana yang bisa mewarnai pekerjaannya dengan kreatifitas yang tinggi.
Kita perlu karakter-karakter yang bisa mengingatkan kita ketika ada sesuatu yang tidak beres. Kita perlu ada karakter yang menghidupkan suasana dengan kelucuannya.
Multi karakter bisa menjadi anugerah jika si pemimpin paham bahwa multi karakter akan membawa dinamisme yang positif bagi sebuah kelompok. Tentu saja konsekuensi logisnya adalah bahwa si pemimpin juga harus lebih tangguh dan mampu mengendalikan berbagai karakter yang berbeda itu.
Pemimpin yang tidak sabar, tidak berani, tidak berwawasan jauh dan tidak bijaksana pasti tidak akan sanggup memimpin kelompok orang dengan berbagai karakter bawaannya.
Saya jadi ingat sebuah film di TVRI jaman dahulu dengan judul The A Team, sebuah kelompok nyentrik yang di pimpin seorang Hanibal. Ini sebuah kelompok yang selalu mampu memenangkan segala konflik. Kelompok The A Team itu terdiri dari beberapa orang yang memiliki karkater sangat berbeda satu dengan yang lainnya. Tetapi justru dari perbedaan itulah kelompok ini bisa maju dan berjaya.
Menggonggong
Salah satu karakter yang akan muncul dalam dinamika kelompok adalah perilaku suka ’menggonggong’. Karakter ini mucul dengan berbagai kritikan. Ada yang tajam dan progresif, ada yang sekedar omelan tak jelas, ada juga yang berupa hujatan mematikan. Jika salah mendengar, kita akan menjadi sebal dan marah akan gonggongan orang ini.
Tetapi ingat, pada umumnya karakter ini ada untuk memberikan isyarat akan adanya marabahaya yang mengancam. Harus disadari bahwa kita bukan manusia yang sempurna, kita masih memerlukan pihak lain untuk memperingatkan kita dari salah dan alpa yang kita perbuat.
Tanpa ada pihak yang memberikan peringatan dan masukan positif, bisa jadi kita akan menapakkan kaki semakin tinggi hanya untuk jatuh di kemudian hari. Sebuah kejatuhan yang menyakitkan.
Dengan demikian, kita juga layak memelihara karakter-karakter penggonggong. Memanfaatkan sebaik-baiknya dan menyadari kekurangannya sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari dirinya.
Jangan berharap banyak
Namanya saja tukang nggonggong, jelas kita tidak bisa berharap banyak darinya. Cukuplah dia bisa mengibaskan ekornya saat kita datang dan bisa menggonggong saat ada situasi yang tidak baik. Itu saja! Tidak lebih.
Makna filosofisnya adalah bahwa ”penggonggong” biasanya memiliki keterbatasan juga seperti semua mahluk lainnya. Artinya, jangan berharap banyak dengan ”penggonggong”. Ia dilahirkan untuk lebih bayak menggonggong daripada pekerjaan yang lainnya. Ia tak sekuat kerbau, tak selincah monyet, tak searif burung hantu dan selicik kancil. Ia hanya penggonggong.
Kasih sayang
Perbedaan adalah karunia. Perbedaan adalah modal dasar yang sangat baik untuk maju. Perbedaan adalah kenyataan yang patut disyukuri. Syukur atas perbedaan tidak akan terwujud jika tidak ada rasa saling hormat atas perbedaan itu.
Perbedaan yang diterima dengan hati lapang akan memberikan warna dan kekayaan yang berlimpah. Hanya hati yang lapang penuh kasih sayang yang akan mampu menerima dan mendayagunakan perbedaan.
Artinya, diperlukan kasih sayang yang tulus untuk bisa menerima karakter-karakter yang berbeda dari setiap komponen kelompok. Kasih sayang akan menghadirkan rasa hormat. Selanjutnya rasa hormat itulah yang akan memacu rasa saling menghargai. Pada ujungnya, perbedaan tidak lagi menjadi objek pandang tetapi menjadi basis potensi yang luar biasa.
Manajer cabang yang sekarang menjadi manajer nasional di perusahaan multinasional itu mengakhiri obrolan kami dengan mengatakan, ”Ngurus mereka itu gampang, apalagi jenis penggonggong, jangankan daging, tulang sajapun ia sudah senang” lalu, ”Sesekali ajak dia main, lempar bola tennis sejauh-jauhnya dan dia akan senang mengambilnya lagi untuk anda, sebuah permainan bodoh, tetapi sangat disukainya!”