Kalau Anda pernah datang ke Candi Borobodur di Magelang, Jawa Tengah, Anda pasti tahu bahwa seorang pengunjung di sana tidak akan bisa lewat tanpa ditawari sesuatu oleh pedagang yang berkeliaran.
Berebut Uang di Candi Borobudur
Berebut Uang di Candi Borobudur
Di bulan Agustus 2001, saya berkunjung ke sana bersama seorang teman dan keluarganya dengan membawa mobil. Sejak mobil kami datang menuju ke tempat parkir, sudah ada dua atau tiga pedagang yang berlarian dan mendekati mobil kami. Begitu mobil kami berhenti untuk parkir, pedagang-pedagang tersebut segera mengambil posisi: satu pedagang berdiri di pintu pengemudi di sebelah kanan depan, satu pedagang berdiri di pintu mobil depan sebelah kiri, dan satu pedagang berdiri di pintu belakang kiri. Begitu kami keluar dari mobil, mereka dengan agresif langsung menawarkan barang dagangannya, kebanyakan adalah akse-soris khas Candi Borobudur, topi penahan panas dan baju-baju.
Belum selesai menghadapi pedagang-pedagang tersebut, pria yang tadinya memarkirkan mobil kami, juga menawarkan diri untuk mencuci mobil kami. Kami menolaknya. Tetapi orang ini terus membujuk kami. Dia menarik wiper kaca depan mobil sebagai pertanda bahwa dia tetap ingin mencuci mobil. Saya lalu mendorong lagi wiper itu ke tempatnya semula sebagai tanda penolakan. Tetapi orang ini menarik lagi wiper itu. Saya mengembalikan lagi ke tempatnya. Hitung-hitung ada tiga empat kali wiper itu ditarik dan didorong kembali. Anda bisa membayangkan, kami menghadapi tiga pedagang dan satu pria yang menawarkan diri untuk mencuci mobil. Mengenai pria ini, akhirnya dia tidak lagi menarik wiper itu setelah saya menolaknya untuk kesekian kalinya. Berarti beres sudah, mobil kami tidak akan dicucinya, begitu pikir saya.
Kami lalu melangkah ke dalam. Saya pikir jumlah pedagang di dalam akan berkurang. Tetapi saya salah, karena di dalam kami bertemu dengan lebih banyak pedagang. Beberapa di antara kami lalu membeli barang-barang yang ditawarkan tersebut. Jumlah pedagang yang menghampiri kami tidak kunjung habis sampai akhirnya kami sampai ke pintu masuk yang mengharuskan pengunjung membayar karcis masuk.
Wuih, lega. Ketika masuk, pertama kali yang kami hampiri adalah Toilet Umum. Di situ kami harus membayar. Wah, kalau yang satu ini sih sama saja di mana-mana, Toilet Umum memang harus bayar. Begitu keluar dari toilet, saya tertarik melihat sebuah teater kecil yang menawarkan pemutaran film dokumenter tentang Borobudur. Kami harus membayar juga untuk menonton film itu.
Selesai menonton film, seorang guide menda-tangi kami dan menawarkan sebuah buku tentang Borobudur. Saya menolaknya. Saya katakan bahwa kami lebih butuh guide untuk saat itu. Setelah agak alot tawar menawar, dia akhirnya setuju menjadi guide kami setelah menyebutkan jumlah tarif tertentu.
Kami lalu berjalan kaki ke bangunan Candi Borobudur melewati taman. Di sepanjang jalan, beberapa orang fotografer datang menawarkan diri untuk membuatkan foto kami. Setelah tawar menawar sebentar, kami setuju untuk memakai jasa seorang fotografer. Singkat cerita, kami lalu naik ke Candi Borobudur, membuat foto-foto sambil mendengarkan penjelasan guide kami tentang sejarah keberadaan Candi Borobudur. Karena tertarik akan keterangan yang diberikan si guide, maka setelah kembali dan beristirahat sejenak di bangunan teater, saya memutuskan membeli buku tentang Borobudur yang tadinya ditawarkan oleh si guide. Karena haus, kami juga membeli minuman serta es krim yang dijual di sana.
Setelah melalui pintu keluar, pedagang-pedagang di situ kembali menghampiri kami dan lagi-lagi menawarkan barang dagangannya. Kami berjalan terus melewatinya sampai keluar kembali ke arah tempat parkir. Dan, setelah kami sampai kembali ke mobil, kami melihat bahwa ternyata mobil yang kami bawa tadi sudah berada dalam keadaan tercuci bersih.
Pelajaran apa yang bisa kita ambil dari pengalaman tersebut? Sederhana sekali: bahwa ke mana pun Anda pergi, ada banyak orang di sekililing Anda yang sedang berusaha memperebutkan uang Anda.
Uang Anda Diperebutkan di Mana-Mana
Coba perhatikan ketika Anda datang ke pertokoan di kota Anda. Perhatikan bahwa toko-toko di situ selalu berusaha tampil dengan penampilan terbaiknya agar Anda tertarik untuk datang. Mereka secara tidak langsung sedang berusaha memperebutkan uang dalam dompet Anda.
Bagaimana dengan Tempat Belanja Kebutuhan Sehari-hari seperti di Supermarket, Hipermarket atau Perkulakan? Sama saja. Ke mana pun Anda berjalan di dalam Supermarket, Hipermarket atau Perkulakan, Anda akan melih at display barang-barang yang dipajang dengan sangat menarik, di mana barang-barang itu seolah sedang 'berteriak-teriak' meminta Anda untuk datang dan mengambilnya.
Di Jakarta ada suatu area yang diberi nama KTS, singkatan dari Kafe Taman Semanggi. KTS merupakan area yang cukup luas di mana di atasnya berdiri sejumlah kafe yang hanya buka pada malam hari. Kafe-kafe ini tampil terbuka atau setengah terbuka dengan makanan dan minuman yang disajikan berbeda pada setiap kafe.
Kalau Anda datang ke sana, Anda akan melihat pelayan-pelayan dari masing-masing kafe berdiri di depan kafenya sambil memegang menu, dan mereka akan menyapa dan mengundang setiap pengunjung yang lewat untuk datang ke kafenya. Jadi kalau Anda berjalan menyusuri barisan dari kafe-kafe itu, Anda tidak akan bisa lewat tanpa tidak disapa oleh setiap pelayan yang ada di depan setiap kafe.
Belum lagi kalau Anda masuk ke gang-gangnya. Setiap kali Anda berbelok memasuki sebuah gang di dalam KTS, Anda akan banyak menemui pelayan yang akan menyapa Anda. Ini karena ada banyak kafe di hampir setiap gang di sana. Jadi, selama Anda masih berkeliaran di dalam lingkungan KTS, Anda akan terus disapa oleh pelayan yang berdiri di depan setiap kafe. Mereka semua sedang berusaha memperebutkan uang yang ada dalam dompet Anda.
Anda mau contoh lain? Coba Anda duduk di depan teve dan menonton acara yang ditayangkan pada jam tayang utama sekitar pukul 19.30 s/d 21.00. Di situ Anda akan melihat banyak sekali iklan yang diputar. Misalnya, iklan susu, iklan mobil, iklan sabun, iklan deterjen, iklan baju, iklan ponsel, dan banyak lagi iklan lain. Mereka sedang berusaha keras untuk membuat Anda agar membeli. Mereka sedang berusaha untuk memperebutkan uang Anda.
Kadang-kadang 'perebutan uang' ini tampil dalam bentuk yang cukup kreatif. Misalnya, setiap kali Anda membeli barang dengan merek tertentu, Anda punya kesempatan untuk mendapatkan hadiah. Kadang-kadang hadiah itu ada yang bersifat langsung, dan ada juga yang bersifat tidak langsung seperti harus melalui Acara Pengundian terlebih dahulu. Tentu saja produsen barang biasanya sudah menaikkan dulu harga jual barang itu agar mereka bisa memberikan hadiah-hadiah yang mereka janjikan.
Beberapa produsen kadang memberikan hadiah uang tunai. Caranya sederhana. Mereka akan mengi-rimkan seorang tokoh (bisa artis atau siapa pun yang nantinya akan dipromosikan di berbagai media, terutama televisi) untuk pergi ke pelosok-pelosok dan mendatangi rumah-rumah. Bila penghuni rumah memiliki produk merek tertentu yang diproduksi oleh si produsen, penghuni rumah akan mendapatkan hadiah uang tunai yang jumlahnya bervariasi. Walaupun kemungkinan didatangi ada-lah satu per seribu, tetapi cara ini kelihatannya terbukti bisa menaikkan penjualan barang yang dihasilkan oleh si produsen. Di sejumlah toko, sering kali saya mendengar ada ibu-ibu yang datang dan mencari produk tersebut.
Pegang Erat Dompet Anda
Sekarang pertanyaannya, apakah mereka salah? Apakah salah bila ada orang yang datang kepada Anda dan mencoba menjual sesuatu kepada Anda? Apakah salah bila ada orang yang membuka kafe dan mencoba mengundang Anda untuk datang ke kafe mereka? Apakah salah bila televisi memasang iklan yang menawarkan produk-produk kebutuhan rumah tangga kepada Anda? Jawabannya, tentu saja tidak. Tidak ada yang salah dengan usaha penjualan yang dilakukan orang kepada Anda. Ini karena bila tak ada penjualan, maka perekonomian tidak akan berjalan.
Tetapi yang ingin saya katakan adalah, tidak semua penawaran harus dituruti. Ini karena banyak orang yang selalu 'menuruti' setiap tawaran penjualan yang datang kepadanya, tanpa memperhitungkan keadaan keuangannya sendiri. Akibatnya jelas, bahwa pengeluaran Anda seringkali bisa habis hanya untuk membayar pengeluaran-pengeluaran yang tidak berguna. Itulah kenapa Anda harus berhati-hati dengan tidak selalu menuruti tawaran penjualan yang ada disekitar Anda. Jadi saran saya untuk Anda, ke mana pun Anda pergi, di mana pun Anda berada, dan apa pun posisi Anda, pegang erat-erat dompet Anda. Karena siapa pun yang ada di sekeliling Anda adalah penjual. Mereka sedang berusaha (dengan berbagai cara yang kadang-kadang cukup kreatif) untuk memperebutkan uang yang ada dalam dompet Anda. Bila Anda tidak hati-hati memegang uang dalam dompet Anda, tidak hati-hati menggunakan Kartu Debet Anda, tidak hati-hati menggunakan Kartu Kredit Anda, dan tidak hati-hati mengatur pengeluaran Anda, uang yang sudah Anda peroleh dengan susah payah selama ini akan habis.
Jadi, berhati-hatilahdalam menggunakan uang karena setiap orang di sekililing Anda pada dasarnya adalah penjual yang sedang menjual sesuatu kepada Anda dan berusaha mendapatkan uang Anda.
* (Dikutip dari Bab 1 buku Mengatur Pengeluaran Secara Bijak karya Safir Senduk)