Berbagai media massa selain koran sudah dikenal luas oleh masyarakat, mulai dari radio, televisi, multimedia dan berbagai bentuk anakannya. Tetapi, tetap saja sampai saat ini keberadaan koran masih tetap terjaga dan dibaca serta diminati oleh publik.
Koran menyajikan informasi dengangaya khas yang tidak bisa disamai oleh media yang lain dan kenyataannya hingga kini koran tetap menjadi media penting dalam proses pembentukan opini publik. Jaminan bahwa koran akan tetap berjaya dimasa yang akan datang adalah contoh dari berbagai negara-negara tua yang memiliki kultur koran sejak ratusan tahun lalu, tapi hingga kini masyarakatnya masih saja tetap fanatik dengan koran. Kenyataan itu juga dibuktikan oleh sekian banyak perusahaan yang selalu memanfaatkan koran untuk media promosinya.
Tentu saja, berpromosi hanya dengan media tunggal (koran saja atau brosur saja) jelas tidak bijaksana. Hakikat berpromosi adalah seperti kabut yang menyelimuti gunung, jadi semakin banyak media yang digunakan dan semakin rata upaya menutupi gunung tersebut, maka semakin besar potensi tujuan promosi tercapai.
Sampai minggu lalu saya masih mendengar orang-orang yang mencoba membandingkannya dengan brosur. Efektif mana beriklan di koran atau berpromosi melalui brosur. Terlepas dari media-medai kampanye promosi yang lain, seperti billboard, radio, tv, spanduk, baligho, kartu nama, dan lainnya, saya ingin membahas lebih lanjut tentang brosur dan iklan koran.
Brosur & Iklan Koran
Siapa diantara anda yang pernah membaca brosur dari awal hingga akhir? Yang sempat membaca semua tulisannya satu persatu? Saya pikir itu hanya akan dikerjakan oleh penjaga tower mercusuar di pulau terkecil yang sudah amat bosan mengisi keterasingannya.
Tentu ada diantara kita yang menyimpan brosur-brosur itu, salah satunya saya, tujuan upaya menyimpan bukan mau untuk dibaca tetapi cenderung untuk disimpan menjadi koleksi contoh jika suatu saat akan membuat brosur.
Berapa lama anda pernah memegang brosur, saya lakukan survey kepada lebih dari 700 orang, kebanyakan mereka memegang brosur (dibaca) rata-rata kurang dari 12 menit. Selebihnya hanya dipegang dan sebelum 30 menit brosur itu sudah tertinggal di meja atau berhenti di tong sampah.
Proses membuat brosur relatif lebih ribet, dimana harus ada design dasar, separasi warna, proses proffing, printing dan akhirnya baru distribusi. Jelas upaya ini cukup memakan ebergi untuk mengerjakannya.
Saya melihat bahwa jika tujuan kita mengajak publik untuk melihat dan memahami pesan kita serta mengerjakan sesuatu, iklan koran adalah pilihan yang lebih bijaksana, tetapi jika target kita sudah berada didepan kita dan kita memerlukan alat peraga penjualan, brosur adalah salah satu media yang paling bagus.
Brosur sendiri juga tidak cukup positif jika pertemuan bisnis itu tidak diikuti dengan menunjukkan produk promosi lainnya seperti daftar harga, daftar fasilitas, gambar-gambar produk dan sebagainya.
Disisi lain, iklan koran jelas tidak cukup efektif jika tidak menonjol atau serupa saja dengan yang lain. Apalagi jika pemilihan medianya dilakukan dengan gegabah dan asal percaya kepada pihak koran.
Memilih Media,
Saran sederhana saya, pahami segmen pasar anda dan pahami segmen pasar koran yang akan anda pilih. Gunakan angka dan logika, jangan terpengaruh oleh ulah para pemasar yang lihai mengendalikan alam pikiran kita.
Saya sering merasa lucu jika ada pemasang iklan yang membidik pasar luas (80 % dari komposisi penduduk) dengan harga jual produknya Rp.20.000,-/buah tetapi berpromosi disebuah media untuk kalangan atas yang nota bene hanya 4 % saja dari populasi itu. Jelas itu bukan langkah yang bijak untuk memenangkan perhatian publik itu.
Kebetulan saja di Sumatera bagian utara ini karakter pembaca koran sangatlah khas, terpola dan loyal kepada masing-masing alirannya dari jaman kakeknya hingga kini. Tentu saja itu adalah kesempatan yang positif untuk memilih pangsa pasar mana yang paling layak untuk kita pilih sebagai media penyampai pesan kita.
Koran menyajikan informasi dengan
Tentu saja, berpromosi hanya dengan media tunggal (koran saja atau brosur saja) jelas tidak bijaksana. Hakikat berpromosi adalah seperti kabut yang menyelimuti gunung, jadi semakin banyak media yang digunakan dan semakin rata upaya menutupi gunung tersebut, maka semakin besar potensi tujuan promosi tercapai.
Sampai minggu lalu saya masih mendengar orang-orang yang mencoba membandingkannya dengan brosur. Efektif mana beriklan di koran atau berpromosi melalui brosur. Terlepas dari media-medai kampanye promosi yang lain, seperti billboard, radio, tv, spanduk, baligho, kartu nama, dan lainnya, saya ingin membahas lebih lanjut tentang brosur dan iklan koran.
Brosur & Iklan Koran
Siapa diantara anda yang pernah membaca brosur dari awal hingga akhir? Yang sempat membaca semua tulisannya satu persatu? Saya pikir itu hanya akan dikerjakan oleh penjaga tower mercusuar di pulau terkecil yang sudah amat bosan mengisi keterasingannya.
Tentu ada diantara kita yang menyimpan brosur-brosur itu, salah satunya saya, tujuan upaya menyimpan bukan mau untuk dibaca tetapi cenderung untuk disimpan menjadi koleksi contoh jika suatu saat akan membuat brosur.
Berapa lama anda pernah memegang brosur, saya lakukan survey kepada lebih dari 700 orang, kebanyakan mereka memegang brosur (dibaca) rata-rata kurang dari 12 menit. Selebihnya hanya dipegang dan sebelum 30 menit brosur itu sudah tertinggal di meja atau berhenti di tong sampah.
Proses membuat brosur relatif lebih ribet, dimana harus ada design dasar, separasi warna, proses proffing, printing dan akhirnya baru distribusi. Jelas upaya ini cukup memakan ebergi untuk mengerjakannya.
Saya melihat bahwa jika tujuan kita mengajak publik untuk melihat dan memahami pesan kita serta mengerjakan sesuatu, iklan koran adalah pilihan yang lebih bijaksana, tetapi jika target kita sudah berada didepan kita dan kita memerlukan alat peraga penjualan, brosur adalah salah satu media yang paling bagus.
Brosur sendiri juga tidak cukup positif jika pertemuan bisnis itu tidak diikuti dengan menunjukkan produk promosi lainnya seperti daftar harga, daftar fasilitas, gambar-gambar produk dan sebagainya.
Disisi lain, iklan koran jelas tidak cukup efektif jika tidak menonjol atau serupa saja dengan yang lain. Apalagi jika pemilihan medianya dilakukan dengan gegabah dan asal percaya kepada pihak koran.
Memilih Media,
Saran sederhana saya, pahami segmen pasar anda dan pahami segmen pasar koran yang akan anda pilih. Gunakan angka dan logika, jangan terpengaruh oleh ulah para pemasar yang lihai mengendalikan alam pikiran kita.
Saya sering merasa lucu jika ada pemasang iklan yang membidik pasar luas (80 % dari komposisi penduduk) dengan harga jual produknya Rp.20.000,-/buah tetapi berpromosi disebuah media untuk kalangan atas yang nota bene hanya 4 % saja dari populasi itu. Jelas itu bukan langkah yang bijak untuk memenangkan perhatian publik itu.
Kebetulan saja di Sumatera bagian utara ini karakter pembaca koran sangatlah khas, terpola dan loyal kepada masing-masing alirannya dari jaman kakeknya hingga kini. Tentu saja itu adalah kesempatan yang positif untuk memilih pangsa pasar mana yang paling layak untuk kita pilih sebagai media penyampai pesan kita.