blocknotinspire.blogspot.com berisi Kumpulan Business Ethics, Business Tips, Inspire Spirit, Leadership and Culture , Love and Life, Management HR, Motivasi Spirit, Smart Emotion, Success Story, Tips Keuangan, Tips Marketing dan Tips Sehat Semoga Bisa Menjadikan Anda lebih SUKSES dari hari kemarin.
Kunjungi Versi Mobile KLIK http://blocknotinspire.blogspot.com/?m=1 atau ( KLIK DISINI )

Margot Fraser Berhasil Merawat Bisnis hingga Empat Dekade

Margot Fraser (80) tak membayangkan usahanya berumur panjang. Birkenstock USA, perusahaan sepatu yang dirintisnya pada 1966, telah menjelma menjadi perusahaan besar dengan aset USD50 juta.

Seiring perkembangan pesat yang mampu diraih, perusahaan yang berpusat di Novato, California, Amerika Serikat (AS) itu kini mampu menjual produknya kepada peritel besar. Tak hanya itu, Birkenstock juga merambah bisnis makanan sehat.

Fraser memulainya dari sebuah ketidaksengajaan. Suatu ketika, dia mengunjungi sebuah spa milik warga Jerman. Saat mencoba sepatu di sana, dia merasakan kenyamanan memakai sepatu tersebut dan bahkan mampu mengembalikan bentuk jari-jari kakinya. Sepulang dari sana, tebersitlah niatan untuk turut memasarkan produk sepatu tersebut.


"Selama perang, kami tak pernah memiliki sepatu yang bagus. Tapi di sebuah spa Jerman tersebut saya merasakan kenyamanan saat memakainya. Saya kemudian berusaha menyurati sang pemilik apakah bisa ikut memasarkannya di Amerika."

Gayung bersambut. Ternyata sang pemilik Birkenstock Jerman memberinya peluang untuk memasarkannya di AS. Pada awal memasarkannya memang terasa sulit. Dia berjuang mendatangi satu pameran ke pameran lain dan awalnya sedikit sekali warga AS yang mau membeli produknya.

Namun, usaha Fraser meyakinkan para calon pelanggannya tak pernah padam. Setiap ada kesempatan, dia berusaha memberikan pengetahuan tentang produk yang dipasarkannya. Satu per satu warga AS, terutama kaum perempuan, pun mau memakai produknya. Pada akhir 1970-an-1980-an, Fraser bahkan mengaku mampu meningkatkan penjualan produknya hingga dua kali lipat setiap tahun.

Sebagai sebuah bidang usaha, perjalanan bisnis Fraser juga pernah di ambang kehancuran, terutama ketika para pelanggan merasa bahwa produk yang ditawarkan mulai ketinggalan zaman. Meski demikian, melalui berbagai terobosan, Fraser terus mempertahankan perusahaannya sehingga mampu bertahan hingga sekarang. Berbagai terobosan yang dilakukan di antaranya mengikuti tren warna dan model yang tengah disenangi warga AS. Fraser merasa, selera pasar antara warga AS dan Jerman tak sama. Dia pun berupaya memberikan produk yang sesuai pasar AS, tapi tetap memberikan kenyamanan khas Birkenstock, Jerman.

"Saya melakukan pembicaraan dengan pemilik Birkenstock di Jerman. Saya mendiskusikan selera pasar agar produk kami terus eksis. Ternyata mereka menerima sehingga saya pun bisa mendesain sepatu sesuai dengan pasar di sini," ujar Fraser.

Sosok Fraser sehingga mampu menjadi pengusaha sukses tak lepas dari pengalaman masa kecil dan dorongan serta teladan dari kedua orangtuanya.

"Saya hanya seorang anak kecil di Berlin saat Hitler berkuasa. Ayah saya seorang broker produk pertanian. Orangtua saya memiliki pandangan berbeda dengan rezim berkuasa dan mengatakan kepada saya untuk tidak mengatakan kepada siapa pun keyakinan sebenarnya yang kami miliki. Karena waktu itu situasinya amat berbahaya," papar Fraser.

Meski hidup pada zaman kekuasaan Hitler, Fraser tetap mendapat bekal pendidikan yang memadai. Bekal pendidikan inilah yang juga turut mengantarkan kesuksesan Fraser seperti sekarang.

"Saat saya berusia 14 tahun, saya belajar membuat baju di sekolah," ungkapnya.

Bekal pengetahuan membuat baju ternyata memberikan manfaat bagi Fraser, terutama saat ayahnya memutuskan untuk meninggalkan Berlin menuju Bremen, enam bulan sebelum perang usai. Di tempat tinggal barunya, Fraser membuat baju bagi para istri petani di mana dia dan ayahnya tinggal. Baju-baju tersebut ditukar dengan telur dan mentega. Setelah perang selesai, Fraser lalu melanjutkan sekolahnya di bidang desain baju di Kanada. Sebenarnya Fraser ingin menuju Amerika Serikat (AS), tetapi karena kemungkinan sulit mendapatkan kewarganegaraan AS, dia memutuskan ke Kanada.

"Saya membaca surat kabar bahwa Presiden Jerman Club di Toronto adalah seorang pengusaha baju. Saya menulis surat kepadanya dan dia memberikan jawaban bahwa saya bisa tinggal bersamanya empat bulan," tutur Fraser.

Di Kanada, kehidupan Fraser berjalan dengan penuh dinamika. Dia mendapat banyak bekal dan pelajaran bisnis. Kemampuannya mendesain baju pun semakin berkembang. Itu tak lepas dari perkenalannya dengan seorang pengusaha baju yang akhirnya memutuskan untuk mempekerjakannya.

Pengembaran Fraser di bidang usaha mencapai titiknya saat menemani suaminya yang seorang importir asal San Francisco ke Jerman pada 1966 di mana dia berkenalan dengan produk Birkenstock. Sekarang Fraser telah menjabat sebagai CEO dan bagi para perempuan seusianya, dia merasa Birkenstock adalah produk yang paling pas.


Twitter Delicious Facebook Digg Favorites More