blocknotinspire.blogspot.com berisi Kumpulan Business Ethics, Business Tips, Inspire Spirit, Leadership and Culture , Love and Life, Management HR, Motivasi Spirit, Smart Emotion, Success Story, Tips Keuangan, Tips Marketing dan Tips Sehat Semoga Bisa Menjadikan Anda lebih SUKSES dari hari kemarin.
Kunjungi Versi Mobile KLIK http://blocknotinspire.blogspot.com/?m=1 atau ( KLIK DISINI )

Pengaruh Seorang Pemimpin Terhadap Budaya Perusahaan

Menurut Peter F. Drucker, kepemimpinan tak terlepas dari kaitan budaya (kultur) yang disandang oleh masyarakat yang dilayaninya. Kultur itu bahkan tampil sebagai bagian terpadu dalam keseluruhan kepemimpinan itu, menjadi semacam bingkai yang lazim disebut gaya (style), hingga terdapat terminologi kepemimpinan Gaya Jepang atau kepemimpinan Gaya Cina atau kepemimpinan Gaya Barat dan seterusnya.


Kepemimpinan bertugas mengemban misi bagi lembaga yang dilayaninya, beroperasi berlandaskan budaya dan kepemimpinan bertugas mengembangkan tiap kegiatan kerja menjadi produktif dan membuat agar tiap kerja berprestasi, melakukannya berlandaskan nafas, semangat dan jiwa budaya. Dalam mengelola dampak sosial dan tanggung jawab sosial, eksistensi dan kegiatan lembaga yang dilayaninya, pemimpin melakukannya dalam penghayatan terhadap budaya.

Di Asia Timur dan Tenggara barangkali kita dapat tanpa ragu-ragu bicara tentang budaya Jepang, budaya Korea, budaya Cina dan budaya Indonesia di samping budaya-budaya yang lain yang lebih lokal dan regional sifatnya. Tentang budaya Indonesia, yang menurut Ki Hajar Dewantara adalah puncak dari semua kebudayaan daerah, yang kemudian saling berinteraksi dan beradaptasi berangsur larut menjadi satu kepribadian. Gaya kepemimpinan yang diajarkan Ki Hajar Dewantoro, “Ing Ngarso Sung Tulodho, Ing Madyo Mangun Karso, Tut Wuri Handayani”, yaitu di depan harus menjadi teladan, di tengah harus mendukung dan di belakang harus mengikuti, merupakan salah satu gaya kepemimpinan dengan landasan budaya Indonesia.

Budaya yang mendasari sistem yang ada pada akhirnya juga turut memegang pengaruh yang sangat besar. Hal ini terlihat pada budaya yang berkembang di negara Indonesia sendiri. Jika pada masa lalu budaya gotong royong -yang terlihat sangat jelas pada masa perjuangan- masih sangat kuat melekat dalam diri orang-orang Indonesia, hal itu nampaknya kini harus dipertanyakan lagi. Gejolak ekonomi  yang sangat kuat terhadap nilai mata uang Indonesia sepertinya mendorong orang-orang dari satu golongan tertentu untuk menyelamatkan diri sendiri tanpa memperhitungkan pihak lain. Hal ini menimbulkan suatu tanda tanya adakah nilai-nilai individual yang pada dasarnya bukan nilai-nilai bangsa telah merasuki bangsa Indonesia  yang terkenal akan semangat gotong-royongnya.

Budaya yang pada dasarnya merupakan nilai-nilai, kebiasaan, ritual, mitos maupun praktek-praktek yang terus berlanjut dalam kehidupan bermasyarakat merupakan nafas yang menjiwai dan mengarahkan perilaku para anggota (Robbins, 1996 ), bahkan  semestinya mendasari setiap gerak kehidupan bermasyarakat. Dalam hal ini budaya tidak hanya sekedar sebagai dasar, namun yang terpenting adalah budaya tersebut memiliki peran sebagai pemberi identitas dan ‘normative glue’. Pemimpin dalam konteks ini memiliki andil yang sangat besar terhadap bagaimana budaya tersebut dapat dihayati dengan sungguh-sungguh oleh para anggotanya.

Dari bandingan-bandingan yang diberikan di atas, tampak betapa tinggi sifat-sifat atau syarat-syarat yang dituntut bagi seorang pemimpin. Di dalam kenyataan memang tidak mudah bagi seorang pemimpin untuk memenuhi sifat-sifat tersebut secara sempurna. Bahkan dikatakan pemimpin juga harus memiliki sifat samudera dan bumi. Yakni pemimpin harus mampu menampung segala permasalahan, tetap sabar dan tenang dalam memberikan solusi. Dia juga harus teguh dan kuat pendirian tetapi siap pula mendengar masukan dari mana pun untuk dijadikan bahan pertimbangan.

Sejarah juga sudah membuktikan bahwa hantaman badai waktu dan zaman, tidak mampu mengubah sendi-sendi dasar budaya yang ada. Dimana bangsa Indonesia berbudaya  kepercayaan pada Yang Maha Tinggi, Sang Maha Pencipta serta kebersamaan dalam konteks kegotongroyongan. Maka secara sosiologis, pola dasar budaya kepemimpinan Indonesia adalah kepemimpinan paguyuban.

Di sisi lain dalam sebuah perusahaan, budaya adalah sesuatu yang dibangun bersama-sama  mulai dari pimpinan puncak hingga karyawan bawah. Dan ini berbeda dari satu perusahaan ke perusahaan lain. Ketika anda bekerja di sebuah perusahaan, anda perlu mengenali budaya yang berlaku di sana, yang mungkin berbeda dengan budaya yang diterapkan di tempat kerja terdahulu. Namun demikian, sebagai seorang pemimpin yang positif, salah satu tugas anda adalah menumbuhkan sebuah budaya; yaitu budaya yang positif, yang sesuai dengan pasar anda dan didukung oleh personel anda. Dan ini harus dimulai dari anda sendiri sebagai pimpinan puncak yang harus memberikan keteladanan. Dalam menumbuhkan budaya yang positif, seorang pemimpin sangat dipengaruhi dengan sikap-sikap positif dari budaya kepemimpinan Indonesia.

Dalam melihat kepemimpinan suatu organisasi itu sama dengan melihat budaya yang ada dalam organisasi tersebut, perumpamaannya bagaikan dua sisi mata uang yang memiliki nilai yang sama. Dalam hal ini ada dua konsep berbalik, yaitu :
a.   Budaya diciptakan oleh pemimpin-pemimpinnya.
b.   Pemimpin-pemimpin diciptakan oleh budaya.

Keberhasilan seorang pemimpin justru akan dilihat dalam pengaruh mereka secara langsung terhadap budaya organisasi. Menurut Turner (Taliziduhu Ndraha : 2005),  pada dasarnya pemimpin berperan dalam pembentukan  budaya, budaya membantu membentuk anggota-anggotanya . Pembentukan budaya hanya akan dapat dilihat lebih dekat melalui perilaku-perilaku para anggota serta semangat yang mendorongnya. Pada akhirnya disadari bahwa pemimpin hendaknya memiliki suatu komitmen yang jelas, baik komitmen pada diri pribadi maupun komitmen terhadap organisasi. Jika nilai-nilai yang dimiliki adalah nilai-nilai kebersamaan dan kesejahteraan bersama, maka hal itu akan sungguh-sunguh terlihat pada spirit yang ada pada anggotanya. Ketika peran ini diabaikan, tidak akan heran jika keberadaan organisasi akan hancur karena justru orang cenderung meninggalkan budaya kebangsaan yang dimiliki serta justru memakai budaya negara lain yang menurutnya dianggap lebih baik. Dalam situasi yang demikian, refleksi dan introspeksi perlu dilakukan semua pihak dan keberanian mengakui kekurangan adalah tindakan bijaksana sehingga dapat dipastikan anggota akan kembali timbul kepercayaan. Justru ketika pemimpin mau menyadari kelemahannya, maka pada saat itu dukungan dari anggota akan muncul karena pada dasarnya masyarakat Indonesia adalah masyarakat pemaaf yang mudah melupakan suatu kesalahan.

Dari penjelasan di atas  nampak jelas bahwa antara kepemimpinan dengan budaya perusahaan maupun budaya dalam suatu masyarakat mempunyai hubungan yang sangat erat sekali. Sehingga dapat dikatakan bahwa melihat kepemimpinan suatu perusahaan  itu sama dengan melihat budaya yang ada dalam perusahaan  tersebut.
Sumber : vibizmanagement.com


Twitter Delicious Facebook Digg Favorites More