Margot Fraser (80) tak membayangkan usahanya berumur panjang. Birkenstock USA, perusahaan sepatu yang dirintisnya pada 1966, telah menjelma menjadi perusahaan besar dengan aset USD50 juta.
Seiring perkembangan pesat yang mampu diraih, perusahaan yang berpusat di
Fraser memulainya dari sebuah ketidaksengajaan. Suatu ketika, dia mengunjungi sebuah spa milik warga Jerman. Saat mencoba sepatu di
"Selama perang, kami tak pernah memiliki sepatu yang bagus. Tapi di sebuah spa Jerman tersebut saya merasakan kenyamanan saat memakainya. Saya kemudian berusaha menyurati sang pemilik apakah bisa ikut memasarkannya di Amerika."
Gayung bersambut. Ternyata sang pemilik Birkenstock Jerman memberinya peluang untuk memasarkannya di AS. Pada awal memasarkannya memang terasa sulit. Dia berjuang mendatangi satu pameran ke pameran lain dan awalnya sedikit sekali warga AS yang mau membeli produknya.
Namun, usaha Fraser meyakinkan para calon pelanggannya tak pernah padam. Setiap ada kesempatan, dia berusaha memberikan pengetahuan tentang produk yang dipasarkannya. Satu per satu warga AS, terutama kaum perempuan, pun mau memakai produknya. Pada akhir 1970-an-1980-an, Fraser bahkan mengaku mampu meningkatkan penjualan produknya hingga dua kali lipat setiap tahun.
Sebagai sebuah bidang usaha, perjalanan bisnis Fraser juga pernah di ambang kehancuran, terutama ketika para pelanggan merasa bahwa produk yang ditawarkan mulai ketinggalan zaman. Meski demikian, melalui berbagai terobosan, Fraser terus mempertahankan perusahaannya sehingga mampu bertahan hingga sekarang. Berbagai terobosan yang dilakukan di antaranya mengikuti tren warna dan model yang tengah disenangi warga AS. Fraser merasa, selera pasar antara warga AS dan Jerman tak sama. Dia pun berupaya memberikan produk yang sesuai pasar AS, tapi tetap memberikan kenyamanan khas Birkenstock, Jerman.
"Saya melakukan pembicaraan dengan pemilik Birkenstock di Jerman. Saya mendiskusikan selera pasar agar produk kami terus eksis. Ternyata mereka menerima sehingga saya pun bisa mendesain sepatu sesuai dengan pasar di sini," ujar Fraser.
Sosok Fraser sehingga mampu menjadi pengusaha sukses tak lepas dari pengalaman masa kecil dan dorongan serta teladan dari kedua orangtuanya.
"Saya hanya seorang anak kecil di
Meski hidup pada zaman kekuasaan Hitler, Fraser tetap mendapat bekal pendidikan yang memadai. Bekal pendidikan inilah yang juga turut mengantarkan kesuksesan Fraser seperti sekarang.
"Saat saya berusia 14 tahun, saya belajar membuat baju di sekolah," ungkapnya.
Bekal pengetahuan membuat baju ternyata memberikan manfaat bagi Fraser, terutama saat ayahnya memutuskan untuk meninggalkan
"Saya membaca
Di Kanada, kehidupan Fraser berjalan dengan penuh dinamika. Dia mendapat banyak bekal dan pelajaran bisnis. Kemampuannya mendesain baju pun semakin berkembang. Itu tak lepas dari perkenalannya dengan seorang pengusaha baju yang akhirnya memutuskan untuk mempekerjakannya.
Pengembaran Fraser di bidang usaha mencapai titiknya saat menemani suaminya yang seorang importir asal San Francisco ke Jerman pada 1966 di mana dia berkenalan dengan produk Birkenstock. Sekarang Fraser telah menjabat sebagai CEO dan bagi para perempuan seusianya, dia merasa Birkenstock adalah produk yang paling pas.