Jika kita mengeluh tentang pekerjaan, siapa sih sesungguhnya yang rugi? Perusahaan jelas rugi karena kalau terlampau sering mengeluh kita tidak dapat berkonsentrasi kepada pekerjaan, sehingga hasil yang bisa kita berikan tidak sebagaimana mestinya. Ini logis, sebab tidaklah mungkin seseorang yang tengah mengeluh bisa berkontribusi secara optimal kepada perusahaan. Kita bisa mengerahkan seluruh kapasitas diri yang kita miliki jika dan hanya jika bersedia melayani dengan sepenuh hati. Sedangkan, hati yang sudah dipenuhi oleh keluhan tidak lagi memiliki ruang untuk berkontribusi. Itulah sebabnya, mengapa setiap orang yang sering mengeluh dikantor bukanlah orang yang berprestasi tinggi.
Alkisah, ada seorang petani yang memiliki dua ekor kuda. Kedua kuda itu biasa digunakan untuk menarik pedati. Pada suatu malam, keduanya mengobrol sambil memandang bintang-bintang yang bertaburan. Mereka sepakat untuk saling membuka perasaan masing-masing. Kata kuda pertama;”Rasanya aku sebal sekali berada ditanah pertanian ini….”
Kuda yang satu lagi menimpali;”memangnya kenapa?” katanya.
”Aku sudah bosan dengan perlakuan petani itu kepadaku,” balasnya.
”Memangnya apa yang dilakukan petani kepadamu?” tanya kuda kedua.
”Yaaah…., dia memperlakukan aku seperti halnya memperlakukan dirimu….” jawabnya. ”Terus, bagaimana dengan kamu?” Dia segera melanjutkan kata-katanya.
”Aku sudah bosan dengan perlakuan petani itu kepadaku,” balasnya.
”Memangnya apa yang dilakukan petani kepadamu?” tanya kuda kedua.
”Yaaah…., dia memperlakukan aku seperti halnya memperlakukan dirimu….” jawabnya. ”Terus, bagaimana dengan kamu?” Dia segera melanjutkan kata-katanya.
Si kuda kedua menjawab; ”Aku bersyukur sekali berada ditanah pertanian ini…..”
Kuda yang satu lagi menimpali;”memangnya kenapa?” katanya.
”Aku menikmati perlakuan petani itu kepadaku,” balasnya.
”Memangnya apa yang dilakukan petani kepadamu?” tanya kuda pertama.
”Yaaah…., dia memperlakukan aku seperti halnya memperlakukan dirimu….” jawabnya.
Kuda yang satu lagi menimpali;”memangnya kenapa?” katanya.
”Aku menikmati perlakuan petani itu kepadaku,” balasnya.
”Memangnya apa yang dilakukan petani kepadamu?” tanya kuda pertama.
”Yaaah…., dia memperlakukan aku seperti halnya memperlakukan dirimu….” jawabnya.
Apa yang saya ceritakan itu tidak lebih dari sekedar dongeng yang saya karang-karang sendiri. Itulah sebabanya anda tidak pernah mendengar dongeng itu sebelumnya, sehingga mungkin agak janggal dibenak anda. Namun, mari perhatikan sekali lagi dialog yang dilakukan oleh kedua kuda tadi. Rasanya kok relevan sekali dengan kehidupan kita. Di kantor, mungkin kita menghadapi perlakuan yang sama dengan orang lain. Namun, mengapa orang lain bisa menjalani kehidupan kerjanya dengan senang hati, sedangkan kita penuh dengan keluhan seperti ini?
Anda mungkin bilang; ”Atasan saya pilih kasih. Dia baik kepada orang-orang tertentu tapi tidak kepada saya.” Perhatikan; ketika bekerja, kuda pertama melakukannya dengan terpaksa. Dia cemberut. Bahkan, saking kesalnya dia dengan sengaja meliak-liukkan pedati supaya sang petani merasa tidak nyaman. Kalau ada lubang dijalan, sang kuda sengaja berlari lebih kencang sehingga ketika roda pedati melindas lubang itu petani merasakan guncangan yang keras. Kalau sudah begitu, sang kuda meringkik untuk mentertawakan ketidaknyamanan penumpang pedatinya. Lalu, petani itu memecutnya supaya kuda itu berjalan dengan benar.
Perhatikan lagi; ketika bekerja, kuda kedua melakukannya dengan senang hati. Dia tersenyum. Bahkan, saking senangnya dia dengan hati-hati dan telaten menarik pedati supaya sang petani merasa nyaman. Kalau ada lubang dijalan, sang kuda memperlambat jalannya, sehingga ketika roda pedati melindas lubang itu petani sama sekali tidak merasakan guncangan yang berarti. Kalau sudah begitu, sang kuda meringkik turut terseyum atas kenyamanan penumpang pedatinya. Dan karena semuanya berjalan lancar, petani itu tidak perlu menggunakan pecutnya karena sang kuda sudah berjalan dengan benar.
Sekarang kita tahu bahwa tidak terlalu sulit untuk memahami; mengapa atasan kita baik kepada para karyawan teladan, dan keras kepada para karyawan yang asal-asalan, bukan?
Pada suatu malam, kuda kedua bertanya kepada temannya;”Kalau kamu tidak lagi suka bekerja disini, mengapa kamu tidak pergi?”
”Gila saja kamu,” kuda pertama segera menghardiknya. ”Memangnya gampang cari tempat lain?” katanya.
”Aku rasa ada saja, kalau kamu bersedia mencarinya…” jawab kuda kedua dengan santai.
”Mungkin sih, tapikan kalau pun aku bisa menemukan majikan baru…” sergah kuda pertama, ”Belum tentu lebih baik dari tempat ini……” lanjutnya.
”Mungkin sih, tapi
”Nah, kalau kamu merasa tidak mudah untuk mendapatkan tempat lain yang lebih baik, bukankah lebih baik jika kamu mensyukuri saja apa yang saat ini kamu miliki?” timpal kuda kedua.
”Bersyukur?” sang kuda terperanjat. ”Bagaimana caramu bersyukur?” tanyanya.
”Aku memilih untuk menikmati setiap langkahku ketika bertugas menarik pedati.” jawabnya. Dan benar, setiap kali petani itu menggunakannya untuk menarik pedati; sang kuda selalu menikmatinya. Sehingga dia dengan sukarela memberikan yang terbaik kepada majikannya. Oleh karenanya, dia bisa memberikan pelayanan yang terbaik, sehingga majikannya merasa puas atas pekerjaannya. Sebagai tanda terimakasih, sang petani memperlakukan kuda itu dengan istimewa, sehingga bertambah senang jugalah dia. Kuda itu senang bekerja, dan sang majikan senang dengan kinerjanya. Sekarang, kedua-duanya jadi merasa senang. Dan keduanya, saling menghargai. Dan saling menyayangi.
”Aku memilih untuk menikmati setiap langkahku ketika bertugas menarik pedati.” jawabnya. Dan benar, setiap kali petani itu menggunakannya untuk menarik pedati; sang kuda selalu menikmatinya. Sehingga dia dengan sukarela memberikan yang terbaik kepada majikannya. Oleh karenanya, dia bisa memberikan pelayanan yang terbaik, sehingga majikannya merasa puas atas pekerjaannya. Sebagai tanda terimakasih, sang petani memperlakukan kuda itu dengan istimewa, sehingga bertambah senang jugalah dia. Kuda itu senang bekerja, dan sang majikan senang dengan kinerjanya. Sekarang, kedua-duanya jadi merasa senang. Dan keduanya, saling menghargai. Dan saling menyayangi.