Apapun bisnis yang Anda tekuni hari ini, jika melakukan dengan penuh ketekunan dan kesabaran, plus daya juang luar biasa, apapun pasti bisa dicapai. Banyak orang yang sudah membuktikan hal ini. Termasuk orang-orang yang kemudian dicap "beruntung". Karena, sebenarnya, keberuntungan itu pastilah didapat oleh suatu sebab.
Hal ini jugalah yang terjadi pada sosok konglomerat Hong Kong bernama Li Ka Shing. Pria-yang dalam daftar orang terkaya versi majalah Forbes Amerika tahun 2007 menduduki posisi ke-9 dengan kekayaan diperkirakan mencapai US$ 32 miliar-ini di masa awal kejayaannya merintis usaha, sering disebut sebagai orang yang beruntung. Pasalnya, usaha Li kala itu adalah usaha bunga plastik yang bagi sebagian orang dianggap remeh. Namun, dengan kejeliannya, ia melihat peluang bahwa di negara barat banyak membutuhkan bunga plastik. Dari sanalah, bisnis yang dianggap remeh itu justru menjulangkan namanya.
Li Ka Shing sebenarnya memulai semuanya dari sebuah "keterpaksaan". Ia berasal dari sebuah keluarga miskin yang oleh karena perang, harus pindah dari China ke Hong Kong. Saat itu, ia tinggal di rumah pamannya yang lebih kaya. Karena dianggap remeh oleh keluarga pamannya, kelahiran Chaozhou, China 29 Juli 1928 ini bertekad kuat untuk bisa mandiri.
Tekad itu menjadi kenyataan setelah ayah Li meninggal dunia. Sebagai anak tertua, Li kemudian memikul tanggung jawab dengan menjadi tulang punggung keluarga. Padahal, saat itu Li baru menginjak usia 15 tahun. Pada usia yang sangat belia, Li kemudian mendapat pekerjaan sebagai buruh di sebuah pabrik plastik.
Tekad kuat, semangat baja, dan kemauan keras untuk merubah nasib membuat Li-yang harus bekerja 16 jam sehari kala itu- mampu berkembang pesat. Maka, pada tahun 1950-an, ia memberanikan diri membuka usaha sendiri-setelah meminjam modal ke sejumlah relasi-di bisnis plastik dengan nama Cheung Kong Industries. Pelan tapi pasti, berkat kejelian mengamati tren, ia berhasil mendapat banyak keuntungan di bisnis bunga plastik yang diekspor ke negara barat.
Dari pabrik plastik, sayap bisnis Li makin berkembang. Kejeliannya menangkap peluang membuahkan ekspansi ke berbagai bidang. Dimulai dari bisnis real estat hingga mencakup bisnis telekomunikasi. Perusahaannya bahkan kemudian mencatatkan diri masuk bursa Hong Kong Stock Exchange pada 1972. Ia juga mengakuisisi Hutchison Whampoa pada 1975 dan Hong Kong Electric Holdings Limited pada 1985.
Kesuksesan itu tak membuat Li besar kepala. Ia mengaku semua itu bisa didapat karena adanya sinergi dan kerja sama dari berbagai unsur."Idealitas masyarakat hanya dapat diperoleh jika setiap anggotanya siap dan mau mengemban tugas masing-masing," katanya. Dengan prinsip tersebut, Cheung Kong Group kini memiliki operasi bisnis di 55 negara di dunia dan mempekerjakan sekitar 260 ribu staf.
Dengan kesuksesan tersebut, Li kini ingin berbagi. Sebab, ia terinspirasi betapa sulitnya masa hidupnya ketika masih kecil. Untuk itu ia mendirikan The Li Ka Shing Foundation, sebuah yayasan sosial yang bergerak dalam berbagai bidang, terutama pendidikan. Di antaranya ia mendonasikan dana sebesar US$11,5 juta untuk pengembangan pendidikan tinggi di Universitas Manajemen Singapura. Ia juga mendirikan Shantou University di Shantou China yang hingga kini telah meluluskan ribuan orang yang bekerja di berbagai bidang serta membantu dana pendidikan untuk Universitas Hong Kong.
Hal ini jugalah yang terjadi pada sosok konglomerat Hong Kong bernama Li Ka Shing. Pria-yang dalam daftar orang terkaya versi majalah Forbes Amerika tahun 2007 menduduki posisi ke-9 dengan kekayaan diperkirakan mencapai US$ 32 miliar-ini di masa awal kejayaannya merintis usaha, sering disebut sebagai orang yang beruntung. Pasalnya, usaha Li kala itu adalah usaha bunga plastik yang bagi sebagian orang dianggap remeh. Namun, dengan kejeliannya, ia melihat peluang bahwa di negara barat banyak membutuhkan bunga plastik. Dari sanalah, bisnis yang dianggap remeh itu justru menjulangkan namanya.
Li Ka Shing sebenarnya memulai semuanya dari sebuah "keterpaksaan". Ia berasal dari sebuah keluarga miskin yang oleh karena perang, harus pindah dari China ke Hong Kong. Saat itu, ia tinggal di rumah pamannya yang lebih kaya. Karena dianggap remeh oleh keluarga pamannya, kelahiran Chaozhou, China 29 Juli 1928 ini bertekad kuat untuk bisa mandiri.
Tekad itu menjadi kenyataan setelah ayah Li meninggal dunia. Sebagai anak tertua, Li kemudian memikul tanggung jawab dengan menjadi tulang punggung keluarga. Padahal, saat itu Li baru menginjak usia 15 tahun. Pada usia yang sangat belia, Li kemudian mendapat pekerjaan sebagai buruh di sebuah pabrik plastik.
Tekad kuat, semangat baja, dan kemauan keras untuk merubah nasib membuat Li-yang harus bekerja 16 jam sehari kala itu- mampu berkembang pesat. Maka, pada tahun 1950-an, ia memberanikan diri membuka usaha sendiri-setelah meminjam modal ke sejumlah relasi-di bisnis plastik dengan nama Cheung Kong Industries. Pelan tapi pasti, berkat kejelian mengamati tren, ia berhasil mendapat banyak keuntungan di bisnis bunga plastik yang diekspor ke negara barat.
Dari pabrik plastik, sayap bisnis Li makin berkembang. Kejeliannya menangkap peluang membuahkan ekspansi ke berbagai bidang. Dimulai dari bisnis real estat hingga mencakup bisnis telekomunikasi. Perusahaannya bahkan kemudian mencatatkan diri masuk bursa Hong Kong Stock Exchange pada 1972. Ia juga mengakuisisi Hutchison Whampoa pada 1975 dan Hong Kong Electric Holdings Limited pada 1985.
Kesuksesan itu tak membuat Li besar kepala. Ia mengaku semua itu bisa didapat karena adanya sinergi dan kerja sama dari berbagai unsur."Idealitas masyarakat hanya dapat diperoleh jika setiap anggotanya siap dan mau mengemban tugas masing-masing," katanya. Dengan prinsip tersebut, Cheung Kong Group kini memiliki operasi bisnis di 55 negara di dunia dan mempekerjakan sekitar 260 ribu staf.
Dengan kesuksesan tersebut, Li kini ingin berbagi. Sebab, ia terinspirasi betapa sulitnya masa hidupnya ketika masih kecil. Untuk itu ia mendirikan The Li Ka Shing Foundation, sebuah yayasan sosial yang bergerak dalam berbagai bidang, terutama pendidikan. Di antaranya ia mendonasikan dana sebesar US$11,5 juta untuk pengembangan pendidikan tinggi di Universitas Manajemen Singapura. Ia juga mendirikan Shantou University di Shantou China yang hingga kini telah meluluskan ribuan orang yang bekerja di berbagai bidang serta membantu dana pendidikan untuk Universitas Hong Kong.
Perjuangan masa kecil Li Ka Shing sungguh pahit. Namun, dengan keyakinan merubah nasib dan disertai semangat serta kerja keras, ia membuktikan bahwa dirinya mampu meraih kesuksesan. Kecepatannya menangkap peluang menjadi bukti bahwa ia juga seorang yang visioner. Kini, dengan pedoman sinergi dan kerja sama yang dijadikan prinsip kerjanya, ia membantu banyak orang melalui yayasannya untuk mencetak generasi muda terbaik di berbagai bidang. Sungguh, inilah gambaran contoh sukses yang mampu menularkan kebaikan ke mana-mana. Luar biasa!!! (Team Andrie Wongso)