blocknotinspire.blogspot.com berisi Kumpulan Business Ethics, Business Tips, Inspire Spirit, Leadership and Culture , Love and Life, Management HR, Motivasi Spirit, Smart Emotion, Success Story, Tips Keuangan, Tips Marketing dan Tips Sehat Semoga Bisa Menjadikan Anda lebih SUKSES dari hari kemarin.
Kunjungi Versi Mobile KLIK http://blocknotinspire.blogspot.com/?m=1 atau ( KLIK DISINI )

Putar Otak

Di berbagai media, sejak mulai dari angin krisis mendekat sampai saat ini, kita bisa mengamati berbagai upaya  pemerintah untuk menalangi dana jaminan perusahaan-perusahaan ‘finance’ terbesar Amerika. Para pebisnis pun meletakkan harapan tinggi pada pemerinta Indonesia untuk melancarkan proyek-proyek stimulus.


Tentunya kita jadi bertanya tanya, sebatas mana pemerintah beserta seluruh uang rakyatnya kuat dan  perlu mempertanggungjawabkan, serta menutupi utang yang dihasilkan oleh permainan keserakahan sebagian orang? Mengapa solusi selalu diharapkan dari pemerintah? Bagaimana dengan tanggung jawab para pelaku bisnis? Bila pelanggan dan daya beli turun, apakah tidak ada upaya yang bisa dilakukan pelaku bisnis dan para profesional kecuali menunggu ‘keadaan berubah’ atau ‘uluran tangan’? Sudahkah kita menajamkan pensil, lebih fokus dan berkonsentrasi untuk menjadi pemenang justru pada saat-saat keterpurukan ini?

Sisihkan sebagian pemikiran ke jangka panjang

Kita sendiri pasti sangat memahami apa arti nasehat ahli ahli ekonomi yang menyarankan untuk mengetatkan ikat pinggang, menjaga ‘cash’ dan berupaya untuk sekedar ‘mempertahankan’  kinerja pribadi maupun perusahaan. Pertanyaan bodohnya, bila semua orang dan semua perusahaan melakukan hal ini , siapa yang memikirkan keadaan jangka panjang kita?

Kita tentu sadar betapa pasar dan customer selalu memilih produk dan jasa terbaik. Bila kita sibuk mempertahankan diri, dalam jangka waktu 3-5 tahun ke depan kita tidak akan mempunyai daya kompetisi lagi, sementara bila keadaan berubah, pasar mulai memilih produk yang baik lagi.Haruskah kelak kita masih diributkan dengan makanan berformalin, bahan pemutih, atau campuran warna yang mematikan?  Haruskah kita tetap menelan asap polusi bahan bakar karena kita belum menemukan pemakaian bahan bakar yang lebih efisien? Bisakah swasembada beras, diikuti dengan cara cara kreatif menghentikan perikanan ilegal sehingga negara bisa menikmati haknya, dan rakyat menikmati kehidupan lebih baik dari hasil lautnya? Benarkah kita tidak bisa membuat barang murah tapi bermutu? Bila tidak menyadari kenyataan ini, pada saat saat keadaan membaik, secara pribadi kita  bisa sudah tidak ‘update’lagi dengan kebutuhan saat itu, sehingga yang tadinya kita termasuk ke dalam golongan ‘top talent’ , tiba tiba kita menghadapi kenyataan bahwa kita sudah ‘turun peringkat’ bahkan sudah tidak terbiasa berfikir kreatif lagi.  Secara perusahaan maka tidak ada produk baru ataupun jasa dan servis gaya baru yang sudah siap dipasarkan.  Oleh beberapa ahli, kenyataan ini disebut sebagai ‘macromyopia’  dimana kita benar benar dalam keadaaan panik  dan tidak mempunyai kapasitas untuk melihat perkembangan lebih jauh.  Di sebuah perusahaan, gejala ‘macromyopia’  ini terbaca pada tidak sabarnya para manajer penjualan untuk berstrategi, bahkan tidak enggan untuk bercakar cakaran dengan rekan se perusahaan , sekedar untuk mencapai target.Don't Jump on the Down Economy Bandwagon, seorang ahli berkomentar. Keadaan ‘sepi order’ ini memang menakutkan, tetapi sisihkan waktu juga untuk berfikir dan berfikir mengenai organisasi, produk, jasa dan persiapkan diri untuk ‘rebound’, memantul kembali.

Berinovasi tanpa modal

Sadarkah kita bahwa dalam situasi ekonomi yang normal, banyaknya kesempatan seringkali malahan menjadikan kita tidak punya waktu untuk berpikir lebih jauh? Karenanya, krisis yang kita hadapi sekarang perlu kita tangkap sebagai momentum, untuk mengembangkan inovasi jangka panjang. Biarkan kompetitor terjebak pada tindakan survival jangka pendek saja, sementara kita perlu perlu berusaha keras membagi 2 konsentrasi, antara survival jangka pendek dan inovasi jangka panjang secara serius.

Kita mendengar banyak organisasi memotong biaya Research & Development-nya begitu krisis mendekat. Dalam era knowledge management yang canggih ini, sebetulnya inovasi tidak selalu memerlukan investasi khusus atau merekrut tenaga khusus. Kita bisa belajar dari Frans Johansson yang mengungkapkan gejala Medici Effect, yaitu melandaskan inovasi - inovasi berdasarkan pada pendekatan interseksi antar  disiplin ilmu yang terjadi sejak masa renaissance. Dengan membuka mata dan mempelajari disiplin ilmu lain kita bisa lebih lancar menghasilkan terobosan ide yang luar biasa. Pada dasarnya daya pikir kita tidak pernah berhenti berasosiasi. Dengan sedikit saja ‘open-mindedness’, suasana ‘tukar pikiran’ dan meniru cara berpikir disiplin ilmu lain, kita segera bisa membuat pikiran kita berasosiasi dan menemukan ide ide baru. Mengungkung pikiran dengan keteganganlah yang menyebabkan  otak tidak bekerja, sehingga situasi terpuruk makin memburuk.

Organisasi yang ingin  ‘berubah’ akan mati-matian menciptakan ‘sense of urgency’  untuk mendorong perubahan. Sekarang, tanpa diminta, sense of urgency bahkan tidak perlu lagi dipompakan karena sudah menjepit  di depan mata. Inilah ‘sense of crisis’ yang diperlukan untuk melahirkan ide-ide baru! Saat inilah motivasi untuk menemukan solusi-solusi baru digalakkan. Mindset inovasi, selain membuahkan hasil juga akan membawa suasana organisasi menjadi bersemangat.Tidak ada saat lain yang lebih tepat untuk menghidupkan  rasa ingin tahu, enerji dan antusiasme secara alamiah daripada sekarang. Mari putar otak! (Eileen Rachman & Sylvina Savitri)


Twitter Delicious Facebook Digg Favorites More