blocknotinspire.blogspot.com berisi Kumpulan Business Ethics, Business Tips, Inspire Spirit, Leadership and Culture , Love and Life, Management HR, Motivasi Spirit, Smart Emotion, Success Story, Tips Keuangan, Tips Marketing dan Tips Sehat Semoga Bisa Menjadikan Anda lebih SUKSES dari hari kemarin.
Kunjungi Versi Mobile KLIK http://blocknotinspire.blogspot.com/?m=1 atau ( KLIK DISINI )

Mendaki Gunung Kesuksesan

Hidup ini seperti mendaki gunung dan kita dilahirkan dengan satu dorongan untuk terus mendaki. Pendakian dalam hidup ini bagaikan menggerakkan tujuan hidup kita terus ke depan, apapun tujuan itu. Kesulitan lama mendaki gunung kesuksesan sangat relevan sekali dengan pertanyaan-pertanyaan dibawah ini :



1.  Mengapa ada orang yang mampu bertahan dalam sebuah tantangan sementara orang lain gagal?

2.  Mengapa ada perusahaan yang terus maju dalam persaingan, sementara perusahaan lain hancur?

3.  Mengapa ada pengusaha yang mampu mengatasi hambatan yang tidak terkira sulitnya, sementara yang lainnya menyerah?

4.  Mengapa ada orangtua yang berhasil membesarkan anaknya di tengah lingkungan yang penuh tantangan sedangkan yang lainnya tidak?

5.  Mengapa ada banyak orang yang kemampuannya tertinggal jauh dibandingkan dengan mereka yang memiliki bakat atau IQ yang tinggi?

Penggalian jawaban atas pertanyaan di atas membuat kita mengerti bahwa kunci kesuksesan dalam mendaki gunung kehidupan ini bukan hanya tergantung pada Kecerdasan Intelegensia (IQ), Kecerdasan Emosi (EQ), tetapi ternyata ada satu hal lain yang penting yaitu AQ (Adversity Quotient).

Fenomena tentang Adversity Quotient (AQ)

AQ adalah kecerdasan yang menggambarkan keuletan manusia. Individu yang mampu mengaplikasikan AQ di dalam tantangan dan masalahnya akan memiliki produktivitas yang lebih optimal. Kita selalu menghadapi masalah dan tantangan setiap hari, besar atau kecil, sulit atau mudah.

Orang yang memiliki AQ tinggi bukan saja mampu belajar dari tantangan ini, tetapi juga mampu merespon lebih baik dan cepat.

Hal yang sama juga terjadi dalam bisnis, organisasi yang memiliki AQ tinggi mampu menghasilkan kapasitas dan produktivitas yang naik, dan lahirnya inovasi.

Perbedaan IQ, EQ dan AQ

IQ saja tidak cukup untuk mencapai kesuksesan. Mitos lama mengatakan bahwa IQ adalah kunci keberhasilan seseorang, padahal di sekeliling kita, sudah sangat sering kita lihat bahwa mereka yang memiliki IQ tinggi tetapi tidak mampu mewujudkan potensinya.

Ambil saja contoh kasus Cho – Virgina Tech, ia seorang yang cerdas tetapi penyendiri, kasusnya berakhir dengan kematian 33 orang termasuk dirinya. Contoh lainnya adalah Ted Kaczynki di Amerika Serikat yang diperiksa atas tuduhan “pemboman” dan telah membunuh & melukai banyak orang. Ted juga dikenal sebagai orang yang IQ-nya tinggi, seorang anak ajaib yang masuk Harvard pada usia 16 tahun dan lulus pada umur 20 tahun. Ia seorang Doktor dibidang Matematika dari University of Michigan. Cho dan Ted terbiasa dididik untuk mengembangkan pikirannya, sehingga kemampuan bersosialisasi dan kecerdasan emosinya tidak pernah berkembang. Kekuatan mereka adalah kecerdasan IQ dan mereka gagal dalam hidupnya.

Kecerdasan Emosi-kah yang menjadi kunci keberhasilan? Kisah Cho & Ted berkaitan erat dengan tulisan Daniel Goleman yang menjelaskan mengapa orang yang IQ-nya tinggi mengalami kegagalan sedangkan yang lainnya dengan IQ yang sedang-sedang saja bisa berkembang pesat. Goleman mengemukakan bahwa, dalam kehidupan, EQ lebih penting daripada IQ. Namun, seperti halnya IQ, tidak setiap orang memanfaatkan EQ dan potensi mereka sepenuhnya.

Sejumlah orang memiliki IQ yang tinggi berikut segala aspek kecerdasan EQ, namun tragisnya, mereka gagal menunjukkan kemampuannya. Agaknya, bukan IQ ataupun EQ yang menentukan suksesnya seseorang. Jadi pertanyaannya masih sama, mengapa ada orang yang mampu bertahan, sementara yang lainnya –sama-sama brilian dan pandai bergaul- gagal. Ternyata AQ mampu menjawab pertanyaan sulit ini!

Apabila perjalanan sukses seseorang diumpamakan seperti mendaki gunung, dan semua pendaki adalah individu-individu brilian dan pandai bergaul, AQ orang tersebutlah yang menentukan apakah ia akan berdiam atau terus mendaki.

Quitters, mereka yang berhenti. Orang yang memilih untuk keluar dari masalah, menghindari kewajiban, mundur, menyerah sebelum berperang atau berhenti. Mereka menolak kesempatan yang diberikan oleh gunung kehidupan, mereka meninggalkan impiannya dan memilih jalan yang mereka anggap lebih datar dan lebih mudah.

Campers, mereka yang berkemah. Mereka pergi tidak seberapa jauh lalu berhenti, mungkin karena bosan, mereka mengakhiri pendakiannya dan mencari tempat datar yang rata dan nyaman sebagai tempat persembunyiannya. Berbeda dengan Quitters, Campers telah melalui sebagian tantangan pendakian. Pendakian tidak selesai ini oleh sementara orang dianggap sebuah “kesuksesan”. Campers mungkin merasa cukup senang dengan ilusinya sendiri tentang apa yang sudah ada, dan mengorbankan kemungkinan untuk melihat atau mengalami apa yang masih mungkin terjadi.

Climbers, mereka yang terus mendaki untuk meraih kesuksesan. Climbers membaktikan diri pada pertumbuhan dan belajar seumur hidup. Climbers tidak berhenti pada gelar dan jabatan, mereka akan terus mencari dan belajar cara-cara baru untuk bertumbuh dan berkontribusi bagi diri dan lingkungannya. Climbers tidak pernah melupakan “kekuatan” dari perjalanan yang pernah ditempuhnya. Thomas Alfa Edison adalah seorang Climbers, ia membutuhkan waktu 20 tahun dan 50.000 percobaan untuk menemukan baterai yang ringan, tahan lama dan efisien.






Kaitan IQ, EQ dan AQ dalam meraih kesuksesan

Oleh :  Ir. Bambang Syumanjaya, MM, MBA, CBA


Twitter Delicious Facebook Digg Favorites More