blocknotinspire.blogspot.com berisi Kumpulan Business Ethics, Business Tips, Inspire Spirit, Leadership and Culture , Love and Life, Management HR, Motivasi Spirit, Smart Emotion, Success Story, Tips Keuangan, Tips Marketing dan Tips Sehat Semoga Bisa Menjadikan Anda lebih SUKSES dari hari kemarin.
Kunjungi Versi Mobile KLIK http://blocknotinspire.blogspot.com/?m=1 atau ( KLIK DISINI )

IQ dan EQ

Orang banyak mempertentangkan antara IQ (Intelligence Quotient) dan EQ (Emotional Quotient). Mari kita lihat. IQ adalah tes yang sangat populer saat kita masuk ke sekolah, universitas bahkan dunia kerja. Ingatkah ketika Anda diberikan tes berupa bentuk dan bangun yang harus ditebak kelanjutannya? Atau tes berupa deretan angka yang harus dihitung deret angka berikutnya atau tes berhitung yang rumit dengan waktu yang sangat singkat? Itulah bagian dari tes IQ. Orang menyebutnya tes kepintaran. Orang yang hasil tes IQ-nya bagus, biasanya pintar. Kalau di atas 100 (rata-rata), maka seseorang anak sudah dianggap cerdas. Biasanya, kalau orang tua melihat hasil tes IQ anaknya tinggi, bolehlah berbangga bahwa anak itu akan cerdas.

Mengapa IQ penting? IQ penting karena menentukan apakah seseorang bisa berpikir dengan logis dan runut. Itu merupakan dasar berpikir. Seseorang yang IQ-nya rendah alias jongkok (itu istilah yang biasa dipakai), biasanya akan kurang nyambung kalau bicara, lebih lambat dalam pemahaman dan cara berpikir analisanya bermasalah. Itulah sebabnya IQ penting di tempat kerja. Bayangkan aja, kalau punya seorang staf yang ketika ngomong selalu 'nggak nyambung'. Cape banget kan...
Saat ini bukan hanya IQ, juga berkembang yang namanya EQ, atau Kecerdasan Emosional. Apa itu? Kecerdasan Emosional atau EQ, menjadi terkenal sejak Daniel Goleman, penulis buku tentang EQ mempopulerkan istilah ini di tahun 1995. Sejak itulah, dunia mulai terpukau dengan istilah EQ ini. Selanjutnya berbagai kecerdasan pun muncul seperti SQ (Spiritual Quotient) atau AQ (Adversity Quotient). Mari kita fokus ke pembahasan soal EQ!
EQ atau Kecerdasan Emosional itu apa? Inti EQ terkait dengan kemampuan intrapersonal (pengelolaan diri) serta interpersonal (pengelolaan orang lain). Kenyataan menunjukkan banyak orang yang IQ-nya bagus tetapi EQ-nya bermasalah. Akhirnya orang ini pun jadi sumber masalah di lingkungannya.
Mari kita lihat beberapa kisah ini.
Dalam sebuah blog di internet, ada seorang anak SMA cerita, "Saya punya seorang teman yang pinter tapi orangnya aneh, kuper dan suka salah tingkah. Nerd banget deh orangnya. Dia selalu serius, tegang dan nggak menyenangkan kalau diajak kerjasama. Soalnya dia nggak pernah percaya orang lain. Pinter tapi aneh!" Sementara di tempat kerja, ada keluhan seperti ini, "Saya punya rekan kerja yang pinter sekali tapi orangnya sok dan nggak sensitif. Boss aja dia berani lawan. Suka meremehkan temannya dan sok jago kalau presentasi. Emang pinter sih orangnya tapi menyebalkan deh orang kayak dia di kantor!".
Nah, itulah contoh orang-orang yang IQ-nya bagus tetapi EQ-nya jelek! Mungkin Anda sendiri bisa cerita atau melihat lebih banyak lagi orang-orang yang demikian di kantor?
Entah Anda setuju atau tidak, yang jelas banyak diungkapkan, termasuk oleh pelopor EQ dunia, Daniel Goleman, saat dirinya mengatakan, "Sukses seseorang hanya dipengaruhi sekitar 20% oleh IQ, tetapi 80% oleh EQ". Mungkin saja, angka ini agak sedikit berlebihan tetapi saya ingin mengajak Anda melihat realitas bahwa banyak orang yang sukses memang bukan karena pinter, tetapi karena dirinya yang luwes dan cara bergaulnya bagus. Itulah bagian dari EQ.
Jadi ingin saya tegaskan, EQ sangat berpengaruh pada karir seseorang. Ada kisah nyata tentang seorang yang bagus IQ-nya tetapi jelek EQ-nya. Paul Wieand, adalah seorang yang tergolong sangat brilian. Ia adalah salah satu CEO termuda dan terpintar di industri perbankan di wilayah Florida, Amerika. Pada masanya, banknya berhasil menduduki peringkat nomer tiga dalam hal pengelolaan aset. Namun, tidak lama kemudian, para Board of Directors (BOD) memaksa Wieand untuk berhenti. Alasannya cukup mengagetkan, yakni faktor EQ-nya rendah. Hal ini dibuktikan dengan Wieand yang suka mem-PHK orang-orang yang tidak disukainya. Ia juga gemar membekukan gaji karyawan yang tidak taat dan suka mendebat gagasannya. Ia senang menggunakan pola favoritisme (suka-tidak suka) dalam memimpin karyawannya. Bahkan ia menolak saran-saran BOD mengenai gaya manajemennya yang banyak tidak disukai.
Dengan pertimbangan di atas, Paul Wieand dipaksa berhenti dari dunia perbankan. Setelah keluar, ia ditarik oleh pemerintah Federal untuk mengurusi masalah kredit rakyat. Dalam empat tahun, Wieand berhasil membuktikan kesuksesan dengan meraup 1,5 miliar dollar dalam hal asset. Namun, tak lama setelah keberhasilan itu, para BOD pemerintah menyatakan ‘perang’ pada gaya manajemen Wieand yang semena-mena. Ia pun dipaksa berhenti sebelum membuat manajemen semakin kacau dan parah. Dalam usia 41 tahun, Wieand terpaksa harus menjalani pensiun dini dari dunia kerja. Ia dikabarkan sempat mengalami guncangan mental. Setelah sembuh dari perawatan, ia berhasil mengambil hikmah dari pengalamannya itu. Sekarang, ia menjadi seorang pembimbing EQ. Cita-citanya sangat sederhana, yakni membantu orang belajar dari kesalahan yang pernah dibuatnya dan mau mengolah kecerdasan emosional. Kasihan dan tragis kan? Tapi syukurnya Paul Wiend sempat bertobat!
Nah, ada beberapa saran untuk Anda meningkatkan EQ Anda.
Pertama, minta pendapat orang lain tentang diri Anda. Sesekali, ketika ngobrol dengan teman Anda, tanyakan, "Boleh nggak kasih penilaian jujur kepada saya. Apa hal-hal yang menyenangkan dari diri saya dan apa hal yang menyebalkan dalam diri saya?". Minta umpan balik yang jujur dan perbaikilah diri Anda.
Kedua, jangan menghindari orang-orang yang bermasalah dan sulit, justru merekalah yang akan melatih EQ Anda. Belajar mengatasi, menghadapi dan berhubungan dengan mereka. Memang tidak akan mudah dan tidak menyenangkan, tetapi kalau Anda bisa mengatasinya, berarti Anda menang!
Ketiga, mulai sekarang belajarlah dan carilah pengetahuan sebanyak-banyaknya mengenai EQ. Selain meningkatkan EQ dalam aplikasi pengalaman (EQ Behaviour), kita juga perlu meningkatkan pengetahuan soal EQ (EQ Knowledge). Toh, kita sadar bahwa pengetahuan memengaruhi aplikasi. Nah, bergiatlah untuk membaca, mengikuti seminar, dan sebagainya untuk menambah wawasan Anda soal EQ. Termasuk bisa Anda baca artikel gratis soal EQ dan bisa bergabung di milis EQ terbesar di Indonesia saat ini, melalui portal www.hrexcellency.com.
Oleh : Anthony Dio martin


Twitter Delicious Facebook Digg Favorites More