Happiness. Kebahagiaan. Inilah mungkin sebuah kata kunci yang ingin direngkuh oleh setiap insan di muka bumi ini. Ya, sebab buat apa kita menjalani hidup – yang hanya sekali ini — jika setiap saat selalu dihimpit oleh kenestapaan demi kenestapaan. Namun sebelum berbincang lebih jauh tentang upaya merengkuh kebahagiaan, ada baiknya kita menyimak dulu hasil survei tentang indeks kebahagiaan warga di berbagai negara.
Setiap tahun World Values Survey melakukan riset untuk menelisik indeks kebahagiaan negara-negara di dunia. Di tahun 2008, negara yang warganya merasa paling bahagia di dunia adalah Denmark . Lalu dimana peringkat negeri kita tercinta? Ternyata tak jelek-jelek amat. Indonesia berada pada peringkat 40 dari 99 negara yang disurvei. Ini artinya penduduk bumi Nusantara secara rata-rata merasa lebih happy dibanding warga negara Jepang (peringkat 43), warga China (peringkat 54) dan warga India (peringkat 69).
Fakta obyektif itu mengindikasikan bahwa ternyata secara agregat, penduduk negeri ini memiliki indeks kebahagiaan yang relatif baik. Pertanyaan berikutnya adalah : apa kira-kira yang perlu dicermati agar level kebahagian kita bisa terus menjulang pada titik optimal. Disini mungkin kita perlu mengeksplorasi tiga dimensi kebahagiaan dalam ranah kehidupan kita.
Dimensi kebahagiaan yang pertama terletak pada dimensi kehidupan profesional kita. Inilah jejak kebahagiaan yang tersembunyi dibalik kehidupan profesional kita – entah sebagai seorang pekerja kantoran, dokter, entrepreneur, guru, salesman atau profesi lainnya. Disini kita mencoba bersungguh-sungguh untuk menjawab pertanyaan : apakah kita benar-benar merasa bahagia dengan pekerjaan atau profesi yang tengah kita tekuni saat ini? Apakah kita bisa menemukan buih keriangan dalam pekerjaan dan lingkungan kerja yang sedang kita lakoni saat ini?
Faktanya, kita hanya akan mampu menjadi seorang profesional yang produktif manakala kita happy dengan pekerjaan kita. Itulah mengapa kini banyak perusahaan yang berjuang mati-matian untuk membuat para karyawannya merasa bahagia – seperti yang tertuang dalam kisah Google yang memperlakukan para pekerjanya bak seorang raja. Itulah mengapa kini banyak perusahaan yang juga membuat jabatan baru, yakni jabatan Chief Happiness Officer – sebuah posisi yang tugasnya hanya satu : memastikan bahwa setiap pegawai di kantornya selalu berada dalam kondisi bahagia (wah asyik juga juga kalau di kantor Anda terdapat posisi seperti itu…..).
Dimensi kebahagiaan yang kedua terletak dalam kehidupan sosial kita. Inilah sumber kebahagiaan yang muncul dari interaksi kita dalam lingkaran pergaulan sosial kita – baik dengan kerabat, tetangga, rekan-rekan satu gagasan dan hobby, ataupun teman-teman semasa sekolah dulu. Apakah kita termasuk yang bisa merajut interaksi sosial yang harmonis dan menyenangkan? Apakah kita dapat menganyam sebuah jalinan komunitas yang bisa menebarkan sejengkal kebahagiaan?
Dalam konteks kehidupan sosial ini, kita sekarang menyaksikan tumbuh suburnya bermacam komunitas – entah itu komunitas pecinta burung cucakrowo, komunitas penikmat kuliner, komunitas penggemar otomotif, hingga komunitas pengagum filsuf Karl Marx. Apapun jenisnya, kehadiran komunitas ini sesungguhnya hendak ditautkan pada kerinduan untuk saling berbagi dengan teman satu ide atau satu hobby. Harapannya, dalam interaksi komunitas yang saling guyub itu, bisa terbangun solidaritas dan jalinan interaksi yang membahagiakan.
Dimensi kebahagiaan ketiga atau yang terakhir, terletak dalam kehidupan personal yang tengah kita tapaki. Inilah jejak dimana kita merajut intreraksi dengan keluarga, dengan pasangan hidup (dengan istri, suami atau kekasih hidup), atau juga dengan anak-anak kita. Adakah kita bisa membangun sebuah interaksi yang membahagiakan dengan kedua orang tua dan adik-kakak kita? Adakah kita bisa menjalin sebuah relasi yang penuh kehangatan dengan suami/istri dan anak-anak kita? Adakah kita mampu menjadikan pasangan hidup dan anak-anak kita sebagai sumber kebahagiaan yang tak pernah habis?
Demikianlah tiga dimensi kebahagiaan yang mungkin mesti kita rawat dengan penuh keseimbangan, manakala kita hendak merengkuh titik kebahagiaan yang optimal. Mudah-mudahan saja Anda semua bisa menemukan jejak kebahagiaan yang menjulang dalam tiga dimensi itu
Sumber: Yodhia Antariksa www.Strategimanajemen.net